Berita Hari Ini: Pemerintah Genjot Produksi Batu Bara, PGAS Laba Rp2,1 Trilun

Bareksa • 23 Aug 2018

an image
Heavy dump truck menurunkan muatan batubara di kawasan tambang batubara milik Adaro, Tabalong, Kalimantan Selatan. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

MYOR ekspansi bangun pabrik, trafik data EXCL melambat, pemerintah pangkas lifting minyak

Bareksa.com - Berikut ini adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Kamis, 23 Agustus 2018 :

Produksi Batu Bara

Pemerintah memutuskan untuk menaikkan target produksi batu bara tahun ini. Merevisi Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 23 K/30/MEM/2018 tentang Penetapan Persentase Minimal Penjualan Batu Bara untuk Kepentingan Dalam Negeri, dalam aturan barunya, Menteri ESDM menetapkan tambahan produksi batu bara maksimal sampai 100 juta ton.

Dengan begitu, total target produksi batu bara yang semula hanya 485 juta ton menjadi 585 juta ton tahun ini. Lewat beleid baru No 1924 K/30/MEM/2018, pemerintah ingin memaksimalkan tren kenaikan harga batu bara untuk menggenjot produksi nasional. Apalagi, bulan Agustus tahun ini, harga batu bara acuan (HBA) sudah US$ 107,83 per ton. Jumlah ini naik 3,04 persen dibandingkan HBA bulan sebelumnya US$104,65 per ton.

PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS)

Perseroan membukukan laba bersih senilai US$145,94 juta atau sekitar Rp2,1 triliun pada semester I 2018. Nilai itu melonjak 190,22 persen secara tahunan dari sebelumnya US$50,29 juta.

Berdasarkan laporan keuangan per Juni 2018 yang dipublikasikan, PGAS atau PGN membukukan pendapatan US$1,62 miliar. Pencapaian itu meningkat 14,95 persen secara year on year (yoy) dari sebelumnya US$1,41 miliar.

Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama menuturkan pendapatan terutama disumbang bisnis distribusi gas senilai US$1,27 miliar, naik dari US$1,16 miliar pada semester I 2017. Selanjutnya, penjualan minyak dan gas (migas) berkontribusi US$307,77 juta, meningkat dari sebelumnya US$212,23 juta.

“Peningkatan kinerja pada semester I 2018 terjadi seiring dengan penambahan volume distribusi gas sekaligus jumlah pelanggan,” paparnya dalam keterangan tertulisnya.

PT Mayora Indah Tbk (MYOR)

Perseroan berencana membeli aset tanah milik PT Tedjopratama Mandirigemilang dan PT Lubuk Permata yang berada di Balaraja, Banten. MYOR ingin membeli aset tanah tersebut untuk menunjang rencana perusahaan mendirikan pabrik untuk menambah 3 line produk biskuit dan 15 line produk wafer.

Mengutip Kontan, Sekretaris Perusahaan MYOR Yuni Gunawan mengungkapkan, biaya yang dianggarkan untuk perluasan sarana ini Rp600 miliar.

Adapun sumber pendanaan untuk membangun pabrik baru yang diharapkan selesai tahun depan ini adalah dari pinjaman bank dan kas internal. Mayora membangun pabrik baru tersebut karena semakin meningkatnya permintaan produk biskuit dan wafer.

Tahun ini, MYOR juga menargetkan ekspor bisa naik hingga 45 persen. Terkait target ekspor ini, Yuni menyatakan, perusahaannya selalu berusaha agar penjualan lokal seimbang dengan penjualan ekspor.

PT XL Axiata Tbk (EXCL)

Registrasi kartu SIM prabayar memperlambat pertumbuhan trafik data XL. Padahal XL adalah operator dengan kontribusi pendapatan bisnis data terbesar. Mengutip Bisnis Indonesia, Direktur Teknologi XL Axiata, Yessie D. Yosetya mengakui, pemblokiran total yang diberlakukan pada Mei 2018 berdampak ke perlambatan pertumbuhan trafik data.

Kendati demikian, dia menyebut pertumbuhan trafi k ke depannya akan lebih sehat karena didorong perubahan perilaku konsumen. Pada semester I 2018, trafik data XL tumbuh 76 persen yakni 543.690 TB menjadi 957.742 TB dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Trafik data XL dari semester I 2016 ke semester I 2017 melonjak 176 persen.

Lifting Minyak

Pemerintah menetapkan target produksi siap jual atau lifting minyak pada tahun depan menyusut dari target tahun ini. Hal ini mengacu Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019.

Pada tahun depan, pemerintah menargetkan lifting hanya 750.000 barel per hari (bph). Padahal tahun ini target lifting minyak 800.000 bph. Bukan hanya di 2019, dalam jangka menengah yakni 2020 hingga 2022, target bawah lifting minyak juga cenderung semakin rendah.

Pada tahun 2020, misalnya, target lifting minyak berkisar 695.000- 840.000 bph. Sedangkan target di 2021 hanya 651.000-802.000 bph, dan di 2022 turun lagi menjadi 589.000-800.000 bph.

Mengutip Kontan, Kepala Divisi Program dan Komunikasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Wisnu Perbawa mengaku, sulit mempertahankan produksi minyak untuk tahun depan. Sebab produksi blok minyak Indonesia menurun secara alami alias decline rate.

"Untuk crude, secara rata-rata blok yang sudah mature memang menurun, namun tetap dilakukan upaya pengembangan, agar decline ratenya bisa minimal," kata dia.

PT Danareksa Investment Management

Perseroan segera meluncurkan dua produk investasi alternatif berbentuk reksadana penyertaan terbatas (RDPT) dalam waktu dekat.

Mengutip Bisnis Indonesia, Direktur Utama PT Danareksa Investment Management Marsangap P. Tamba mengatakan produk tersebut akan menggunakan aset dasar proyek di sektor energi dan logistik. Adapun, total dana yang dibidik dari penerbitan dua RDPT mencapai Rp600 miliar.

Dia menjelaskan, kedua proyek tersebut masing-masing dikerjakan oleh pihak swasta dan badan usaha milik negara (BUMN). Menurutnya, penerbitan kedua RDPT itu akan dilakukan dalam waktu dekat. Perseroan menargetkan, penerbitan paling lambat dilakukan pada akhir tahun. “Kami usahakan bisa diterbitkan tahun ini juga,” imbuhnya.

(AM)