Bareksa.com-Satgas Waspada Investasi telah menghentikan kegiatan 803 entitas financial technology (fintech) peer-to-peer lending ilegal atau yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak 2018 sampai Maret 2019. Jumlah perusahaan pemberi pinjaman ilegal ini lebih banyak dari jumlah fintech terdaftar yang baru mencapai 99 perusahaan.
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing menjelaskan, dari 803 perusahaan peer-to-peer lending (P2P) ilegal tersebut, sebanyak 323 perusahaan atau 40 persen tidak diketahui asal negaranya sedangkan 22 persen atau 178 perusahaan berasal dari Indonesia. "Sisanya ada yang berasal dari Amerika Serikat, Singapura, China, Rusia, Hongkong dan Malaysia," ujar Tongam di Jakarta, Jumat (5 April 2019).
Banyaknya fintech P2P ilegal terjadi karena kebutuhan yang tinggi dari masyarakat. Pasalnya, saat ini tidak banyak masyarakat yang bisa mendapatkan akses perbankan. Kalaupun memiliki akses ke industri keuangan, proses mendapatkan pinjamanpun tidak mudah. Ada proses panjang yang harus ditempuh dan tidak jarang pinjaman yang diajukan ditolak.
"Pelaku fintech P2P ilegal memanfaatkan kebutuhan yang tinggi dari masyarakat dengan membuat aplikasi fintech yang mudah untuk dibuat," ucap dia.
Komposisi (Porsi dan Jumlah) Perusahaan Fintech P2P Ilegal Berdasarkan Asal
Sumber: Satgas Waspada Investasi
Namun di balik kemudahan itu, meminjam uang di fintech ilegal justru menimbulkan banyak risiko. Nasabah harus siap dikenakan bunga pinjaman yang tinggi melambung, penyebaran data pribadi, tata cara penagihan yang tidak beretika dan alamat peminjaman yang tidak jelas dan berganti nama.
Besarnya risiko meminjam di fintech ilegal ini pula yang menyebabkan Satgas Waspada Investasi merasa perlu untuk menghentikan kegiatan mereka. Bentuk tindakan OJK dan Satgas Waspada Investasi terhadap aksi penjaringan dan penyaluran dana tak berizin adalah pengumuman nama perusahaan fintech ilegal tersebut kepada masyarakat, pemblokiran situs dan pembatasan transaksi keuangan mereka di perbankan.
OJK juga mengedukasi masyarakat untuk senantiasa mengetahui daftar perusahaan fintech P2P terdaftar sebelum mengajukan pinjaman. Daftar ini bisa dilihat di website OJK atau bisa diketahui dengan mengontak OJK di nomor call center 157.
Selain fintech ilegal, hal lain yang juga meresahkan masyarakat adalah kegiatan investasi ilegal. Sampai Maret 2019, Satgas Waspada Investasi sudah menghentikan kegiatan 49 entitas investasi ilegal. Investasi ilegal tersebut paling banyak bergerak di kegiatan perdagangan valuta asing (forex) dan multi-level marketing (MLM) tanpa izin.
Perkembangan Investasi dan Fintech Ilegal 2017-2019
Sumber: Satgas Waspada Investasi
Sama seperti kegiatan fintech ilegal, hadirnya investasi ilegal juga terjadi karena kebutuhan masyarakat. Masih banyak masyarakat yang tergiur dengan bunga tinggi atau imbal hasil tinggi tanpa mengetahui legalitas perusahaan yang menawarkan investasi.
Akibatnya, banyak masyarakat yang terjerat investasi bodong. Satgas Waspada Investasi mencatat, total kerugian yang diakibatkan oleh investasi bodong dari tahun 2008-2018 mencapai Rp88,8 triliun. Kerugian paling besar berasal dari Pandawa Group Rp3,8 triliun, Dream 4 Freedom Rp3,5 triliun, kasus 4 travel umrah Rp3 triliun dan kasus lainnya.
Produk Resmi
Bila kita sebagai masyarakat memang tertarik untuk berinvestasi, kita harus mengetahui produk investasi resmi yang mendapat legalitas secara hukum dan diawasi oleh OJK, salah satunya adalah reksadana.
Reksadana sendiri adalah salah satu produk pasar modal yang bersifat kolektif dari masyarakat dan berisi kumpulan aset (portofolio) berupa saham, obligasi, dan deposito yang dikelola oleh manajer investasi profesional yang memiliki izin atau lisensi khusus dari OJK. Sejumlah produk reksa dana ini pun bisa dibeli di Marketplace Investasi Bareksa, yang sudah memiliki izin resmi dari OJK sebagai agen penjual reksa dana (APERD).
Produk investasi ini terdiri dari beberapa jenis yang memberikan potensi keuntungan dan risiko yang berbeda. Adapun skema hasil investasi ini berasal dari pergerakan aset yang menjadi portofolio reksadana.
Kita juga perlu mengetahui bahwa investasi itu mengandung risiko yang sebanding dengan potensi keuntungannya. Pada prinsip investasi, tingkat risiko yang berani kita ambil ini akan berbanding lurus dengan potensi keuntungan yang diharapkan. Jadi, kita harus kritis kalau ada yang menawarkan investasi dengan keuntungan pasti tanpa ada risikonya.
Apabila semakin tinggi risiko yang dapat ditanggung maka akan semakin besar keuntungan yang berpotensi didapat (high risk high return). Sebagai investor, profil risiko adalah hal yang wajib diketahui sebelum melakukan investasi agar kita mengetahui produk mana yang sesuai. (hm)
* * *
Ingin berinvestasi di reksadana?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.