Bareksa.com - Harga saham sejumlah emiten perkebunan, terutama terkait minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), melonjak tajam pada perdagangan hari ini 1 Maret 2018. Salah satunya adalah PT PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP) yang tidak hanya mendapat sentimen positif dari pasar CPO global tetapi juga telah membukukan kinerja cemerlang sepanjang tahun lalu.
Hingga penutupan perdagangan hari ini, harga saham LSIP tercatat naik 6,8 persen ke Rp1.485. Sementara itu, induk usahanya yakni PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) menguat 19 persen ke Rp625.
Saham-saham terkait perkebunan mendapat sentimen positif seiring dengan penguatan dolar AS. Seperti diketahui, harga CPO global diperdagangkan menggunakan mata uang ringgit Malaysia (MYR). Karena dolar menguat, harga CPO dalam ringgit menjadi lebih mahal sehingga menjadi sentimen positif bagi para produsen minyak sawit.
Perusahaan yang biasa dikenal Lonsum ini mampu membukukan kenaikan pendapatan di 2017 sebesar Rp4,7 triliun atau naik 23 persen dibandingkan pendapatan tahun 2016 sebesar Rp3,8 triliun. Hal ini disebabkan karena penjualan dari produk sawit (CPO dan Palm kernel) yang naik sebesar 23 persen, karet naik sebesar 40 persen dan benih bibit sawit yang juga naik 28 persen.
Kontribusi Penjualan LSIP Tahun 2017
Sumber: Laporan keuangan perusahaan, diolah Bareksa.com
Kenaikan pendapatan perusahaan yang afiliasi Grup Salim ini membuat laba bersih 2017 juga naik 28,6 persen dari Rp 593 miliar pada 2016 menjadi Rp763 miliar pada 2017, yang juga berdampak pada kenaikan laba bersih per saham (EPS) dari Rp87 per saham menjadi Rp112 per saham atau naik 29 persen. Ditambah lagi, perusahaan ini dapat menjaga marjin laba kotor dan marjin laba bersihnya, masing-masing pada level 28 persen dan 16 persen.
Lebih lanjut, pada 2017, Lonsum mencatat kenaikan volume produksi TBS (tandan buah segar) inti menjadi 1,278 juta ton dari 1,222 juta ton pada 2016 atau naik 4,6 persen, serta kenaikan produksi CPO sebesar 1,3 persen menjadi 389.357 ton pada 2017 dari 384.535 ton pada 2016. Hal ini didorong terutama karena pemulihan setelah dampak El Nino yang terjadi pada tahun 2016.
Sebagai informasi, total area tertanam milik perusahaan pada akhir 2017 mencapai 115.695 hektar. Dari luas area itu, 83 persen ditanami kelapa sawit, 14 persen ditanami karet dan sisanya 3 persen ditanami tanaman lain, seperti teh dan kakao. Satu sisi, perusahaan juga masih memiliki area tertanam belum menghasilkan untuk kelapa sawit seluas 9.905 hektar.
Sektor perkebunan kelapa sawit sendiri masih dihantui oleh tingginya persediaan yang mengakibatkan oversupply di pasar Malaysia. Kondisi kelebihan pasokan ini bisa menahan laju harga sawit. Ditambah lagi, Parlemen Eropa melarang penggunaan minyak kelapa sawit yang rencananya akan dimulai pada 2021. Pada penutupan kemarin harga minyak kelapa sawit di Malaysia Palm Oil Council (MPOC) tercatat MYR 2.542 per metrik ton. (hm)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.