Targetkan Return 9 Persen, BPJS Ketenagakerjaan Bisa Tingkatkan Alokasi Saham

Bareksa • 02 Mar 2018

an image
Kepala Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) ketenagakerjaan wilayah Sumatera bagian Utara (Sumbagut) Umardin Lubis (kedua kiri) bersama staf berfoto mengkampanyekan "Ayo Bergabung Menjadi Peserta BPJS Ketenagakerjaan" di Lhokseumawe, Aceh, Rabu (23/8). (ANTARA FOTO/Rahmad)

Hingga Januari, sekitar 53 persen dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan berada di instrumen surat utang

Bareksa.com – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menargetkan keuntungan hasil investasi tahun ini sekitar 9 persen. Hal ini seiring dengan proyeksi pertumbuhan berbagai jenis instrumen investasi termasuk obligasi dan saham yang dipegang oleh institusi pengelola dana jaminan sosial tersebut.

Kepala Divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan, Irvansyah Utoh Banja mengungkapkan, hingga Januari 2018, total dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp320,7 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar 53 persen dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan berada di instrumen surat utang, sesuai dengan aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengharuskan alokasi minimal 50 persen dana kelolaan BPJS pada instrumen surat utang negara (SUN). 

BPJS Ketenagakerjaan menargetkan imbal hasil tahun ini dapat mencapai Rp32 triliun. “Kita targetkan return sekitar 9 persen tahun ini,” terangnya kepada Bareksa, di Jakarta, Kamis, 1 Maret 2018.

Sepanjang tahun lalu, BPJS Ketenagakerjaan mengelola dana sebesar Rp317,2 triliun. Dari jumlah tersebut, BPJS mengalokasikan 59,87 persen di antaranya pada surat utang. Kemudian saham 18,76 persen, deposito 10,63 persen, reksa dana 10,03 persen dan investasi langsung di bawah 1 persen. 

Alokasi aset BPJS pada surat utang hingga pada Januari tercatat lebih rendah dibandingkan posisi akhir 2017. Menurut Utoh, dalam pengelolaan dana tahun ini BPJS akan menyesuaikan dengan kondisi perekonomian market dan kebutuhan liabilitas dari pengelolaan dana setiap program. Sejauh ini BPJS memang masih mengelola sebagian besar dananya di surat utang. 

Dia mengatakan bahwa tidak menutup kemunkinan BPJS memperbesar porsinya di instrumen saham tahun ini, untuk mencapai target return. Alokasi aset BPJS Ketenagakerjaan selalu dievaluasi secara periodik sesuai kondisi perekonomian market dan liabiltias program. 

“Untuk rebalancing portofolio apabila diperlukan,” katanya. (Baca juga Morgan Stanley Prediksi Rp31 Triliun Dana Institusi Lokal Masuk Saham 2018)

Return Obligasi

Direktur Panin Asset Management, Rudiyanto menuturkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan memang memiliki batas minimal alokasi aset pada instrumen surat utang. Tetapi, hal tersebut masih memungkinkan bagi BPJS untuk mencapai target return tahun ini. 

Sementara untuk pengelolaan saham, BPJS selama ini mengelola dananya dengan portofolio yang disimpan dan diperdagangkan. Sedangkan dari instrumen surat utang, dia mengatakan BPJS masih bisa mengoptimalisasi potensi keuntungannya. 

Return obligasi tahun ini diperkirakan sekitar 7-8 persen,” terangnya.

Meskipun pasar surat utang sedang berfluktuasi karena kenaikan imbal hasil (yield) surat utang Amerika Serikat (AS), tetapi pergerakan pasar surat utang sama seperti halnya seperti saham, akan menguat apabila harganya sudah terlalu murah. 

“Sekarang harganya sudah mulai murah,” jelasnya 

Belum lama ini, Mandiri Sekuritas memperkirakan imbal hasil surat utang tahun ini sekitar 7,6 persen, lebih rendah dibandingkan return tahun lalu sebesar 17 persen. Tekanan pasar surat utang domestik akan berasal dari peningkatan proyeksi imbal hasil surat utang AS Treasury bertenor 10 tahun. 

Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, Handi Yunianto mengungkapkan, dalam dua tahun terakhir pasar surat utang Indonesia memberikan return double digit, yakni 14 persen pada 2016 dan 17,6 persen pada 2017. Tingkat return yang cukup tinggi tersebut terjadi karena adanya penurunan yield surat utang domestik pada 2016 dan 2017. 

Return obligasi tahun ini bisa mencetak rekor baru atau crash seperti 2013 kuncinya hanya satu, yield akan turun atau naik,” jelasnya belum lama ini. 

Dia melanjutkan, apabila tahun ini return surat utang ingin mencapai 17 persen seperti tahun lalu, maka yield obligasi perlu turun hingga di bawah 5 persen. Maka, apabila ada investor yang mau membeli obligasi pemeritnah dengan kupon 4,8 persen, return surat utang dapat mencapai 17 persen.

Sementara, apabila mengulang crash surat utang pada 2013, maka yield obligasi pemerintah sebesar 8 persen. Hal itu akan membuat return obligasi tahun ini minus 13 persen. 

Namun, dia menilai pasar surat utang tahun ini tidak akan mengulang kejadian 2017 maupun crash 2013. Dia memperkirakan yield surat utang domestik tahun ini sekitar 6,4 persen sehingga return surat utang tahun ini diprediksi mencapai 7,2 persen.

Sementara itu, Schroders Investment Management Indonesia menilai pasar saham tahun ini masih akan menarik karena masih memiliki ruang untuk menguat. Schroders memperkirakan pertumbuhan rasio laba bersih per saham (earning per share ratio/ PER) bakal tumbuh sekitar 13,6 persen. 

Executive Vice President Intermediary Business, M Renny Raharja mengatakan, dari perkiraan EPS growth tahun ini sekitar 13,6 persen, sektor finansial, terutama perbankan, akan berkontribusi sebesar 6,4 persen, bahan pokok 1,9 persen, telekomunikasi 1,8 persen dan discretionary 1,5 persen. Sementara sektor lainnya diperkirakan akan tumbuh di bawah satu persen. 

“Investor tidak takut karena pasar saham likuid, dan saat mendekat pemilu and Pilkada biasanya pasar modal bergairah,” terangnya. (hm)