Bareksa.com – Status penghentian sementara (suspensi) perdagangan bagi suatu saham belum tentu membuat saham tersebut tidak lagi bergerak liar. Seperti yang terjadi pada saham PT Super Energy Tbk (SURE).
Saham perusahaan yang baru melantai pada 5 Oktober 2018 itu terus bergerak naik dari harga perdana Rp155 menjadi Rp970 per 15 Oktober 2018 atau dalam 7 hari perdagangan. Total kenaikan harga saat itu mencapai 525,8 persen.
Sebelum naik hingga lebihdari 500 persen itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah memberikan warning dengan menyematkan status unusual market activity (UMA) pada 12 Oktober 2018. Hingga pada akhirnya BEI harus menghentikan sementara perdagangan saham SURE pada 16 Oktober 2018.
Namun merasa cukup atas penjelasan manajemen Super Energy, BEI tak butuh waktu lama untuk membuka kembali perdagangan saham SURE. Ternyata, pembukaan suspensi itu justru membuat saham SURE bergerak semakin liar.
Pada perdagangan 17 dan 18 Oktober 2018, saham SURE kembali mencatat kenaikan hingga mencapai Rp1.510 yang artinya telah naik 874,19 persen dari harga perdananya Rp155.
Bursa pun kembali bertindak dengan menghentikan sementara (suspensi ) untuk yang kedua kalinya bagi saham perusahaan perdagangan minyak dan gas bumi ini.
Pergerakkan Saham SURE Sejak IPO 5 Oktober 2018 – 18 Oktober 2018
Sumber: Bareksa.com
Yang jadi pertanyaan, mengapa investor begitu ramai mentransaksikan saham SURE? Apa sebenarnya kegiatan usaha Super Energy dan siapa saja pemegang sahamnya?
Mengutip prospektus perseroan, Super Energy melepas 240 juta saham biasa atau 16,03 persen dari jumlah modal disetor setelah IPO dan konversi mandatory convertible bond (MCB). Bersamaan dengan IPO, perseroan menerbitkan saham baru dalam rangka konversi MCB senilai Rp46,12 miliar.
Dalam aksi ini, perseroan menunjuk PT Jasa Utama Capital Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi dibantu oleh PT Erdhika Elit Sekuritas, PT Ekuator Swarna Sekuritas, dan PT Panin Sekuritas Tbk sebagai penjamin emisi efek.
Profil Super Energy
Berdasarkan prospektur perseroan, kegiatan usaha yang dilakukan oleh Super Energy saat ini adalah pengolahan gas suar dan penjualan hasil pengolahan gas suar, distribusi dan penjualan CNG melalui entitas anak. Pembentukan Super Energy berlangsung pada tahun 2011 dengan menjalankan usaha dibidang energy dan memiliki dua entitas anak yakni PT Gasuma Federal Indonesia (GFI) dan PT Bahtera Abadi Gas (BAG).
Perseroan mengaku, merupakan pioneer di Indonesia dalam pemanfaatan gas suar di industri hilir, memiliki kapasitas dan jangkauan distribusi CNG di Jawa Tengah dan Timur, serta memberikan jasa yang terintegrasi.
Sebelum IPO, Super Energy memiliki dua pemegang saham. Yakni PT Super Capital Indonesia dan PT Superstrada Indonesia. Sementara setelah IPO dan koversi MCB, pemegang saham perseroan bertambah dengan masuknya Asian Global Energy Pte Ltd (AGE) dan masyarakat.
Sementara itu, hingga 31 Maret 2018, perseroan mencatat pendapatan Rp63,21 miliar atau turun 17,92 persen dari periode sama tahun 2017 Rp77,01 miliar. Meski begitu, kerugian perseroan juga ikut turun dari Rp14,7 miliar menjadi Rp11,03 miliar.
(AM)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.