Saham Astra jadi Bulan-bulanan Investor Asing Sepanjang Pekan Lalu, Kenapa?

Bareksa • 18 Feb 2019

an image
Kantor pusat PT Astra International Tbk (ASII). (Dok. Astra)

Dalam periode 11 - 15 Februari 2019, saham ASII mengakumulasi penurunan 6,75 persen berakhir di level Rp7.600

Bareksa.com - Saham PT Astra International Tbk (ASII) menjadi bulan-bulanan investor asing sepanjang pekan lalu. Dalam periode 11 hingga 15 Februari 2019, saham ASII mengakumulasi penurunan 6,75 persen berakhir di level Rp7.600 per saham, menjadikannya salah satu saham blue chip dengan kinerja terburuk sepanjang periode tersebut.

Di sisi lain, investor asing tercatat banyak melepas saham yang bergerak di bidang otomotif tersebut dengan melakukan penjualan bersih (net sell) mencapai Rp683,4 miliar sepanjang pekan lalu, sehingga menjadikannya saham yang paling banyak dijual investor asing di bursa.

Pergerakan Saham ASII 11-15 Februari 2019


Sumber : Bareksa

Data Penjualan Mobil

Penjualan kendaraan roda empat mulai menunjukkan tren positif sepanjang tahun 2018. Di tengah stagnansi ekonomi global, penjualan mobil mampu menembus angka psikologis baru sebanyak 1,15 juta unit, setelah tiga tahun bertengger di kisaran 1 jutaan unit.

Selain itu, persaingan ketat kembali terjadi pada segmen mobil keluarga dengan hadirnya para pendatang baru. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil sepanjang tahun lalu tumbuh 6,86 persen dibandingkan dengan 2017. Jumlah penjualannya melebihi target yang dicanangkan 1,1 juta unit.

Secara lebih detail, Grup Astra yang menaungi agen tunggal pemegang merek (ATPM) Toyota, Daihatsu, Isuzu dan Peugeot tetap memimpin dengan penguasaan pasar mencapai 51 persen sepanjang tahun 2018. Toyota dan Daihatsu menjadi tulang punggung Astra dengan masing-masing pangsa pasar 30,59 persen dan 17,61 persen.


Sumber: Katadata

Namun, ada perubahan posisi pangsa pasar. Daihatsu merangsek naik ke posisi ke-2 menggeser Honda yang harus rela turun ke posisi ke-3. Selain itu, Mitsubishi menggeser posisi Suzuki di tempat ke-4. Di bawahnya tidak banyak perubahan posisi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Berdasarkan kelas mobil, low multi purpose vehicle (LMPV) masih mendominasi pangsa pasar pada 2018. Segmen yang lebih dikenal dengan “mobil keluarga” ini menguasai 25 persen dari total penjualan mobil atau sebanyak 28 ribu unit.

Persaingan ketat terjadi pada segmen ini dengan adanya Xpander. LMPV pendatang baru besutan Mitsubishi ini terjual sebanyak 75 ribu unit, sehingga menempati posisi kedua menggeser Xenia dan Ertiga yang masing-masing terjual 29 ribu dan 32 ribu unit.

Pendatang baru yang juga mencetak hasil mengesankan adalah Confero. LMPV asal Tiongkok dengan merek Wuling ini terjual 11 ribu unit tahun lalu. Angka penjualannya menempel ketat Honda yang terjual 16 ribu unit pada kelas mobil keluarga ini.

Segmen kedua terlaris diisi oleh low cost green car (LCGC). Kelas mobil murah ramah lingkungan ini terjual 23 ribu unit atau 20 persen dari total penjualan. Segmen ini juga dikuasai Toyota dan Daihatsu dengan porsi 40 persen dan 33 persen dari total penujalan LCGC.

LMPV andalan Toyota menjadi penguasa pada segmen ini. Avanza membukukan penjualan 82 ribu unit sekaligus menjadi mobil terlaris sepanjang tahun lalu.

Meski masih memimpin pasar, pangsa Toyota mulai tergerus sejak 3 tahun terakhir. Pada 2016, Toyota mampu mencatatkan pangsa pasar 35 persen, namun kemudian menurun menjadi 34,5 persen dan terakhir 30,6 persen pada tahun lalu.

Kehadiran pemain baru di kelas LMPV dengan berbagai penawaran membuat pasar mobil Indonesia semakin ketat. Xpander yang masuk dengan teknologi mutakhir dan desain eksterior modern, juga Confero yang dibanderol dengan harga rendah, telah mengusik dominasi Toyota. Pangsa pasar Toyota diprediksi akan menurun jika tidak ada inovasi berarti dari pabrikan tiga elips ini.

(KA01/AM)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.