Bareksa.com - Berikut ini adalah intisari perkembangan penting di pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Senin, 12 November 2018 :
Inflasi
Bank Indonesia (BI) memangkas proyeksi inflasi tahun ini dari 3,4 persen menjadi 3,2 persen year on year (yoy). Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi selama tiga tahun terakhir yang setinggi 3,32 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan perkiraan itu didasari perkembangan inflasi hingga saat ini. Dari hasil survei pemantauan harga hingga pekan pertama November, inflasi bulan ini diperkirakan mencapai 0,16 persen sehingga Januari-November 2018 akan mencapai 2,39 persen dan inflasi tahunan November akan mencapai 3,12 persen.
Ia menyebut harga beberapa komoditas menjadi penyumbang inflasi, seperti bawang merah, beras, bensin, hingga emas. Sementara ayam ras dan sayur-sayuran masih menjadi penyumbang deflasi. Dengan perkiraan inflasi yang lebih rendah dari sebelumnya, Bank Sentral melihat inflasi tahun depan akan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.
"Di 2019 perkirakan inflasi semula 3,6 persen kemungkinan bisa sekitar 3,5 persen," katanya.
PT Indosat Tbk (ISAT)
Perseroan optimistis kinerja pada tahun depan lebih kompetitif, sebagai dampak dari upaya perusahaan operator itu menggenjot penguatan jaringan.
Presiden Direktur & CEO Indosat Chris Kanter menyampaikan setelah dirinya menjabat sejak bulan lalu, perseroan akan memaksimalkan penguatan jaringan 4G. Selama ini, ekspansi Indosat disebut-sebut paling lambat dibandingkan operator lainnya.
“Sekarang ini kami fokuskan dulu pada overlay 4G sehingga tahun depan kami sudah mulai achieve baik dari sisi kinerja keuangan maupun ARPU [pendapatan rata-rata per pelanggan]. Pada 2019 seharusnya sudah membaik,” kata Chris seperti dikutip Bisnis Indonesia.
PT Campina Ice Cream Industry Tbk (CAMP)
Perseroan percaya diri mematok target pertumbuhan penjualan sebesar 10 persen pada 2019. Menurut catatan internal Campina, rata-rata konsumsi es krim nasional masih kecil. Bahkan kalau dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, masyarakat Indonesia mengonsumsi lebih sedikit es krim.
Adapun Campina berupaya mengulik peluang pasar di kota lapis kedua atawa secondary market. Maklumlah, persaingan di area tersebut belum seketat di kota-kota besar.
"Hari ini kami baru saja masuk ke Manokwari, tahun depan mungkin menyusul kota seperti Ternate dan Pangkalan Bun," ungkap Direktur Marketing Campina Adji Andjono seperti dikutip Kontan.
Selain jeli melihat pasar, tahun depan Campina akan lebih aktif menancapkan merek kepada konsumen. Target perusahaan yang tercatat dengan kode saham CAMP di Bursa Efek Indonesia ini adalah menonjolkan Campina sebagai produk es krim asli dari Indonesia. Strategi itu penting untuk menumbuhkan keterikatan masyarakat dengan merek Campina.
PT Toba Bara Sejahtra Tbk (TOBA)
Konsentrasi manajemen tercurah pada aktivitas penambangan batu bara. Hingga akhir tahun 2018 nanti, mereka masih berharap bisa menambang 5 - 6 juta ton ton batu bara. Sementara hingga September tahun ini, Toba Bara baru mengeduk sekitar 4 juta ton batu bara.
"Kami selalu berupaya secara optimal untuk bisa mencapai target yang telah ditetapkan," ujar Elizabeth Novi Sagita Aruan, Sekretaris Perusahaan Toba Bara seperti dikutip Kontan.
Sejauh ini, Toba Bara mengandalkan produksi batu bara dari tiga anak perusahaan. Ketiganya adalah PT Trisensa Mineral Utama, PT Indomining dan PT Adimitra Baratama Nusantara. Lokasi pertambangan batu bara tiga anak usaha itu berada di Sangasanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
PT Bank Mayora
PT Bank Mayora yang mengurungkan niat IPO setelah sebelumnya direncanakan berlangsung pada tahun 2019. Direktur Utama Bank Mayora Irfanto Oeij menyebutkan, keputusan tersebut diambil lantaran pihaknya ingin menilai lebih dulu potensi perkembangan ekonomi di tahun politik mendatang.
"Rencana IPO Bank Mayora kami tunda lagi. Kondisi tahun depan ada Pemilu dan pelaku ekonomi masih wait and see, rencana untuk IPO saya undur ke tahun 2021," ujarnya seperti dikutip Kontan.
Saat ini, Bank Mayora akan terus memperbaiki catatan kinerja agar lebih menarik di pasar.
PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR)
Emiten perkebunan ini membukukan pertumbuhan penjualan biodiesel 50 persen dalam periode 9 bulan pertama 2018. Namun, faktor itu belum bisa menahan penurunan laba bersih akibat tekanan kurs dan lesunya harga CPO.
Seperti dikutip Binis Indonesia, Head of Investor Relations Sinar Mas Agro Pinta Sari Chandra menyebutkan, penjualan biodiesel perseroan pada periode Januari - September 2018 meningkat cukup signifikan di atas 50 persen year-on-year (yoy).
Pada periode Mei - Desember 2018, SMAR mendapatkan alokasi 220.000 kiloliter. Adapun, penjualan biodiesel pada kuartal IV 2018 bergantung pada alokasi yang ditetapkan pemerintah dan penyerapan ekspor.
(AM)