Bareksa.com - Berikut ini adalah intisari perkembangan penting di pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Jumat, 28 Januari 2019.
Reverse Tobin Tax
Kementerian Keuangan masih mengkaji opsi pemberian insentif bagi investor yang melakukan reinvestasi dalam jangka panjang alias reverse tobin tax. Kebijakan reverse tobin tax tengah dikaji untuk memastikan aliran modal asing tak hanya sekadar menjadi hot money, tetapi dapat bertahan lebih lama di dalam negeri. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan, pemerintah memang tengah merumuskan berbagai penerapan insentif untuk menjaga dana asing dapat lebih lama bertahan di pasar keuangan domestik, termasuk dengan menerapkan reverse tobin tax.
“Reverse tobin tax itu pada dasarnya memberikan insentif untuk menjaga dana yang masuk tetap berada di dalam negeri. Memang yang kami ingin terus undang adalah penanaman modal di sektor riil, tapi kami juga ingin dana dari investasi portofolio juga bertahan lama di sini,” ujarnya. Dia mengungkapkan bahwa secara umum reverse tobin tax berbanding terbalik dengan tobin tax yang menerapkan disinsentif pajak bagi aliran modal asing dalam jangka pendek.
PT United Tractors Tbk (UNTR)
Perseroan terus mengembangkan bisnisnya pada tahun ini. Emiten bersandi saham UNTR di Bursa Efek Indonesia itu menyiapkan belanja modal atau capital expenditure (capex) di kisaran US$ 700 juta hingga US$ 800 juta. Manajemen UNTR mengalokasikan mayoritas belanja modal itu untuk lini bisnis kontraktor penambangan.
"Sebesar 80 persen capex untuk lini bisnis kontraktor penambangan, yaitu mengganti alat berat yang sudah usang," ujar Sekretaris Perusahaan PT United Tractors Tbk, Sara K Loebis, kepada KONTAN, Sabtu (26/1).
Selain untuk lini kontraktor pertambangan, Sara bilang, sebagian belanja modal pada tahun ini akan dipakai untuk pemeliharaan kantor, warehouse, workshop hingga fasilitas tambang. Adapun sumber dana capex akan diambil dari kas internal perusahaan. Dana belanja modal UNTR pada tahun ini sebenarnya sedikit turun daripada belanja modal tahun lalu. Pada 2018, UNTR mengalokasikan capex US$ 800 juta-US$ 850 juta. Sebanyak US$ 650 juta dari belanja modal 2018 digunakan untuk membeli alat baru bagi anak usaha, yaitu PT Pamapersada Nusantara.
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA)
Perseroan tengah membidik in vestasi sejumlah proyek infrastruktur dengan perkiraan kebutuhan pengucuran ekuitas hingga Rp6 triliun. Direktur Human Capital dan Pengembangan Wijaya Karya Novel Arsyad menjelaskan bahwa terdapat beberapa proyek investasi di sektor infrastruktur yang tengah dibidik perseroan. Mayoritas pekerjaan infrastruktur yang dibidik berasal dari sektor jalan tol. Selain jalan tol, emiten berkode saham WIKA itu juga tengah membidik sejumlah proyek infrastruktur jalan dan kereta api. Total kebutuhan investasi ekuitas dari proyek sektor infrastruktur yang diincar mencapai Rp6 triliun.
Novel menyampaikan proyek sasaran di sektor infrastruktur di antaranya light rail transit (LRT) tahap 2, loopline, kereta umum Makassar—Pare-Pare, jalan tol Harbour Road II, jalan tol Semarang—Demak, jalan tol Serpong-Maja-Merak, dan jalan Papua: Wamena—Paro.
“Itu baru bagian dari infrastruktur dan ada beberapa yang lain dari sisi infrastruktur sedang kami jajaki. Kami juga ada investasi lain dari sisi properti dan energi,” ujarnya seperti dikutip Bisnis Indonesia. Dia mengungkapkan porsi kepemilikan WIKA di proyek-proyek infrastruktur akan bervariasi. Hal tersebut menurutnya masih akan dibahas lebih lanjut.
PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA)
Di 2019 ini, perseroan yakin kinerja akan naik. SSIA mengejar pertumbuhan dari pendapatan berulang (recurring income) serta pendapatan pra penjualan (marketing sales). Head of Investor Relations SSIA Erlin Budiman menyatakan, tahun ini SSIA menargetkan recurring income tumbuh 10 persen dari target tahun lalu. Tapi, dia masih enggan menjabarkan pencapaian 2018 lalu. Memang, belum ada angka pasti untuk target pendapatan berulang ini.
"Tetapi, komposisi kontribusi tidak banyak berbeda dari hasil sembilan bulan pertama 2018, yaitu sekitar 20 persen dari total revenue," papar Erlin seperti dikutip Kontan.
Emiten pengelola kawasan industri ini belum merilis laporan keuangan resmi. Tetapi, sebagai gambaran, perusahaan ini menargetkan kenaikan pendapatan 10 persen dari 2017 menjadi Rp3,59 triliun. Sementara di 2019, target pertumbuhan pendapatan 15 persen Bila dihitung, maka pendapatan SSIA ditargetkan mencapai Rp 4,13 triliun.
PT Garuda Metalindo Tbk (BOLT)
Emiten komponen otomotif ini menargetkan kenaikan laba bersih pada kisaran 15 persen—20 persen pada tahun ini, dengan didukung pertumbuhan pasar domestik dan internasional perseroan. Direktur Keuangan Garuda Metalindo Anthony Wijaya menyampaikan bahwa perseroan mengejar target tersebut melalui ekspansi pasar di dalam negeri sekaligus memperkuat penetrasi di luar negeri sehingga penjualan ekspor ikut bertumbuh.
“Sumber pertumbuhan kami dari tiga hal, yaitu penambahan volume produk regular ke pelanggan existing, penambahan parts baru untuk pelanggan yang sudah ada dan pelanggan baru, serta penambahan parts untuk pelanggan lama dan baru di pasar ekspor,” ungkap Anthony seperti dikutip Bisnis Indonesia. (hm)