Bareksa.com - Salah satu lembaga keuangan terbesar di dunia, Morgan Stanley memperkirakan Indonesia akan memiliki nilai ekonomi sebesar US$2,7 triliun pada tahun 2027 dengan kapitalisasi pasar sebesar US$1,5 triliun, meningkatkan relevansi globalnya terhadap investor. Digitalisasi kemungkinan akan menjadi faktor kunci dalam membuka potensi tersebut, tetapi dalam waktu dekat juga membawa risiko disrupsi karena ekonomi lama menghadapi ancaman baru.
Berdasarkan riset tertanggal 16 April 2018, Morgan Stanley melihat investasi di bidang infrastruktur, termasuk jalan dan telepon, merupakan bagian dari upaya meningkatkan konektivitas Indonesia. Bahkan, tantangan dalam pengiriman barang atau jasa telah bisa diatasi menggunakan tekonologi digital: misalnya layanan GO-JEK untuk mengirimkan paket.
Modal sedang dikerahkan ke ekosistem startup dengan empat unicorn domestik yang sudah mapan dengan investasi sebesar US$ 8 miliar selama 26 bulan terakhir. E-payment sedikit dikesampingkan untuk saat ini akibat kehati-hatian Pemerintah dalam regulasinya. Namun, solusi berbasis tunai telah mengisi kekosongan yang terjadi akibat ketertinggalan ini.
Secara keseluruhan, Morgan Stanley memperkirakan persentase penjualan e-commerce akan mencapai 19 persen dari total aktivitas ritel pada tahun 2027. Kemudian, e-money juga akan mencapai 24 persen dari total transaksi pada tahun 2027 atau naik dari sebelumnya hanya sekitar 2 persen pada tahun 2017. Selain itu, solusi fintech akan melayani 44 persen dari total unbankable population atau populasi orang yang tidak memiliki rekening bank.
Akan tetapi, konsekuensi dan pandangan umum kondisi makro serta pasar beragam.
Dari sisi makro, digitalisasi seharusnya bisa menekan inflasi, seperti apa yang terjadi di pasar yang lebih maju. Dampak pertumbuhannya akan tidak merata dalam jangka pendek, tetapi jangka panjang.
Morgan Stanley melihat adanya percepatan untuk pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) seiring dengan meningkatnya ketersediaan pekerjaan bernilai tinggi akibat produktivitas dan daya saing tenaga kerja yang lebih baik. Morgan Stanley memperkirakan setiap peningkatan 1 poin persentase (ppt) dari pertumbuhan lapangan kerja akibat digitalisasi akan menambahkan sekitar 30 basis poin (bps) ke pertumbuhan PDB.
Namun untuk kondisi pasar saham, mungkin tidak sepenuhnya baik. Disebut tidak terlalu baik karena jangka pendek, Morgan Stanley melihat adanya disrupsi terhadap ROE yang tinggi, pasar ekuitas ekonomi lama, menambahkan risiko pendapatan dari konsumen yang rapuh dan pertumbuhan kredit yang lambat.
“Kami memilih tetap ‘underweight’ untuk MSCI Indonesia,” tulis riset yang disusun oleh tim Morgan Stanley, dipimpin Sean Gardiner sebagai Equity Strategist.
Di sisi lain, kondisi pasar juga bisa dibilang baik karena jangka panjang, beberapa kondisi seperti pasar, infrastruktur, dan skala pasar yang lebih besar, akan menjadi pendorong utama meningkatnya relevansi dari penanaman modal asing – dan hal tersebut baik untuk valuasi dan kepercayaan terkait ekspektasi pertumbuhan pendapatan.
“Kami juga tidak bisa mengesampingkan kemungkinan perubahan komposisi indeks dari waktu ke waktu apabila perusahaan ekonomi baru terdaftar di bursa lokal,” tulis riset itu.
Sejumlah hal harus diperhatikan dalam 12-18 bulan ke depan. Salah satunya adalah meningkatnya penggalangan modal, termasuk listing baru yang potensial. Sebagai gambaran, di kuartal pertama2018 saja, Morgan Stanley melihat Alibaba menginvestasikan sebanyak US$2 miliar lagi di Lazada, sedangkan GO-JEK mendapatkan investasi baru sebesar US$1,5 miliar.
Hal lain yang patut diperhatikan adalah kemajuan regulasi terkait e-money dan inisiatif terkait, termasuk platform QR Code terstandarisasi. Payment gateway diharapkan akan diluncurkan pada Juli 2018.
Kesimpulannya, menurut Morgan Stanley, terdapat tiga pilar digitalisasi Indonesia: E-Connectivity, E-Commerce dan E-Payments.
Pilar pertama adalah E-Connectivity, yakni monetisasi data yang didukung oleh penetrasi ponsel pintar (dari 50 persen menjadi 95 persen pada tahun 2027) dan penetrasi broadband (dari 9 persen menjadi 29 persen pada tahun 2027 karena pengadopsian kabel/fibre)
Pilar kedua adalah E-Commerce. Hal ini didasari perkembangan ritel modern yang tertinggal sehingga menguatkan peluang e-commerce. Penetrasinya diperkirakan meningkat dari 3 persen menjadi 19 persen pada tahun 2027.
Pilar ketiga adalah E-Payments. Morgan Stanley memperkirakan penetrasi e-money meningkat dari 2 persen menjadi 24 persen pada tahun 2027. Kemudian, munculnya medium non-tradisional untuk pembayaran dapat mendorong inovasi sementara regulasi masih terus berjalan maju.