Bareksa.com – Reksadana syariah berbeda dengan reksadana konvensional dalam hal pengelolaannya. Reksadana syariah menggunakan prinsip-prinsip yang diterima dalam hukum Islam, juga terkait dengan isi portofolio reksadana tersebut.
Dalam reksadana saham syariah, mayoritas aset yang dimiliki adalah saham yang sesuai dengan ketentuan syariah. Untuk memastikan efek atau saham yang diinvestasikan oleh Manajer Investasi itu merupakan efek syariah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat Daftar Efek Syariah (DES).
Sebagai informasi, DES diterbitkan oleh OJK sebanyak 2 kali dalam setahun atau dengan kata lain di-review per semester. Dalam penetapan efek syariah ini, OJK telah melakukan proses penyaringan (screening) berdasarkan beberapa kriteria yang dilihat mulai dari kegiatan usaha, rasio utang terhadap aset, hingga rasio persentase pendapatan non-halal terhadap total pendapatan.
Kriteria screening efek syariah pun telah mengalami perkembangan sejak 2001. Pada 2001, kriteria efek syariah hanya memerhatikan satu kriteria, yaitu kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah lalu efeknya dapat langsung masuk dalam Jakarta Islamic Index (JII).
Kemudian pada 2007 terbitlah DES pertama yang sudah memasukkan rasio keuangan ke dalam salah satu kriteria penerbitan DES. Ketika itu yang dipakai adalah rasio utang terhadap ekuitas toleransinya tidak boleh lebih dari 82 persen.
Selanjutnya pada 2012, peraturan kembali direvisi. Rasio utang terhadap ekuitas diganti menjadi rasio utang terhadap aset dan berlaku hingga saat ini. Persentase rasionya juga turut berubah. Saat ini Kriteria screening saham syariah adalah rasio utang terhadap aset tidak boleh lebih dari 45 persen, kegiatan emiten tidak bertentangan dengan prinsip syariah, dan pendapatan non-halal terhadap total pendapatan tidak boleh lebih dari 10 persen.
Secara sederhana, screening saham untuk penerbitan DES melalui dua tahap:
1. Screening efek syariah dilakukan terhadap kegiatan usaha emiten. Apakah kegiatan usaha emiten ini bertentangan dengan prinsip syariah atau tidak. Kegiatan usaha yang dikategorikan efek syariah antara lain tidak melakukan kegiatan usaha di bidang perjudian, kegiatan perdagangan yang dilarang, jual beli yang tidak pasti, memperdagangkan barang haram, transaksi suap, dan keuangan ribawi. Jika tidak melakukan kegiatan-kegiatan tersebut, maka emiten lulus screening tahap awal.
2. Analisis rasio keuangan emiten. Total utang berbasis bunga dibandingkan total aset emiten tidak boleh melebihi 45 persen. Selain itu, total pendapatan non-halal dibandingkan dengan total pendapatan seluruhnya tidak boleh melebihi 10 persen.
Apabila emiten memenuhi semua kriteria tersebut, maka sahamnya akan masuk dalam daftar efek syariah yang diterbitkan OJK.
Pertanyaan selanjutnya adalah, jika emiten itu memiliki pendapatan non-halal, apakah dividen yang investor dapatkan juga mengandung unsur non-halal? Bagaimana status keuntungan yang investor terima? Apakah menjadi haram?
Dalam praktiknya, ada beberapa Manajer Investasi yang melakukan purifikasi (cleansing) atas pendapatan dividen tersebut meski belum ada ketentuan yang ditetapkan dari OJK maupun fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN).
Adapun mekanisme cleansing sebagaimana diatur dalam POJK No. 19/POJK.04/2015 adalah pemisahan dana non-halal melalui penjualan efek yang sudah tidak lagi syariah di dalam portofolio reksadana syariah. Apabila dalam waktu lebih dari 10 (sepuluh) hari efek tersebut belum terjual, maka selisih harga penjualan tidak boleh diakui sebagai keuntungan melainkan dana sosial.
Ke depannya, kemungkinan besar mekanisme cleansing ini tidak hanya dilakukan atas dasar kedua kondisi di atas, tetapi juga pemisahan harta non-halal dari adanya unsur bunga dalam penyimpanan rekening investasi syariah di bank kustodian.
(KA01/hm)
* * *
Ingin berinvestasi di reksadana?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.