Bareksa.com - Sudah empat tahun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengemban tugasnya sebagai pemimpin Negara Republik Indonesia. Pemerintahan tersebut telah berlangsung empat tahun tepat pada Sabtu, 20 Oktober 2018 lalu.
Dalam masa pemerintahan, stabilitas kondisi perekonomian menjadi salah satu kunci pembangunan manusia unggul. Untuk itu, pemerintah menjaga dan mendorong perekonomian nasional serta meningkatkan daya saing nasional melalui terobosan-terobosan di berbagai bidang.
Namun, dalam beberapa tahun belakangan, khususnya di tahun 2018, gejolak perekonomian yang dihadapi dunia juga tentunya berdampak pada kondisi ekonomi yang ada di Indonesia.
Beberapa kondisi ekonomi yang memburuk setahun belakang di antaranya, memanasnya perang dagang China dengan Amerika Serikat, gejolak harga minyak seiring memanasnya kondisi geopolitik Timur Tengah, hingga ancaman sanksi ekonomi baru AS atas Iran. Kemudian pengetatan kebijakan moneter Bank Sentral AS dengan menaikkan Fed Funds Rate secara bertahap.
Sentimen negatif lainnya adalah tren penguatan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mayoritas mata uang negara-negara di dunia, utamanya negara berkembang, termasuk rupiah. Bahkan, rupiah melampaui batas level psikologis Rp15.000 per dolar AS.
Kendati menghadapi ketidakpastian global, dengan kerja keras dan kebijakan yang konsisten, indikator makro ekonomi tetap terjaga dan terus menunjukkan peningkatan ke arah yang lebih baik.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia stabil
Pertumbuhan ekonomi stabil pada kisaran 5 persen dan terus meningkat di tahun sebelumnya. Meskipun sempat mengalami penurunan 4,88 persen di tahun 2015, peningkatan ekonomi naik di tahun 2016 dan terus naik hingga tahun ini semester I 2018 sebesar 5,17 persen.
Dalam rangka untuk mengevaluasi kinerja yang sudah dilakukan selama empat tahun itu, para Menteri Kabinet Kerja juga memberikan penjelasan terkait pembangunan ekonomi dan daya saing di Ruang Serbaguna Kementerian Sekertariat Negara, hari ini, Selasa,23 Oktober 2018.
“Selama empat tahun pemerintahan Jokowi-JK ini fundamental ekonomi makro Indonesia sehat dan kuat,” kata Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution melalui siaran pers dalam acara Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 Edisi 4 Tahun Kerja Pemerintahan di Auditorium Gedung 3 Kementerian Sekertariat Negara, Jakarta.
Darmin menyatakan pertumbuhan ekonomi yang dialami terhitung dari tahun 2014-2017 tetap ada tantangannya. Peningkatan ekonomi tersebeut terus meningkat namun pelan-pelan.
“Sekarang sampai semester I, pertumbuhan 5,17 persen. Dalam situasi ekonomi dunia yang sedang terganggu dan gejolak, maka dapat diakui bahwa perekonomian kita membaik,” katanya.
Sumber :Badan Pusat Statistik, Kemenko Perekonomian
Selain itu, angka pengangguran juga terus menurun mencapai 5,13 persen dibarengi dengan peningkatan kesempatan kerja. Tingkat inflasi pada kisaran 3 persen yang menjaga daya beli masyarakat dan memberi ruang bagi dunia usaha. Untuk pertama kalinya, angka kemiskinan juga menurun pada level satu digit 9,82 persen serta rasio Gini di level 0,389.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko juga mengatakan angka kemiskinan menurun dari 10,96 persen di 2014, kemudian pada Maret 2018 berada di angka 9,82 persen.
"Penurunan rasio gini tercatat 0,389 di Maret 2018, dari semula 0,414 persen di 2014," ungkapnya.
Menurut Moeldoko, angka pengangguran juga turun menjadi 5,13 persen hingga Februari 2018. Seiring itu, dalam empat tahun pemerintahan Jokowi-JK telah terserap 8,7 juta orang dalam lapangan kerja.
