Bareksa.com - Pertumbuhan ekonomi domestik yang masih belum mampu tumbuh lebih cepat, akhirnya berdampak pada kinerja sebagian besar perusahaan, termasuk yang ada di sektor barang konsumsi. Salah satu perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia yang tentunya akan terdampak dari perlambatan dan kemampuan daya beli masyarakat adalah PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).
Kinerja emiten Grup Salim ini pada kuartal pertama tahun 2018 terlihat melambat dibandingkan kinerja tahun-tahun sebelumnya.
Kinerja pendapatan konsolidasi Indofood pada kuartal pertama 2018 tercatat turun 1,1 persen menjadi Rp17,6 triliun secara year on year (YoY) dari Rp17,8 triliun pada periode yang sama tahun 2017. Sementara itu, kinerja laba bersih perusahaan juga mengalami perlambatan dengan hanya tumbuh 1,1 persen YoY menjadi Rp1,19 triliun dari Rp1,18 triliun pada periode yang sama tahun 2017.
Sebagai informasi, Indofood memiliki berbagai macam kelompok usaha seperti produk konsumen bermerek melalui anak usahanya Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) yang berkontribusi sebesar 54 persen, divisi Bogasari berkontribusi 22 persen, divisi Agribisnis melalui anak usahanya PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP) berkontribusi 15 persen, dan divisi distribusi berkontribusi 9 persen, terhadap total penjualan bersih konsolidasian.
Menurut press release perusahaan, Anthoni Salim selaku Direktur Utama dan Chief Executive Officer Indofood mengatakan di awal tahun 2018 ini kondisi pasar memang masih menantang di tengah tekanan dari harga CPO ditambah tingkat permintaan konsumen juga belum menunjukkan pemulihan secara siginifikan.
Jika kita lihat lebih dalam, perlambatan daya beli juga menjadi faktor terbesar bagi percepatan pertumbuhan kinerja perusahaan yang ada di sektor barang konsumsi. Sepanjang lebih dari 2 tahun sejak 2016, indikator daya beli seperti penjualan ritel dan inflasi inti terus mengalami penurunan, bahkan untuk penjualan ritel sempat berada di level negatif.
Grafik Perbandingan Penjualan Ritel dan Inflasi Inti
Sebagai tambahan, indikator penjualan ritel merupakan indikator yang mengukur semua gabungan dari penjualan barang ritel selama periode tertentu dan inflasi inti merupakan inflasi yang hanya melihat faktor permintaan dan penawaran. Jadi, diperkirakan indikator tersebut benar-benar mencerminkan kemampuan daya beli masyarakat secara umum.
Grafik Pergerakan Harga Saham INDF secara Year to Date
Perlambatan ini juga terefleksi pada kinerja saham INDF di Bursa Efek Indonesia yang juga mengalami penurunan sebesar 9,2 persen secara year to date. Pada awal tahun 2018, saham INDF ditutup seharga Rp7.550 per lembar saham dan pada perdagangan hari ini (30 April 2018), saham ini dibuka seharga Rp6.850 per lembar saham.(hm)