Bareksa.com - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis laporan defisit pada neraca dagang pada Oktober 2018, yang melampaui perkiraan konsensus analis. Peningkatan impor minyak dan gas, yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekspor menjadikan defisit neraca dagang Indonesia semakin melebar.
BPS melaporkan defisit neraca dagang pada Oktober 2018 mencapai US$1,82 miliar. Sebelumnya, konsensus analis memperkirakan neraca perdagangan Oktober 2018 defisit tipis di US$170 juta.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan ekspor tumbuh tipis tetapi impor pertumbuhannya lebih cepat. Selama Oktober 2018 ekspor tercatat US$ 15,80 miliar sedangkan impor US$ 17,62 miliar. "Karena ada peningkatan impor minyak mentah, hasil minyak dan gas," kata Suhariyanto.
Suhariyanto mengatakan ada empat komoditas yang mengalami peningkatan harga dari September 2018 ke Oktober 2018. Empat komoditas tersebut yaitu, tembaga, perak, seng, dan emas. Sementara komoditas non migas yang turun antara lain minyak kernel, batu bara, dan minyak sawit.
Tabel : Perkembangan Nilai Impor (Juta US$)
Sumber : BPS
Defisit migas Indonesia per kuartal III-2018 mencapai US$10,73 miliar atau setara Rp158 triliun (kurs Rp14.765 per dolar AS). Angka ini melonjak 62,822 persen jika dibandingkan angka pada periode sama tahun 2017 saat defisit migas hanya tercatat sebesar US$6,59 miliar.
Tingginya defisit karena impor migas yang melonjak 27,7 persen ke US$24,96 miliar di 2018 dari US$19,5 miliar di 2017, keduanya untuk periode sama yakni hingga kuartal III-2018.
Sementara ekspor migas hanya naik 10 persen ke US$14,2 miliar di 2018 dari US$12,9 miliar di 2017.
Adapun hingga Oktober 2018, impor migas secara keseluruhan mencapai US$24,96 miliar dengan rincian impor minyak mentah US$7,8 miliar, hasil minyak atau BBM US$14,5 miliar, dan gas US$2,5 miliar.