Kronologi Pergerakan Saham AISA Sejak Masih Rp2.200 Hingga Tersisa Seperempatnya

Bareksa • 23 Feb 2018

an image
Pedagang melayani konsumen pembeli beras di salah satu agen penjual beras yang masih menjual beras merk Maknyuss yang diduga memalsukan kandungan karbohidratnya, di kawasan Aren Jaya, Bekasi, Jawa Barat, Selasa, 25 Juli 2017. (ANTARA FOTO/Risky Andrianto)

Saham AISA hari ini menguat seiring kabar Grup Salim dan Sinarmas akan mengakuisisi usaha beras milik Tiga Pilar

Bareksa.com- Harga saham PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) kembali meroket, seiring dengan kabar investor baru akan membeli bisnis berasnya. Saham emiten pengolahan pangan ini ternyata telah berfluktuasi sejak terhempas kasus pengoplosan beras pada pertengahan tahun lalu.

Hingga penutupan perdagangan sesi I hari ini, saham AISA naik 7,3 persen saham menjadi Rp585 per saham. Penguatan harga saham ini terdorong adanya rumor bahwa Grup Sinarmas dan Grup Salim tertarik mengambilalih bisnis beras emiten pengolahan pangan ini.

Bahkan, proses pengambilalihan bisnis beras Tiga Pilar ini konon telah memasuki proses due diligence. Berembus kabar, keputusan mengenai hal ini akan diumumkan pada Maret nanti.

Mengutip Kontan manajemen Tiga Pilar akan meneken perjanjian jual beli bisnis beras pada tahun ini. Tiga Pilar diperkirakan bisa memperoleh Rp3 triliun dari penjualan unit bisnis beras ini untuk membayar utang perusahaan. 

Grafik: Pergerakan Harga Saham AISA Intraday

Sumber: Bareksa.com

Meskipun harga saham AISA menguat, harga hari ini masih jauh di bawah level tertingginya Rp2.360 pada tahun lalu. Naik turunnya harga saham AISA selalu menjadi sorotan, setelah tersandung kasus beras oplosan pada pertengahan 2017.

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri mengumumkan telah menetapkan TW, Direktur Utama PT Indo Beras Unggul (IBU), anak usaha Tiga Pilar sebagai tersangka. TW dijerat dalam kasus dugaan kecurangan dalam memproduksi beras.

Meski begitu, Ombudsman mengumumkan telah menemukan indikasi adanya tindak maladministrasi dalam pengusutan dugaan penyimpangan tata niaga beras oleh PT IBU dalam laporan akhir pemeriksaannya. (Lihat : Produsen Beras Maknyuss Optimistis Bisa Meraih Kepercayaan Investor)

Bentuk maladministrasi itu adalah penyampaian informasi yang tidak akurat dan menyesatkan kepada publik, pengawasan dari instansi terkait yang tidak berfungsi sesuai peraturan, pembentukan regulasi yang tidak wajar, dan dugaan maladministrasi dalam proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana PT IBU. Mereka yang dinilai melakukan maladministrasi yakni Kementerian Pertanian, Kepolisian, Kementerian Perdagangan, dan KPPU

Kejadian tersebut membuat ambrolnya harga saham AISA yang sempat menyentuh level Rp2.200 pada 31 Mei 2017, dan tinggal tersisa Rp545 pada penutupan perdagangan kemarin, 22 Februari 2018. Artinya, saham ini sudah turun hingga 75,4 persen.

Grafik: Pergerakan Harga Saham AISA Selama 1 Tahun

Sumber: Bareksa.com

Setelah ambrolnya harga saham AISA karena tertimpa kasus beras oplosan, kejadian demi kejadian ikut mewarnai naik turunnya harga saham AISA.

Seperti pada penutupan perdagangan 7 Desember 2017, harga saham AISA sempat berbalik arah (rebound) naik 9 persen menjadi Rp530, sebelumnya perseroan berencana untuk melakukan transaksi divestasi anak usaha di bidang beras. Rencana transaksi tersebut telah disetujui rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 2 November 2017. (Baca Juga : Ini Penyebab Saham Induk Produsen Beras Maknyuss Longsor 26,5 Persen)

Mengutip penjelasan AISA di keterbukaan informasi Bursa, sejatinya tanggal rencana transaksi divestasi anak usaha di bidang beras dilakukan pada 7 Desember 2017. Namun transaksi divestasi tersebut gagal atau tidak dapat dilaksanakan oleh perseroan karena tidak mendapatkan persetujuan dari rapat umum pemegang Sukuk Ijarah TPS Food II Tahun 2016 yang dilaksanakan pada 6 Desember 2017 kemarin.

Meskipun rencana divestasi gagal, hal tersebut justru direspons positif para pelaku pasar. Hal ini terlihat dari saham AISA yang melesat hingga 9 persen menjadi Rp530 per lembar pada hari itu.

Lalu, pada akhir Januari 2018 kasus yang menimpa produsen beras PT IBU memasuki babak baru, karena telah mendapat keputusan dari Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Bekasi. Dalam keterangan Corporate Secretary TPS Food Ricky Tjie tertanggal 26 Januari 2018, perseroan menyampaikan, perkara dengan nomor register 1370/Pid.Sus/2017/PN Bks telah mengeluarkan putusan antara lain menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 1 tahun 4 bulan, potong masa tahanan.

Selain itu, Ricky juga menyampaikan bahwa perseroan yang merupakan induk usaha PT IBU telah merumahkan hampir seluruh karyawan PT IBU dalam rangka pemutusan hubungan kerja. Dia juga menambahkan, perseroan berencana melakukan penjualan bisnis beras yang akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku

Dengan semakin jelasnya kasus yang menimpa PT IBU, saham AISA di sepanjang tahun ini justru mulai tumbuh baik. Hingga Kamis, 25 Januari 2018, saham AISA berada pada level Rp585 atau naik 22,89 persen dari periode akhir 2017 Rp476.

Sentimen positif datang karena ada pengumuman investor asing menambah kepemilikannya dalam saham ini. Fidelity Funds-Pacific membeli saham AISA sebanyak 16,69 juta lembar di harga Rp484,04 per saham. Dengan adanya transaksi tersebut, kepemilikan Fidelity bertambah jadi 197,56 juta saham atau 6,14 persen dari sebelumnya hanya 180,86 juta saham atau 5,62 persen.

"Adapun transaksi penambahan saham dimulai pada perdagangan 6-7 Februari dengan tujuan investasi saja dan tidak bertujuan mempengaruhi kontrol atau arah perusahaan," ujar Kevin Lo, Head of Regulatory Reporting Asia Pacific dalam keterbukaan informasi ke BEI.

Fidelity adalah perusahaan yang memberikan layanan investasi, seperti dana pensiun, bank, asuransi dan pengelolaan aset. Saat ini, Fidelity mengelola aset senilai US$411 miliar dari 2,2 juta klien di Asia Pasifik, Eropa, Timur Tengah dan Amerika Serikat.

Setelah Fidelity Funds-Pacific menambah porsi kepemilikan, harga saham AISA kini sudah naik 16 persen ke level Rp540 dari sebelumnya Rp466 per saham. (hm)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.