Bareksa.com - Berikut ini adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal, dan aksi korporasi yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Senin, 24 September 2018 :
PPh Bunga Obligasi
Rencana pemangkasan pajak atas bunga obligasi pemerintah, kembali mencuat. Kini, Kementerian Keuangan (Kemkeu) tengah merumuskan kebijakan baru atas pajak penghasilan (PPh) final bunga obligasi pemerintah. Sebab, pajak bunga obligasi ikut menaikkan permintaan imbal hasil atau yield dalam lelang obligasi negara.
Saat ini, yield obligasi negara telah melebihi 8 persen seiring dengan peningkatan risiko. Jika yield naik, beban bunga utang pemerintah lebih tinggi, meski negara mendapat penerimaan.
Harapannya, jika pajak penghasilan bunga obligasi diturunkan, yield obligasi menjadi lebih rendah. Kajian ini sebenarnya telah dilakukan sejak 2016. Saat itu pemerintah berniat menetapkan PPh atas bunga obligasi pemerintah menjadi 0 persen melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP). Namun, kajian tersebut tak jelas kelanjutannya sampai saat ini.
Direktur Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemkeu Scenaider Siahaan mengatakan arah kebijakan ini bisa jadi membuat PPh bunga obligasi pemerintah menjadi 0 persen, sebagaimana kajian tahun 2016.
"Iya. Semua masih dalam kajian dan diskusi. Belum final," ujarnya seperti dikutip Kontan.
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA)
Perseroan melanjutkan perburuan kontrak baru untuk memenuhi target akhir tahun nanti. Selain kontrak pekerjaan sektor infrastruktur, perusahaan pelat merah itu juga mengulik peluang dari jasa engineering, procurement and construction (EPC).
Sasarannya adalah proyek pabrik industri dan energi. Hingga September, Wijaya Karya masih memegang target pekerjaan EPC Rp7,67 triliun untuk periode sepanjang tahun 2018.
Meskipun, per Agustus mereka baru mengantongi kontrak EPC Rp725,59 miliar. Target pekerjaan EPC tadi sekitar 13,19 persen terhadap total target kontrak baru tahun 2018. Pasalnya, tahun ini perusahaan berkode saham WIKA di Bursa Efek Indonesia itu mengincar kontrak baru senilai Rp 58triliun.
Manajemen Wijaya Karya menyatakan, saat ini perusahaan tersebut tengah mengerjakan beberapa proyek EPC yang tergolong strategis. "Ada beberapa proyek EPC strategis yang kami kerjakan saat ini," ujar Direktur Wika Bambang Pramujo seperti dikutip Kontan.
PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA)
Fase pencarian dana besar-besaran untuk ekspansi perseroan telah berakhir. Sekarang, saatnya mulai memetik hasil awal dari ekspansi tersebut. Direktur TPIA Suryandi menjelaskan, perusahaan ini selalu memakai basis pertumbuhan ekonomi untuk menghitung pertumbuhan pendapatan dari segmen produk polietilena dan polipropilena. Asumsinya, perekonomian tumbuh sekitar 5 persen tahun depan.
"Maka pertumbuhan keduanya sekitar 7 persen hingga 8 persen," ujar Suryandi seperti dikutip Kontan.
Asal tahu saja, polietilena dan polipropilena merupakan bahan baku di industri plastik. Keduanya merupakan produk utama TPIA. Hal itu tercermin dari dominasi kedua produk tersebut terhadap total pendapatan penjualan perusahaan di pasar domestik.
Di semester I 2018, pendapatan dua produk ini tercatat US$572,16 juta, atau setara 59 persen dari total pendapatan US$968,91 juta.
PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA)
Perseroan dinyatakan tidak terbukti melanggar Pasal 29 Undang-Undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat. Dalam pemeriksaan sebelumnya, emiten distribusi telepon seluler dan gawai ini diduga melakukan keterlambatan pemberitahuan akuisisi saham PT Axioo International Indonesia.
Namun, dalam persidangan dengan agenda putusan pengujung pada pekan lalu, majelis komisi yang terdiri dari Kurnia Toha, Guntur Syahputra Saragih serta Yudi Hidayat memutuskan bahwa perusahaan dengan kode saham ERAA ini dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran.
Menurut majelis, tindakan Erajaya Swasembada selaku terlapor dalam mengakuisisi PT Axioo International Indonesia tergolong menjalankan ketentuan peraturan perundangundangan yakni Peraturan Menteri Perdagangan No.38/M-DAG/ PER/8/ 2013 sehingga berdasarkan Pasal 50 huruf a Undang- Undang No. 5/1999 dikecualikan dari ketentuan.
“Menyatakan bahwa terlapor tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 29 UU No. 5/1999 juncto Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 57/2010,” ujar ketua majelis komisi seperti dikutip Bisnis Indonesia.
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS)
Perseroan membidik nilai ekspor hingga US$100 juta sepanjang 2018 sejalan dengan upaya perseroan memperluas pasar ke luar negeri dan mengejar laba pada akhir tahun ini. Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengungkapkan nilai ekspor yang dikantongi perseroan mencapai US$77 juta sampai dengan pekan kedua September 2018.
Jumlah itu belum termasuk dari anak usahanya, PT Krakatau Posco. Menurut Silmy, produsen baja pelat merah itu mengekspor produknya ke Malaysia dan Australia. Emiten berkode saham KRAS itu optimistis dapat memperluas pasar ekspor sampai dengan akhir 2018.
“Rasanya [nilai ekspor sampai akhir tahun] US$100 juta bisa,” ujarnya Seperti dikutip Bisnis Indonesia.
PT Bank Bukopin Tbk (BBKP)
Perseroan berencana untuk mengeluarkan saham baru dalam rangka management and employee stock options program (MESOP) maksimal 347,4 juta saham.
Sekretaris Perusahaan Bank Bukopin Ariesyanti Budi Pertiwi dalam keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI) mengatakan, saham baru dalam rangka MESOP itu setara dengan 2,9 persen dari modal yang ditempatkan dan disetor penuh.
Seiring dengan penerbitan saham baru dalam rangka MESOP ini, maka akan ada efek dilusi terhadap pemegang saham yaitu 2,9 persen. Bank Bukopin akan menyelenggarakan rapat umum pemegang saham luar biasa untuk membahas mengenai rencana ini.
(AM)