Bareksa.com - PT Astra Internasional Tbk (ASII) menyetujui pembayaran dividen Rp7,4 triliun atau Rp185 persen saham. Secara interim, dividen Rp55 per saham saham telah dibayarkan pada 27 Oktober 2017 dan sisa Rp130 per saham akan dibayarkan pada 25 Mei 2018.
Tanggal terakhir investor berhak mendapatkan dividen (cum date) adalah 8 Mei 2018. Nilai dividen Astra tersebut setara dengan 39,6 persen dari laba bersih tahun 2017 yang mencapai Rp18,8 triliun
Apakah nilai dividen tersebut besar?
Untuk menghitung apakah nilai dividen ini besar atau kecil, kita bisa menggunakan rasio dividend yield, yang merupakan perbandingan besarnya dividen yang didapat terhadap harga saham saat cum date (tanggal pencatatan nama pemegang saham yang berhak).
Dari angka tersebut, dapat dihitung dividend yield ASII dengan membandingkan DPS dengan harga pasar ASII pada penutupan perdagangan hari ini Rp7.225 per lembar. Maka, didapatlah asumsi dividend yield ASII dari laba bersih tahun 2017 sebesar 2,6 persen.
Riwayat Dividen ASII
Sumber : Astra
Kinerja Keuangan Astra Kuartal I 2018
Sementara itu dari sisi kinerja, ASII mencatat penurunan laba bersih 2 persen pada tiga bulan pertama tahun 2018 dibandingkan dengan kinerja periode sama tahun lalu.
Penurunan kinerja terutama disebabkan lesunya bisnis utama perseroan di bidang otomotif, meski sejumlah lini bisnis lain terus bertumbuh.
Berdasarkan keterangan perseroan kemarin mengumumkan laba bersih Rp4,98 triliun sepanjang Januari - Maret 2018, turun dari periode yang sama tahun lalu Rp5,08 triliun. Penurunan ini diakibatkan bisnis otomotif yang mencatat penurunan laba bersih 8 persen menjadi Rp2,11 triliun dari Rp2,29 triliun.
Tak hanya itu, lini bisnis jasa keuangan juga mengalami penurunan. Dalam tiga bulan, laba bisnis jasa keuangan Astra turun 6 persen dari Rp1,12 triliun menjadi Rp1,06 triliun. Pun dengan lini agribisnis yang mencatat penurunan laba 55 persen dari Rp629 miliar menjadi Rp283 miliar.
Selain itu, kinerja lini bisnis infrastruktur dan logistik juga buruk. Bahkan lini bisnis ini mencetak rugi bersih Rp23 miliar, membalikkan keadaan laba bersih Rp67 miliar periode sama tahun lalu. Begitu juga dengan lini bisnis properti yang mengalami penurunan 86 persen dari Rp42 miliar menjadi Rp6 miliar.
Rincian Laba Bersih Grup Astra Periode 31 Maret 2018
Sumber: Keterangan perseroan
Untungnya, Astra masih mendapat sokongan laba dari bisnis alat berat, pertambangan, konstruksi dan energi yang tumbuh 68 persen menjadi Rp1,52 triliun dari periode sama tahun sebelumnya Rp902 miliar.
“Grup Astra diperkirakan akan terus mendapat keuntungan dari harga batu bara yang stabil, sementara persaingan di pasar mobil diperkirakan semakin meningkat,” ungkap Presiden Direktur Astra Prijono Sugiarto.
Satu lini bisnis lain yang juga mencatat pertumbuhan laba adalah teknologi informasi. Lini bisnis ini mencatat laba Rp27 miliar, menguat tipis dari periode tiga bulan tahun 2017 Rp26 miliar.
Secara umum, beberapa pos keuangan Astra tetap bertumbuh. Misalnya saja pendapatan bersih konsolidasian yang naik 14 persen menjadi Rp55,8 triliun. kenaikan itu seiring peningkatan pendapatan terutama berasal dari bisnis alat berat dan pertambangan serta otomotif.
Selain itu, nilai aset bersih per saham tercatat sebesar Rp3.186 pada 31 Maret 2018, naik 4 persen dibandingkan dengan posisi pada akhir 2017.
Pendapatan dan Laba Bersih ASII
Sumber: Laporan Keuangan Perusahaan
Astra juga mengungkapkan nilai utang bersih, di luar grup jasa keuangan, mencapai Rp2,4 triliun, dibandingkan dengan nilai kas bersih Rp2,7 triliun per 31 Desember 2017, terutama disebabkan oleh investasi grup di jalan tol, GO-JEK, dan belanja modal pada bisnis kontraktor penambangan.
Anak perusahaan Grup Astra di segmen jasa keuangan mencatat utang bersih Rp44,8 triliun, dibandingkan dengan Rp46,1 triliun pada akhir 2017.
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.