Bareksa.com - Berikut ini adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal, dan aksi korporasi yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Senin, 7 Januari 2019 :
PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI)
Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap perseroan yang diajukan Dana Pensiun Mitra Krakatau di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat berakhir damai. Kuasa hukum Dapen Mitra Krakatau Surya Simatupang mengatakan, agenda persidangan permohonan PKPU dari pihaknya terhadap emiten berkode TAXI tersebut tidak akan dilanjutkan lagi oleh pengadilan. Pasalnya, antara kreditur dan debitur telah mencapai kesepakatan di luar pengadilan.
“[Permohonan PKPU] sudah dicabut, ya. Alasan kenapa dicabut saya tidak bisa berkomentar banyak. Permohonan dicabut pada 2 Januari 2019 lalu, tidak jadi sidang putusan,” kata Surya seperti dikutip Bisnis Indonesia.
Menurut jadwal, putusan seharusnya dibacakan pada hari ini. Sementara itu, kuasa hukum TAXI Aji Wijaya mengatakan dirinya tidak mengetahui alasan dicabutnya permohonan PKPU oleh kreditur Dapen Mitra Krakatau.
“Permohonan dicabut oleh Dapen [Mitra Krakatau]. Klien kami tunduk dan taat kepada apa yang telah diputuskan oleh RUPO [Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO] dan saya tidak tahu persis alasan pencabutannya,” kata pengacara dari Aji Wijaya & Co Attorneys & Counsellors At Law ini
PT Astra International Tbk (ASII)
Perseroan tidak akan menanamkan modal dengan nilai besar di tahun ini. Karena alasan tersebut, Astra menganggarkan belanja modal alias capital expenditure (capex) lebih kecil ketimbang 2018.
Pada tahun ini, Astra International akan mengembangkan portofolio bisnis yang sudah ada. Head of Investor Relations ASII Tira Ardianti menyebutkan, ada kemungkinan Astra mencari bisnis baru, asal skala bisnisnya menarik. Astra berniat mencari bisnis yang dapat menciptakan nilai tambah.
"Jika kami masuk ke suatu bisnis, apalagi jika joint venture, maka harus secara budaya bisa menciptakan sinergi," jelas dia seperti dikutip Kontan.
Namun Tira belum memaparkan lebih detail soal rencana investasi di tahun ini.Head Corporate Communication Astra International Boy Kelana Soebroto menambahkan dalam melakukan ekspansi, Astra selalu melihat potensi dari kelas menengah di Indonesia, yang diperkirakan berpotensi menjadi penopang pertumbuhan Indonesia ke depan.
Merger Bank
Tahun 2019 bakal menjadi era konsolidasi perbankan. Setidaknya ada empat bank kecil telah mendapat restu dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan penggabungan alias merger.
Sebut saja penggabungan antara PT Bank Dinar Indonesia Tbk dengan PT Bank Oke Indonesia yang kini sedang menjalani proses perizinan regulator. Direktur Utama Bank Dinar Hendra Lie menuturkan pasca akuisisi APRO Financial Co.Ltd selesai pada 25 Oktober lalu, aksi korporasi ini diproyeksi dapat rampung pada awal Mei 2010.
Awalnya, rencana merger ini ditargetkan rampung pada tahun 2018 lalu. Namun, lantaran banyak proses perizinan yang harus disiapkan, aksi ini terpaksa mundur ke tahun 2019.
"Karena kami perusahaan terbuka, harus izin ke OJK pasar modal dan nanti ke OJK perbankan untuk keperluan merger," kata Hendra seperti dikutip Kontan.
PT Ciputra Development Tbk (CTRA)
Perseroan memproyeksikan kondisi pasar properti nasional tahun ini tidak akan berbeda jauh dengan tahun 2018. Meski begitu, mereka tetap mengalokasikan dana belanja modal alias capital expenditure (capex) lebih tinggi ketimbang tahun lalu.
Ciputra Development menyiapkan capex 2019 mencapai Rp2,5 triliun. Anggaran belanja tersebut 38,89 persen lebih banyak ketimbang alokasi capex tahun lalu yang mencapai Rp1,8 triliun. Sumber pemenuhan capex Ciputra Development berasal dari kas internal dan pinjaman pihak ketiga.
Namun, perusahaan berkode saham CTRA di Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut tidak memerinci komposisinya. Kalau mengintip laporan keuangan periode 30 September 2018, Ciputra Development masih memiliki kas setara kas sebesar Rp2,85 triliun.
Duit lancar tersebut menyusut hampir 1,5 kali lipat dalam periode year to date (ytd) atau akhir tahun 2017 yang tercatat Rp4,27 triliun.
PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON)
WTON mengantongi kontrak baru Rp7,7 triliun sepanjang tahun lalu atau sedikit di atas target kontrak baru yang dibidik pada 2018 sebesar Rp7,5 triliun.
Yuherni Sisdwi, Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya Beton, mengatakan realisasi tersebut sekitar 3 persen di atas target emiten berkode saham WTON itu. Dibandingkan dengan raihan 2017, realisasi kontrak baru WTON pada 2018 meningkat 8,45 persen secara tahunan.
Mengutip Bisnis Indonesia, realisasi kontrak baru WTON pada 2017 juga melampaui target yang dipatok perseroan. Tercatat, anak usaha PT Wijaya Karya (Persero) tbk. itu menghimpun kontrak baru senilai Rp7,1 triliun atau lebih tinggi dari nilai yang diincar, yakni sebesar Rp6,3 triliun.
Pada tahun ini, WTON membidik pertumbuhan kontrak baru 20 persen secara tahunan. Proyeksi itu sejalan dengan target yang dipasang Asosiasi Perusahaan Pracetak dan Prategang Indonesia.
PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA)
Emiten pengembangan kawasan industri ini memproyeksikan penjualan lahan industri pada tahun ini berpotensi mencapai dua kali lipat dari realisasi pada 2018. Head of Investor Relation Surya Semesta Internusa Erlin Budiman mengatakan penjualan lahan industri hingga akhir 2018 mencapai 8,3 hektare (ha) atau naik 2,1 ha dari posisi akhir 2017.Dia optimistis, penjualan pada tahun politik akan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu.
“Kami perkirakan ada kenaikan maksimum ke double dari tahun sebelumnya, karena inquiry mengalami peningkatan,” katanya seperti dikutip Bisnis Indonesia.
Hingga akhir 2018, emiten berkode saham SSIA itu mencatat total inquiry yang masuk telah mencapai 30 hektare. Banyaknya inquiry yang masuk membuat emiten kawasan industri konsisten menjaga dan menambah luas lahan.
(AM)