Berita Hari Ini: Konsumsi CPO Melonjak, Industri Manufaktur akan Naikkan Harga

Bareksa • 03 Sep 2018

an image
Pekerja menurunkan tandan buah segar kelapa sawit dari perahu di Perkebunan kawasan Gambut Jaya, Muaro Jambi, Selasa (15/9). Menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) harga CPO anjlok menjadi dibawah 600 dolar AS per metrik ton yang merupakan level terendah sejak enam tahun terakhir. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

API berikan batas maksimal pelemahan rupiah Rp15.000 per dolar AS, ABMM target produksi batu bara 10 juta ton

Bareksa.com - Berikut ini adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal, dan aksi korporasi yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Senin, 3 September :

Konsumsi CPO

Konsumsi minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) domestik diperkirakan mencapai 7 juta ton pada semester II 2018. Jumlah itu meningkat 12,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 6,2 juta ton.

Salah satu penyebab melonjaknya konsumsi CPO domestik ialah kebijakan perluasan program mandatori biodisel 20 persen (B20) yang diberlakukan mulai 1 September 2018.

Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengestimasikan penggunaan CPO dalam negeri sepanjang Juli - Desember 2018 diperkirakan mencapai 6,7 juta ton. Namun, apabila pelaksanaan perluasan B20 agresif, konsumsi CPO domestik akan mencapai 7 juta ton.

Dampak Pelemahan Rupiah ke Industri Manufaktur

Industri manufaktur bersiap menaikkan harga jual produk akibat pelemehan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang telah menembus Rp14.844. Industri manufaktur masih memiliki ketergantungan yang tinggi pada bahan baku impor.

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai pelemahan rupiah berdampak besar terhadap indsutri tekstil karena bahan baku masih impor. Sehingga tidak banyak pilihan bagi industri selain menaikkan harga jual.

API memberikan batas maksimal pelemahan rupiah sebesar Rp15.000, jika sudah menyentuh level itu, harga produk tekstil bakal naik.

Osiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) memandang pelemahan rupiah mulai terasa pada indsutri petrokimia dan plastik. Sebagian besar bahan baku industri tersebut memang impor sehingga saat ini harganya sangat mahal karena rupiah melemah.

PT ABM Investama Tbk (ABMM)

PT ABM Investama Tbk (ABMM) menargetkan produksi batu bara tahun ini 10 juta ton. Saat ini cadangan batu bara perseroan masih mencapai 270 juta ton.

Dari target produksi 10 juta ton tahun ini, perseroan telah berhasil memproduksi 5 juta ton pada semester I 2018. Perseroan optimistis target produksi tahun ini dapat tercapai.

ABM juga masih terus mencari cadangan batu bara baru yang memiliki kalori di atas 4.000 kkal per kilogram. Cadangan batu bara ABM Investama saat ini 80 persen di antaranya memiliki kalori di bawah 4.000 kkl per kilogram, sehingga perseroan berniat mencari cadangan yang tingkat kalorinya lebih tinggi.

PT PP Urban

Anak usaha PT PP Tbk (PTPP), yakni PT PP Urban menargetkan pendapatan sektor precast Rp600 miliar tahun ini. Perseroan telah mencatatkan penjualan bisnis precast Rp250 miliar sepanjang Januari – Juli 2018.

PP Urban menjelaskan kapasitas produksi perseroan saat ini sebenarnya masih kecil, yakni 1,75 juta ton per tahun. Namun, perseroan akan menambah kapasitas produksi 750 ribu ton tahun ini, sehingga pada akhir 2018 kapasitas produksi akan meningkat menjadi 2,5 juta ton.

Pengembangan bisnis beton pracetak merupakan langkah perseroan mendukung bisnis pengembangan hunian rumah masyarkat berpenghasilan rendah (MBR). Untuk membangun hunian murah dengan konsep vertikal dibutuhkan penggunaan teknologi precast.

PT Hutama Karya

PT Hutama Karya, melalui anak usahanya, PT Hakaaston menerbitkan surat utang jangka menengah (medium term notes/ MTN) senilai Rp400 miliar. Perseroan menetapkan kupon MTN 9,5 persen.

MTN yang diterbitkan Hkaaston terdiri atas seri A dan B yang masing-masing senilai Rp200 miliar. Kedua seri tersebut memiliki tenor yang sama, selama tiga tahun, hanya waktu jatuh tempo kedua seri tersebut berbeda.

MTN seri A akan jatuh tempo pada 4 September 2021 sementara untuk yang seri B akan jatuh tempo pada 21 September 2021.

Dalam menerbitkan MTN ini, PT Hakaaston menggaet PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) sebagai agen pemantau dan PT BNI Sekuritas sebagai arranger.

(AM)