Bareksa.com - Bank Indonesia (BI) menerbitkan penyempurnaan ketentuan Uang Elektronik untuk mendukung perkembangan ekonomi Indonesia di era digital. Penyempurnaan ketentuan tersebut dituangkan dalam PBI No.20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik yang sekaligus mencabut PBI No.11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik beserta perubahannya.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Agusman, menjelaskan penyempurnaan ketentuan uang elektronik (UE) dimaksudkan untuk menata kembali industri uang elektronik agar penyelenggaraan uang elektronik.
Hal itu sejalan dengan prinsip penataan industri sistem pembayaran oleh BI yakni untuk meningkatkan kontribusi kepada pertumbuhan, inklusivitas dan stabilitas perekonomian.
"Di samping itu, penguatan PBI UE tidak terlepas dari upaya BI untuk menyelaraskan kebijakan UE dengan perkembangan teknologi, inovasi dan model bisnis UE," ujar dia dalam keterangan tertulis Selasa (8/5/2018).
Terdapat 3 (tiga) aspek penyelenggaraan UE yang diperkuat, yakni :
Pertama, penguatan aspek kelembagaan yang meliputi pengaturan antara lain :
1) modal disetor minimum untuk memastikan kondisi keuangan penyelenggara yang baik sehingga mampu memberikan manfaat yang optimal bagi perekonomian Indonesia
2) komposisi kepemilikan saham penerbit yang mengatur paling kurang 51 persen harus dimiliki oleh domestik untuk meningkatkan ketahanan dan daya saing industri UE nasional
3) pengelompokan ijin penyelenggaraan UE yaitu kelompok penyelenggara front end dan penyelenggara back end yang bertujuan agar penyelenggara benar-benar fokus pada jenis kegiatan yang akan diselenggarakan
4) kepemilikan tunggal calon pemegang saham UE untuk peningkatan tata kelola dan menjaga persaingan usaha yang sehat dalam industri UE.
Penguatan dilakukan pula pada aspek manajemen yaitu proses seleksi calon penerbit UE dan kapabilitas manajemen. Proses seleksi calon penerbit UE dilakukan dengan sejumlah penambahan persyaratan, antara lain kelayakan bisnis dan operasional yang lebih komprehensif.
Hal ini untuk memastikan bahwa penyelenggaraan UE dapat dilakukan secara berkelanjutan dan membawa manfaat optimal bagi perekonomian Indonesia.
Penguatan pada aspek peningkatan kapabilitas dan peran aktif manajemen melalui penambahan persyaratan rekam jejak kualifikasi direksi, dan kewajiban bagi sebagian besar direksi untuk berdomisili di Indonesia.
Pengaturan ini ditujukan untuk memastikan kecukupan kapasitas dan kredibilitas penerbit serta sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam menggunakan UE.
Kedua, penguatan dilakukan terhadap aspek perlindungan konsumen melalui penataan struktur biaya dan mekanisme pengelolaan floating fund yang lebih transparan dan akuntabel, dengan tetap mengedepankan mitigasi risiko likuiditas dan insolvensi.
"Penyelenggaraan UE juga akan menjadi obyek pengawasan terintegrasi oleh BI, yaitu BI dapat melakukan pengawasan terhadap kelompok usaha penyelenggara baik secara langsung maupun langsung untuk memastikan penyelenggaraan UE secara berhati-hati," papar dia.
Ketiga, penguatan dilakukan melalui peningkatan keamanan dan akseptansi UE melalui kewajiban peningkatan standar keamanan transaksi dan kewajiban pemrosesan transaksi secara domestik guna mendorong terciptanya ekosistem yang saling terhubung sejalan dengan implementasi Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).
"Selain itu, limit UE unregistered ditingkatkan agar dapat mengakomodir perkembangan kebutuhan pengguna, khususnya pada sektor transportasi dan jalan tol," jelas dia.
Melalui langkah-langkah penguatan dimaksud, integritas dan keamanan nasional serta resiliensi sistem keuangan nasional diharapkan akan tetap terjaga, tanpa menghambat laju inovasi dan perkembangan industri UE yang dinamis.
Sebagai otoritas yang berwenang di bidang sistem pembayaran, kata Agusman, BI senantiasa memantau perkembangan sistem pembayaran di Indonesia termasuk UE guna memastikan industri UE dapat memberikan manfaat seluas-luasnya bagi perekonomian Indonesia. (K09/AM)