Pertumbuhan PDB Indonesia 2018 Boleh Tinggi, Tapi Sehatkah?

Bareksa • 23 Aug 2018

an image
Suasana pelabuhan peti kemas Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta Utara. (ANTARA FOTO/OJT/Sigid Kurniawan)

Pertumbuhan impor terutama di bidang migas menjadi penopang utama PDB Indonesia

Bareksa.com – Hingga pertengahan tahun ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terbilang stabil, bahkan mengencang pada kuartal kedua. Meskipun demikian, faktor pendorong angka produk domestik bruto (PDB) perlu diwaspadai karena menentukan sehatnya kondisi makro Indonesia menjelang tahun politik.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2018 tumbuh 5,27 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hasil tersebut membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia semester I 2018 mencapai 5,17 persen dibandingkan dengan semester I 2017.

Menariknya, mengencangnya pertumbuhan PDB Indonesia menjadi 5,27 persen tidak terlepas dari naiknya pertumbuhan konsumsi (consumption) dengan level tertinggi dalam dua tahun terakhir. Angka pertumbuhan di atas 5 persen yang mencerminkan konsumsi Indonesia ini terakhir diraih pada kuartal II 2016 secara year on year (YoY).

Historikal Pertumbuhan Konsumsi dan PDB Indonesia

Sumber : BPS, diolah Bareksa.com

Konsekuensi dari tingginya konsumsi ialah naiknya nilai impor, terutama impor minyak dan gas (migas). Hal ini berdampak pada Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang menyentuh defisit 3,04 persen di kuartal kedua 2018 (Q2-18).

Breakdown NPI Q2-18

Sumber : Mandiri Sekuritas

Mengacu pada data di atas, NPI tercatat defisit 3,04 persen terhadap PDB setelah terjadi kenaikan impor 26,6 persen YoY menjadi US$43,48 juta pada Q2-18. Pada periode ini migas mencatatkan pertumbuhan defisit terbesar dengan mencapai 78,4 persen YoY menjadi US$2,7 juta.

Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh data Badan Pusat Statistik (BPS). Nilai neraca perdagangan Indonesia untuk bulan Juli 2018 mengalami defisit US$2,03 miliar, atau jauh berada di atas ekspektasi konsensus yang hanya memperkirakan bahwa Indonesia defisit hanya US$600 juta. Melebarnya defisit dari yang diperkirakan konsensus sebelumnya dipicu oleh defisit sektor migas US$1,19 miliar dan nonmigas defisit US$0,84 miliar.

Sumber : BPS

Mengacu pada data di atas, impor migas yang berasal dari Hasil minyak dan Minyak mentah sepanjang Januari-Juli 2018 mencatatkan pertumbuhan signifikan masing-masing 18,62 persen dan 41,21 persen dibanding Januari-Juli 2017.

Tingginya harga komoditas, baik itu harga minyak dunia, nikel, hingga batu bara membuat tingginya impor di sektor tersebut memang akan menguatkan tingkat consumption. Namun, di sisi lain akan berpotensi melemahkan aspek fundamental negara seperti neraca dagang, dan akan berdampak domino terhadap Current Account Deficit dan Neraca Pembayaran Indonesia sehingga berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah di masa mendatang. (hm)