Bareksa.com - PT Asuransi Jiwasraya (Persero) kini menjadi pusat perhatian. Hal itu lantaran adanya keterlambatan pembayaran polis asuransi JS Proteksi Plan milik perseroan yang jatuh tempo pada Oktober 2018.
Dikabarkan, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menyatakan keterlambatan pembayaran polisnya kepada sejumlah mitra bancassurance. Hal itu dilayangkan dalam surat pada 10 Oktober 2018. Nilainya diperkirakan Rp802 miliar.
Apakah Jiwasraya Terbilang Agresif di Instrumen Reksadana?
Menurut pengamat asuransi, terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab utama kasus keterlambatan pembayaran polis asuransi JS Proteksi Plan milik PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang jatuh tempo pada Oktober 2018.
Hal itu antara lain terjadinya terlalu agresifnya perseroan dalam investasi. Jiwasraya tercatat berinvestasi pada berbagai instrumen pasar modal seperti saham, reksadana, obligasi, dan surat utang negara (SUN) untuk membayar manfaat polis yang jatuh tempo.
Nilai dan Alokasi Investasi di Reksadana Beberapa Asuransi (2017/Rp Triliun)
Sumber : Laporan Keuangan Perusahaan, diolah Bareksa
Pada 2017, jumlah dana kelolaan beberapa asuransi di Indonesia bervariasi, mulai dari Rp27,6 triliun hingga Rp73,3 triliun.
Dari dana tersebut, penempatan investasi pada instrumen reksadana juga bervariasi. Menariknya penempatan investasi Jiwasraya di reksadana merupakan yang terbesar, yakni Rp19,1 triliun.
Begitupun dari sisi persentase, dimana Jiwasraya mempunyai exposure yang paling besar jika dibanding asuransi lain yang sejenis.
Persentase Investasi di Reksadana terhadap Total Investasi Perusahaan Asuransi (2017)
Sumber : Laporan Keuangan Perusahaan, diolah Bareksa
Mengutip Kontan, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengatakan masalah yang dihadapi Jiwasraya lantaran adanya faktor eksternal yang mempengaruhi pasar modal.
“Kondisi pasar modal berjalan tidak normal, volatility cenderung tinggi selain karena terpengaruh perang dagang, juga tren pelemahan rupiah yang terjadi. Jadi bukan masalah besar karena Manajemen Jiwasraya sudah mengatakan mereka memiliki produk portofolio saham dan reksadana,” Ujarnya.
Togar beranggapan bahwa permasalahan tersebut sebenarnya dapat segera diselesaikan namun terganjal regulasi.
“Hanya karena Jiwasraya merupakan perusahaan BUMN, ada aturan kementerian yang tidak memperbolehkan perusahaan BUMN menjual saham di bawah harga beli saham tersebut. Karena selisih harga jual dan beli saham kemudian dianggap sebagai kerugian negara,” jelasnya.
Meski menurutnya regulasi tersebut jadi langkah preventif adanya kerugian yang bakal ditanggung negara, namun ia beranggapan perlu adanya hal-hal yang menjadi pengecualian.
“Saya rasa perlu ditambahkan pengecualian dalam regulasi ini jika memang perusahaan BUMN terkendala kondisi pasar modal seperti sekarang ini, setidaknya mereka bisa menjual saham meski di bawah harga beli,” ungkapnya.
(AM)