Investor Bisa Cermati Dua Sektor Ini Jika Jokowi-Ma'ruf Menangi Pilpres

Bareksa • 18 Apr 2019

an image
Warga menunjukkan jarinya yang telah dicelupkan ke dalam tinta usai memberikan hak suaranya dengan latar poster Calon Presiden - Calon Wakil Presiden nomor urut 01 Joko Widodo - KH Ma'ruf Amin di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (17/4/2019). ANTARA FOTO/Zabur Karuru/wsj.

Ada dua sektor saham yang menarik untuk dicermati yakni barang konsumsi dan jasa keuangan

Bareksa.com - Hajatan politik terbesar di Tanah Air sudah selesai digelar kemarin, Rabu 17 April 2019. kemarin, untuk pertama kalinya dalam sejarah, pemilihan presiden dan para anggota legislatif akan dilakukan serentak.

Pada pemilu 2019, dipilih presiden dan wakil presiden, 575 anggota DPR RI, 136 anggota DPD, 2.207 anggota DPR Provinsi, dan 17.610 anggota DPRD Kota/Kabupaten.

Jika melihat ke belakang, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selalu memberikan imbal hasil yang menggiurkan di tahun Pemilu, dengan catatan bahwa hasil pemilihan presiden sesuai dengan proyeksi dari mayoritas lembaga survei.

Pada tahun 2004, IHSG melejit hingga 44,6 persen. Kala itu, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) - Muhammad Jusuf Kalla memenangkan pertarungan melawan Megawati Soekarnoputri - Hasyim Muzadi (putaran 2).

Kemudian pada tahun 2009, IHSG meroket hingga 87 persen. Pada pertarungan tahun 2009, SBY berhasil mempertahankan posisi RI-1, namun dengan wakil yang berbeda. Ia didampingi oleh Boediono yang sebelumnya menjabat Gubernur Bank Indonesia (BI). SBY-Boediono berhasil mengalahkan 2 pasangan calon yakni Megawati Soekarnoputri - Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla - Wiranto.

Beralih ke tahun 2014, mantan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo berhasil menduduki tahta kepemimpinan tertinggi di Indonesia dengan menggandeng Jusuf Kalla sebagai wakilnya. Pada saat itu, IHSG melejit 22,3 persen.

Adapun untuk pemilihan presiden edisi 2019, mayoritas lembaga survei menjagokan pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo - Ma'ruf Amin dibandingkan dengan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.

Kinerja IHSG di Tahun Pemilu

Sumber: BEI, diolah Bareksa

Hasil Hitung Cepat Unggulkan Pasangan 01

Bak gayung bersambut, hasil hitung cepat (quick count) sejauh ini dari berbagai lembaga survei memang menempatkan Joko Widodo - Ma'ruf Amin sebagai pemenang. Hingga pagi ini, suara yang masuk ke berbagai lembaga survei sudah menyentuh setidaknya angka 90 persen.

Hasil quick count dari Litbang Kompas misalnya, sudah menerima sebanyak 97 persen suara masuk dengan 54,52 persen suara jatuh ke pasangan Joko Widodo - Ma'ruf Amin. Kemudian, hitung cepat dari Indo Barometer (99,67 persen suara masuk) menunjukkan 54,32 persen suara jatuh ke pasangan 01 selaku petahana.

Lantas, besar kemungkinan IHSG akan melesat di sisa tahun ini. Sebab kinerja IHSG sepanjang tahun ini (hingga penutupan perdagangan hari Selasa, 16/04/2019) baru naik 4,63 persen, menyisakan potensi kenaikan yang begitu besar jika berkaca kepada performa IHSG di tahun-tahun Pemilu sebelumnya.

Dua Sektor Unggulan

Bagi pelaku pasar yang ingin berbelanja di pasar saham tanah air, ada dua sektor saham yang menarik untuk dicermati yakni barang konsumsi dan jasa keuangan.

Secara fundamental, kedua sektor ini memang sedang berada dalam kondisi yang cantik. Berdasarkan hasil survei penjualan eceran (SPE) yang dirilis Bank Indonesia (BI) belum lama ini, penjualan barang-barang ritel diketahui melesat hingga 9,1 persen secara tahunan pada Februari 2019. Kenaikan itu mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya 1,5 persen.

Lebih lanjut, angka sementara untuk pertumbuhan penjualan barang-barang ritel periode Maret 2019 adalah 8 persen, juga jauh mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya 2,5 persen.

Sepanjang kuartal I tahun ini pertumbuhan penjualan barang-barang ritel selalu berhasil mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Untuk periode Januari 2019, penjualan barang-barang ritel tumbuh 7,2 persen, lebih baik dari capaian Januari 2018 yang mengalami kontraksi 1,8 persen.

Pesatnya pertumbuhan penjualan barang-barang ritel menunjukkan daya beli masyarakat Indonesia sedang berada dalam posisi yang kuat, sehingga emiten-emiten yang bergerak di sektor barang konsumsi berpotensi diuntungkan.

Kemudian berbicara mengenai sektor jasa keuangan, perlu diingat bahwa lebih dari 50 persen perekonomian Indonesia dibentuk oleh konsumsi rumah tangga. Lantas, ketika konsumsi rumah tangga melaju pesat, di mana hal tersebut sudah diindikasikan oleh pesatnya pertumbuhan penjualan barang-barang ritel, maka bisa diekspektasikan bahwa angka pertumbuhan ekonomi juga akan tinggi.

Di saat ekonomi Indonesia melaju kencang, tentulah lembaga-lembaga jasa keuangan khususnya perbankan akan diuntungkan karena adanya potensi peningkatan permintaan kredit untuk ekspansi usaha.

Karena itu, sektor jasa keuangan masuk dalam daftar sektor yang berpotensi memberikan cuan seiring dengan kemenangan Joko Widodo - Ma'ruf Amin versi quick count.

Selain karena adanya dukungan faktor fundamental, besarnya bobot dari sektor jasa keuangan dan barang konsumsi ikut mempengaruhi prospek pergerakan harga dari saham-saham penghuni kedua sektor tersebut maupun IHSG secara keseluruhan.

Sejauh ini, sektor jasa keuangan dan barang konsumsi masih merupakan 2 sektor dengan kapitalisasi pasar terbesar dalam IHSG. Hingga penutupan perdagangan Selasa (16/04/2019), sektor jasa keuangan berkontribusi 32,03 persen terhadap kapitalisasi pasar IHSG, diikuti sektor barang konsumsi dengan kontribusi 19,76 persen.

Lantas, ketika ada ekspektasi bahwa IHSG akan melesat, otomatis pelaku pasar akan berpikir saham-saham sektor jasa keuangan dan barang konsumsilah yang akan menjadi penggerak utamanya.

Akibatnya, aksi beli atas saham-saham dari kedua sektor tersebut berpotensi dilakukan, mendorong harganya bergerak anik ke atas. Di pasar keuangan, hal ini disebut dengan istilah self-fulfilling prophecy.

(KA01/AM)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.