Bareksa.com - Dalam hitungan hari, umat muslim akan menyambut Ramadan. Sebagai bulan suci yang penuh rahmat, momen ini sering digunakan untuk mencari pahala sebanyak-banyaknya.
Selama bulan puasa, tentu kita harus menahan diri untuk memuaskan hawa nafsu di siang hari. Tidak hanya menahan lapar dan haus, kita juga harus menahan godaan bergunjing, berdusta, hingga berfoya-foya menghabiskan uang kita.
Memang kita diharapkan lebih mengutamakan urusan akhirat sepanjang Ramadan. Akan tetapi, urusan dunia kita juga tetap berjalan dan harus seiring dengan tuntunan yang ada di dalam ajaran kitab suci.
Berinvestasi, atau menanamkan modal untuk mencapai tujuan keuangan kita di masa mendatang, adalah salah satu kegiatan dalam hal duniawi kita. Namun, kita bisa berinvestasi di pasar keuangan tetapi tidak menyimpang dari syariat, melalui investasi di reksadana syariah.
Perlu diketahui, reksadana syariah adalah kumpulan dana dari pemilik modal (investor) yang dikelola oleh manajer investasi sesuai prinsip-prinsip syariah. Oleh manajer investasi, dana investor ini diinvestasikan dalam berbagai aset, seperti deposito, surat utang (obligasi), dan saham yang sesuai syariah.
Reksadana syariah sudah mendapatkan label halal dari DSN MUI (Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia). Hal ini tertuang dalam fatwa No.20/DSN-MUI/IV/2001 Tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah.
Mengapa reksadana syariah halal?
Pada dasarnya, hukum jual beli atau muamalah diperbolehkan, asal tidak bertentangan dengan syariah. Dalam fatwa DSN MUI itu disebutkan bahwa mekanisme reksadana syariah dilakukan dengan akad wakalah dan mudharabah yang sesuai dengan syariat Islam.
Wakalah berarti pelimpahan kekuasaan oleh suatu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Akad ini merupakan kesepakatan antara masyarakat pemilik modal (investor) dengan manajer investasi yang berwenang mengelola dana investasi reksadana. Dengan demikian, penanam modal mempercayakan modal usahanya dan memberikan mandat kepada manajer investasi untuk melakukan kegiatan investasi untuk tujuan yang telah disepakati sesuai dengan yang telah tertera di prospektus reksadana.
Sementara itu, mudharabah adalah pelimpahan harta seseorang kepada orang lain untuk diperdagangkan sesuai dengan ketentuan dan hasilnya akan dibagi antara kedua belah pihak. Tentu saja ini sesuai dengan syarat-syarat yang telah disepakati dan berlaku bagi penanam modal (investor) dan manajer investasi.
Aset Syariah
Seperti disebutkan sebelumnya, reksadana terdiri dari beragam aset keuangan di dalam portofolionya. Aset tersebut termasuk deposito, obligasi, dan saham. Ada persyaratan khusus agar aset-aset ini sesuai dengan syariat Islam.
Kita mengenal deposito sebagai produk perbankan yang menawarkan bunga, sementara obligasi adalah bentuk surat utang. Namun, deposito dan obligasi yang sesuai dengan prinsip syariah menggunakan akad ijarah atau sewa-menyewa maupun mudharabah atau bagi hasil sehingga bisa disebut halal.
Sementara itu, perdagangan saham juga diperbolehkan oleh MUI. Hal tersebut berdasarkan fatwa No.80/DSN-MUI/III/2011 tentang Tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas. Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi agar saham bisa dikatakan syariah.
Agar sesuai syariah, perusahaan yang menerbitkan saham tidak boleh menjalankan kegiatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, seperti usaha perjudian; lembaga keuangan konvensional (ribawi); ataupun memproduksi, mendistribusikan, serta memperdagangkan makanan dan minuman yang haram maupun barang dan jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat (tidak memiliki manfaat).
Selain itu pula, transaksi saham harus sesuai dengan ajaran Islam. Jadi tidak mengandung unsur judi atau tanpa alasan yang jelas, transaksi menggunakan utang berbunga (margin), transaksi jual terlebih dahulu baru membeli (short selling), dan transaksi memanfaatkan informasi orang dalam (insider trading).
Sementara itu, beberapa contoh saham yang dinilai telah sesuai dengan prinsip syariah akan tercantum dalam Daftar Efek Syariah (DES), Jakarta Islamic Index (JII), dan Indonesia Sharia Stock Index (ISSI). Untuk itu, manajer investasi harus mengelola reksadana syariah sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut.
Secara sederhana, proses seleksi saham untuk penerbitan DES melalui dua tahap, yakni screening terhadap kegiatan usaha emiten dan analisis rasio keuangan emiten. Manajer investasi juga bisa melakukan cleansing, atau pemurnian bila ada efek yang diragukan kehalalannya.
Adapun mekanisme cleansing sebagaimana diatur dalam POJK No. 19/POJK.04/2015 adalah pemisahan dana non-halal melalui penjualan efek yang sudah tidak lagi syariah di dalam portofolio reksadana syariah.
Keunggulan Reksadana Syariah
Sementara itu, salah satu keunggulan reksadana syariah adalah kita tidak perlu repot-repot belajar banyak tentang produk investasi pasar modal. Jika kita ingin berinvestasi saham syariah tanpa memiliki literasi keuangan mengenai pasar modal, reksadana saham syariah menjadi pilihan yang cocok.
Kita hanya perlu menitipkan dan mempercayakan modal kita untuk dikelola oleh manajer investasi yang telah ahli dan piawai dalam mengelola investasi sehingga dapat dengan cermat menilai perusahaan dan situasi perekonomian.
Namun demikian, kita pun harus berhati-hati dalam melakukan investasi reksadana saham. Tingginya imbal hasil (return) juga sejalan dengan risiko yang tinggi pula.
Risiko yang paling memengaruhi kinerja reksadana saham konvensional maupun syariah adalah risiko fluktuasi NAB (Nilai Aktiva Bersih) per unit. Sebab, reksadana saham menggunakan portofolio yang mayoritas berisi saham sehingga pergerakan NAB per unitnya pun mengikuti pergerakan saham yang fluktuatif.
* * *
Ingin berinvestasi di reksadana?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.