Dia mengklaim keuangan negara dikelola dengan hati-hati. Defisit APBN dijaga di bawah 3 persen dari PDB. Utang pemerintah dikelola untuk mendukung pembangunan program-program prioritas dan sektor produktif.
Bersama otoritas moneter, kata dia, pemerintah mengambil langkah-langkah strategis terutama dalam menjaga nilai tukar rupiah dan mengatasi defisit neraca transaksi berjalan.
Sumber : Kementerian Keuangan
Selanjutnya Menko Darmin menilai kinerja fiskal jelas makin menguat. “Memang sempat 2-3 tahun lalu ada kelemahan, terutama kegiatan ekonomi sektor riil. Kita terus membangun infrastruktur. Ada banyak mengkritik utang jaman pemerintahan ini angkanya tinggi. Tapi kini dibarengi pertumbuhan ekonomi yang stabil,” jelasnya.
Realisasi investasi di Indonesia
Sementara itu, kinerja pemerintahan empat tahun Jokowi- JK yang disoroti adalah mengenai efisiensi regulasi. Efisiensi regulasi merupakan salah satu kunci utama akselerasi pembangunan ekonomi. Regulasi yang baik memberikan ruang luas bagi investasi dan dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan.
Realisasi investasi pada Semester I 2018 mencapai Rp361 triliun atau 47,2 persen dari target di tahun 2018.
Faktor global berdampak pada sedikit penurunan PMA (penanaman modal asing), tetapi porsi investasi dalam negeri meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Peran domestik pun semakin kuat.
Sumber :BKPM
Sejak 2017, Indonesia sudah dikategorikan sebagai negara dengan peringkat layak investasi oleh tiga lembaga pemeringkat internasional terkemuka.
Status ini menjadi indikasi, Indonesia lebih dipercaya oleh investor internasional.
Sumber : Moody's, Fitch, Standard & Poor's, Bank Dunia
Neraca APBN dalam Kondisi Aman, Kredibel dan Sehat
Hal yang disoroti lainnya, menurut catat Kementerian Keuangan, ialah defisit APBN menurun setiap tahun, dari 2,3 persen terhadap PDB pada 2014 menuju kisaran 2,1 persen tahun 2018 (outlook).
Bahkan dalam RAPBN 2019, pemerintah mengusulkan defisit di bawah 2 persen terhadap PDB. Hal ini menunjukkan komitmen untuk menjaga sustainabilitas APBN dan kebijakan fiskal sebagai bantalan menghadapi kondisi ekonomi dunia yang penuh ketidakpastian.
Selain itu, defisit keseimbangan primer diturunkan hingga mendekati Rp0 pada 2019. Penurunan defisit APBN diikuti dengan penurunan defisit keseimbangan primer.
Tren penurunan tersebut terjadi sejak tahun 2014 yaitu dari Rp93,3 triliun (0,92 persen terhadap PDB) menjadi Rp64,8 triliun (0,44 persen terhadap PDB). Penurunan defisit keseimbangan primer menunjukkan kemampuan membayar bunga utang dari sumber pendapatan negara (pajak dan PNBP) meningkat.
Kontribusi penerimaan perpajakan meningkat Kontribusi penerimaan perpajakan meningkat signifikan dari 74 persen dari total pendapatan negara pada 2014 menjadi kisaran 81 persen di tahun 2018. Hal ini didukung reformasi perpajakan, peningkatan pelayanan dan kepatuhan, serta utilisasi teknologi informasi.
Sejalan dengan meningkatnya kontribusi penerimaan perpajakan dan komitmen untuk mendukung kemandirian APBN, menurut Kemenkeu, pertumbuhan pembiayaan utang juga semakin menurun.
Pada 2018 pembiayaan utang tumbuh negatif 9,7 persen dibandingkan 2014 yang tumbuh positif 14,6 persen. Kondisi tersebut diikuti dengan penurunan penerbitan SBN (netto), dan tumbuh negatif 12,2 persen pada 2018. Hal ini jauh lebih rendah dari pertumbuhan penerbitan SBN (netto) pada 2014 yang tumbuh positif 17,8 persen.
Sumber : Kemenkeu
(AM)