Bareksa.com - Reksadana memang salah satu investasi yang cukup banyak digemari saat ini dikarenakan berbagai keuntungan dan kemudahan yang ada di dalamnya. Tetapi seiring dengan potensi keuntungannya, apakah Anda tahu risiko apa saja yang kemungkinan Anda hadapi? Apakah mungkin uang di investasi reksadana bisa hilang sampai Rp0?
Reksadana memang memiliki beberapa risiko kerugian yang harus investor hadapi. Risiko yang pertama adalah risiko pasar, risiko ini dijumpai sebagai risiko turunnya Nilai Aktiva Bersih per Unit Penyertaan (NAB/UP) reksadana.
Penurunan harga NAB/UP ini tidak bersifat permanen, suatu waktu harga NAB/UP ini akan naik atau juga bisa turun. Risiko ini tidak dapat dihindari dan pasti akan selalu dialami oleh setiap investor, karena berkaitan dengan dinamika harga aset yang terdapat dalam portofolio reksadana yang bersangkutan.
Risiko yang kedua adalah risiko wanprestasi atau default risk, risiko ini disebabkan karena terjadinya gagal bayarnya obligasi perusahaan yang menjadi tujuan investasi reksadana tersebut. Jika terjadi kegagalan pembayaran obligasi dari suatu perusahaan, maka NAB/UP reksadana bisa turun drastis dan tidak naik lagi.
Risiko yang ketiga adalah risiko likuiditas, risiko ini akan dihadapi investor jika manajer investasi Anda menginvestasikan uang Anda pada saham maupun obligasi yang tidak likuid atau jarang diperdagangkan sehingga menyebabkan sulit untuk dicairkan.
Ketika Anda ingin meminta reksadana Anda dicairkan, manajer investasi Anda bisa terlambat mencairkan reksadana Anda, atau bahkan Anda mungkin tidak akan menerima hasil pencairan reksadana Anda.
Risiko keempat adalah risiko perubahan peraturan, risiko ini merupakan risiko turunnya NAB/UP reksadana yang disebabkan perubahan peraturan terkait pengelolaan reksadana dan peraturan yang berdampak negatif terhadap emiten saham dan obligasi yang menjadi tujuan investasi reksadana tersebut.
Itulah beberapa risiko yang terdapat dalam investasi reksadana. Lantas, apakah bisa uang yang diinvestasikan di reksadana hilang sampai Rp0?
Sekadar informasi, investasi reksadana ini pengelolaannya sudah diatur dan diawasi oleh pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pengelolaan reksadana ini sendiri dapat dilihat pada peraturan OJK nomor 23 tahun 2016 tentang Reksadana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif. Di dalam peraturan tersebut, dijelaskan tentang pembubaran dan likuidasi reksadana.
Peraturan tersebut menyatakan bahwa terdapat ketentuan minimal dana kelolaan atau asset under management (AUM) dari suatu reksadana yakni sebesar Rp10 miliar.
Lebih lanjut, apabila dalam kurun waktu 120 hari bursa secara berturut-turut dana kelolaan reksadana tidak sampai Rp10 miliar, maka reksadana tersebut wajib dibubarkan.
Arti dari pembubaran reksadana yang dimaksud dalam peraturan OJK tersebut adalah aset di dalamnya harus segera dilikuidasi (dicairkan), yang nantinya akan dibagikan kepada pemegang unit penyertaan reksadana (investor) secara proporsional dari Nilai Aktiva Bersih (NAB) pada saat likuidasi selesai dilakukan.
Menurut peraturan tersebut, investor sendiri akan menerima hasil likuidasi reksadana paling lambat tujuh hari bursa (T+7) sejak likuidasi reksadana selesai.
Sebelum dibubarkannya reksadana tersebut, manajer investasi selaku pengelola investasi wajib mengumumkannya kepada para investor setidaknya melalui satu media surat kabar harian nasional, paling lambat dua hari sejak berakhirnya jangka waktu batas minimal dana kelolaan.
Informasi tentang pembubaran dan likuidasi reksadana ini juga sebenarnya sudah tercantum pada prospektus reksadana yang menjadi salah satu dokumen pedoman pertimbangan investor sebelum membeli reksadana.
Dengan dibuatkannya peraturan tersebut dan juga pengawasan yang dilakukan oleh OJK, reksadana menjadi salah satu produk investasi yang resmi dan juga memiliki legalitas hukum yang jelas. Selain itu, risiko Anda untuk kehilangan uang hingga Rp0 dapat dikatakan tidak akan terjadi karena aturan yang telah dibuat oleh OJK seperti yang tersebut di atas.
Kemudian di sisi lain, dana yang terdapat dalam reksadana secara aman disimpan di Bank Kustodian atau bank umum yang mendapatkan izin untuk melakukan fungsi kustodian (penyimpanan) dari OJK sendiri.
Oleh sebab itu, investor tidak perlu lagi khawatir jika uangnya akan disalahgunakan atau dibawa kabur oleh perusahaan pengelola investasi (manajer investasi) atau Agen Penjual Reksadana (APERD) tempat kita membeli reksadana. Sebab, baik produk maupun pihak yang menanganinya sudah pasti diawasi dan diatur oleh OJK.
Sebelum berinvestasi, ketahuilah dulu tujuan keuangan dan profil risiko untuk mendapatkan kenyamanan dalam memilih produk dan hasil yang maksimal.
(KA01/hm)
***
Ingin berinvestasi di reksadana?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.