Bareksa.com - Harga saham PT PP Properti Tbk (PPRO) masih dalam tren menurun hingga menyentuh level terendahnya sejak Agustus 2016. Hal ini membuat pelaku pasar bertanya apakah saham emiten properti anak usaha dari PT PP (Persero) Tbk (PTPP) ini sudah murah.
Setelah menyentuh level tertinggi pada 10 Oktober 2016 di harga Rp1.464 -- setara Rp366 per saham bila dihitung berdasarkan penyesuaian harga baru setelah stock split 1:4— harga saham PPRO kini terus longsor hingga turun 54,4 persen ke Rp167 pada penutupan perdagangan 9 April 2018. Harga penutupan kemarin tersebut merupakan level terendah sejak 1 Agustus 2016.
Pergerakan Saham PPRO 1 Agustus 2016- 9 April 2018
Sumber: Bareksa.com
Apakah anjloknya saham PPRO ini telah membuat valuasi saham menjadi murah?
Berdasarkan analisis Bareksa, turunnya harga saham PPRO tidak membuat harga saham anak usaha PT PP Tbk (PTPP) tersebut menjadi murah. Saat menyentuh level terendah pada kemarin, ternyata secara valuasi harga saham tersebut tetap berada di atas rata-rata sektoral.
Jika menggunakan metode Price to Earning Ratio (PER) yang membandingkan harga terhadap laba per saham, maka harga saham PPRO terlihat sangat premium. Semakin tinggi nilai PER, maka harga saham emiten tersebut semakin mahal terhadap kinerja labanya, begitupun sebaliknya.
Grafik: Price to Earning Ratio (PER) Sejumlah Emiten Properti
Sumber: Data diolah Bareksa
Jika dihitung pada harga Rp167 per saham, PER saham PPRO sebesar 20,61 kali. Angka tersebut masih terbilang tinggi jika dibandingkan dengan tiga emiten properti lainnya yang memiliki rata-rata PER 11,2 kali. Emiten yang dipantau tersebut merupakan emiten properti yang banyak memperoleh pendapatan dari pembangunan apartemen, yakni PT Intiland Development Tbk (DILD) sebesar 11,1 kali, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) sebesar 5,88 kali dan PT Modernland Realty Tbk (MDLN) sebesar 7,26 kali.
Sebagai informasi, harga saham PPRO sempat meningkat hampir tujuh kali lipat sepanjang tahun 2016 dari Rp184 di awal tahun 2016. Hal ini menjadi latar belakang manajemen untuk melakukan pemecahan saham, meski harga PPRO masih di kisaran Rp1200-an. Pada saat itu, harga sahamnya mencapai 2,3 kali lebih mahal dibandingkan dengan induknya.
Kinerja Keuangan
Harga saham yang turun bukan berarti kinerja keuangannya memburuk. Emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia atau initial public offering (IPO) pada 19 Mei 2015 itu memiliki laba sebesar Rp484 miliar sepanjang tahun 2017 atau naik 24,7 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya yang berhasil mengantongi laba Rp388 miliar.
Melonjaknya laba perusahaan terdorong meningkatnya pendapatan yang naik 26 persen menjadi Rp2,7 triliun dari sebelumnya hanya Rp2,15 triliun.
Grafik: Pergerakan Laba Dan Pendapatan Perusahaan PPRO
Sumber: Bareksa.com
Seperti diberitakan sebelumnya, perusahaan properti ini memiliki target yang cukup tinggi untuk tahun 2018. Direktur Utama PPRO Taufik Hidayat mengatakan perseroan menargetkan pertumbuhan pemasaran (marketing sales) tahun 2018 sebesar 25 persen-30 persen dengan laba bersih tumbuh sekitar 20 persen-25 persen.
Setidaknya ada lima proyek apartemen perseroan yang berlokasi di Bekasi, Bandung, Surabaya dan Malang. “Pemasaran dari proyek-proyek yang ground breaking telah mencapai minimal 60 persen, sehingga sebagai bentuk komitmen kami ke konsumen ground breaking langsung kami laksanakan,” ujar Direktur Utama PPRO Taufik Hidayat dalam keterangannya, Rabu, 20 Desember 2017. (Baca : Berita Hari Ini : PPRO Terbitkan Obligasi Rp1,6 T, SRIL Akuisisi Dua Perusahaan) (hm)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.