Bareksa.com - Sinyal Bank Indonesia (BI) untuk kembali menaikkan suku bunga acuan (BI 7 days reverse repo rate) makin kencang, kendati sebelumnya sudah dua kali menaikkan suku bunga acuan. Perbankan pun menanti hal yang akan mempengaruhi suku bunga kredit dan simpanan mereka.
Melalui keterangan tertulisnya, BI mengungkapkan senantiasa berkomitmen dan fokus pada kebijakan jangka pendek BI dalam memperkuat stabilitas ekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar Rupiah. Untuk itu, BI siap menempuh kebijakan lanjutan yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve dalam menghadapi perkembangan baru arah kebijakan the Fed dan ECB pada RDG 27-28 Juni 2018 yang akan datang.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, kebijakan lanjutan tersebut dapat berupa kenaikan suku bunga yang disertai dengan relaksasi kebijakan LTV untuk mendorong sektor perumahan.
“Selain itu, kebijakan intervensi ganda, likuiditas longgar, dan komunikasi yang intensif tetap dilanjutkan. BI, Pemerintah, dan OJK juga akan terus mempererat koordinasi untuk memperkuat stabilitas dan mendorong pertumbuhan,”ujar dia seperti dikutip, Kamis (21 Juni 2018).
BI meyakini ekonomi Indonesia, khususnya pasar aset keuangan, tetap kuat dan menarik bagi investor, termasuk investor asing. Dengan investasi yang terjaga, stabilitas ekonomi juga diharapkan tetap terjaga dan pertumbuhan ekonomi akan meningkat.
Di sisi lain, Sekretaris Perusahaan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kiryanto mengungkapkan, kebijakan mengenai penetapan suku bunga acuan ini akan diserahkan kepada BI. Pihaknya meyakini, BI akan melakukan langkah terbaik untuk mengelola stabilitas moneter.
“Perbankan akan monitor arah kebijakan BI dengan tetap fokus dorong ekspansi kredit yang hati-hati agar NPL tetap terkendali,” ujar dia.
Kemudian, Direktur Treasury and International Banking PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Darmawan Junaidi mengungkapkan, kemungkinan BI akan menaikkan suku bunga acuan masih 50 persen kemungkinan. Menurut dia, BI pasti mempertimbangkan kenaikan Fed Fund Rate (FFR) menjadi 2 persen. Namun, langkah kebijakan akan ditentukan BI setelah mengkaji kebijakan makro prudensial baik nilai tukar rupiah terhadap dolar AS maupun tingkat suku bunga acuan.
"Jadi bukan hanya karena adanya kenaikan FFR tersebut," kata dia.
Selanjutnya, Presiden Direktur PT. Bank OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja menjelaskan, kemungkinan BI menaikkan suku bunga acuan 25 bps sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan pasar keuangan global terakhir, termasuk ekspektasi FFR akan naik hingga empat kali tahun ini. Selain itu, ditopang pula oleh emakin besarnya kemungkinan perang dagang antara AS dan China, yang semakin menimbulkan ketidakpastian,”terang dia.
“BI sendiri sudah menyatakan bahwa saat ini memprioritaskan stabilitas di atas pertumbuhan. Oleh karena itu, kemungkinan BI untuk menaikkan suku bunga acuan rupiah sekali lagi sebesar 0,25 persen cukup besar peluangnya,” papar dia. (K09/hm)