Bareksa.com - Mayoritas saham di bursa efek Amerika Serikat (AS) ditutup turun pada hari Senin karena investor khawatir perang dagang dapat berkembang setelah Presiden AS Donald Trump menerapkan tarif impor baja dan aluminium.
Pada Senin 12 Maret 2018, Indeks Dow Jones turun 157,13 poin (-0,62 persen) ditutup pada level 25.178,61, dengan Boeing, Caterpillar dan United Technologies turun setidaknya 2 persen. Dow naik lebih dari 100 poin di awal sesi karena saham Apple dan Goldman Sachs mencapai titik tertinggi sepanjang masa.
"Ini adalah kekhawatiran yang berkembang bahwa kesalahan dalam kebijakan perdagangan bisa sebesar kesalahan dalam kebijakan moneter," kata Art Hogan, kepala strategi pasar di B. Riley FBR seperti dilansir dari CNBC.
Sebelumnya Trump telah menerapkan tarif 25 persen untuk impor baja dan tarif 10 persen untuk impor aluminium meski Kanada dan Meksiko yang merupakam dua mitra dagang utama AS dikecualikan dalam kebijakan tersebut. Namun, investor khawatir bahwa negara lain dapat melakukan pembalasan dengan memberlakukan tarif atas barang AS sehingga memicu perang dagang yang semakin luas.
Sementara itu, Indeks S&P 500 tergelincir 0,1 persen di level 2.783,02, dengan sektor industri turun 1,2 persen. Sedangkan Indeks Nasdaq naik 0,4 persen di level 7.588,32 untuk mencapai rekor intraday dan penutupan karena Apple berhasil menutupi kerugian dari koreksi bulan lalu. Amazon juga mencapai titik tertinggi sepanjang masa untuk membantu memimpin kenaikan tersebut.
Pada hari Jumat, Nasdaq menghapus koreksinya, melonjak ke posisi tertinggi sepanjang masa setelah Biro Statistik Tenaga Kerja melaporkan pertumbuhan pekerjaan yang lebih baik sebesar 313.000 dari perkiraan untuk bulan lalu. Indeks S&P 500 menguat 3,1 persen dari pemulihan kerugian tersebut, sementara Dow naik 5,4 persen.
"Pada akhirnya, yang penting adalah pendapatan perusahaan," kata Greg Powell, CEO Fi-Plan Partners. "Itulah yang mendorong pasar." Powell juga mencatat bahwa investor seharusnya mengharapkan volatilitas lebih tinggi, tetapi ia melihat kenaikan lebih jauh ke depan.
Rata-rata indeks utama turun 10 persen dari level tertinggi 52 minggu bulan lalu, menandai koreksi pertama sebesar itu sejak 2016. Koreksi tersebut dipicu sebagian besar oleh kekhawatiran bahwa inflasi yang lebih tinggi akan mendorong The Fed untuk memperketat kebijakan moneter lebih cepat daripada yang diharapkan pasar. Ketakutan inflasi sempat mereda pada hari Jumat saat rilis angka pertumbuhan upah bulan lalu yang belum terlalu cepat.
"Ingat malapetaka bahwa lonjakan satu bulan dalam tingkat upah per jam terjadi pada bulan Januari? Ketakutan inflasi ada di seluruh media dan koreksi pasar saham dimulai," kata Marc Chaikin, CEO Chaikin Analytics seperti dilansir dari CNBC. "Setidaknya untuk saat ini, itu ada di belakang kita." Imbuhnya.
Adapun The Fed dijadwalkan untuk bertemu minggu depan, dengan sebagian besar pelaku pasar memperkirakankan bahwa bank sentral akan menaikkan suku bunga. Ekspektasi pasar untuk kenaikan suku bunga Maret mencapai 86 persen pada hari Senin, menurut survei FedWatch CME Group dan 90 persen menurut Investing.com's Fed Rate Monitor Tool. (hm)