Bareksa.com- Rencana masuknya PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk (PADI) ke dalam Bank Muamalat telah berakhir. Pasalnya PADI telah menyatakan perjanjian jual beli bersyarat atau conditional share subscription agreement (CSSA) menjadi alasan keduanya gagal bersatu.
Sesuai perjanjian, CSSA tersebut berakhir pada 31 Desember 2017. "Kami juga sudah dimintai konfirmasinya oleh Muamalat, CSSA berakhir, sehingga tidak lagi menjadi standby buyer Muamalat," ujar Direktur PADI Harry Danadjojo
Sebelumnya PADI disebut-sebut perlu menyiapkan dana Rp4,5 triliun sebagai standby buyer. Dana itu akan setara dengan 51 persen kepemilikan saham di Bank Muamalat. (Lihat : Jika Target Akuisisi Muamalat Rp4,5 Triliun, Ini Harga Rights Issue Minna Padi)
Seiring batalnya rencana akuisisi Bank Muamalat, pada penutupan perdagangan sesi I hari ini 8 Februari 2018, harga saham PADI anjlok hingga 17 persen ke level Rp610 dibandingkan dengan harga penutupan kemarin.
Grafik: Pergerakan Harga Saham PADI Intraday
Sumber: Bareksa.com
Mirae Asset Sekuritas (YP) tercatat sebagai penjual terbesar saham PADI sebanyak 2.260 lot saham pada harga rata-rata Rp626,6 per saham senilai Rp138,7 miliar.
Dalam tujuh bulan terakhir saham PADI rencana akuisisi Bank Muamalat menjadi sentimen positif yang cukup kuat, sehingga saham PADI sempat menyentuh level tertinggi Rp1.605 pada 6 Oktober 2017 sepanjang melantai di Bursa sejak Januari 2012
Grafik: Pergerakan Saham PADI Sejak Awal IPO
Sumber: Bareksa.com
Setelah menyentuh level tertinggi harga saham PADI perlahan rontok setelah perushaan batal menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) yang seharusnya berlangsung pada 22 November 2017 lalu.
Telisik punya telisik, ternyata ada beberapa hal yang mengganjal sehingga jalan PADI menjadi pemegang saham Bank Muamalat belum berjalan mulus. Salah satunya mengenai status PADI yang selain merupakan emiten, perseroan juga merupakan perusahaan efek.
“Maka ada beberapa ketentuan terkait emiten dan perusahaan efek yang harus dipenuhi Minna Padi,” tutur Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fahri Hilmi
Selain itu, Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Hamdi Hassyarbaini juga pernah menuturkan sedang memeriksa beberapa pihak terkait dugaan insider trading saham PADI termasuk broker yang terlibat telah dimintai keterangannya. Namun, Hamdi enggan memberitahukan hasil pemeriksaan tersebut.
Tidak hanya rencana akuisisi yang menarik dari sisi transaksi saham PADI pun cukup menjadi sorotan. Menurut data perdagangan di Bursa, transaksi saham PADI justru lebih banyak dilakukan melalui pasar negosiasi dibandingkan dengan transaksi melalui pasar reguler. Sepanjang empat bulan terakhir, nilai transaksi PADI di pasar negosiasi hampir 10 kali lipat dari pasar reguler.
Sejak meroket 24 Juli 2017 hingga hari ini, saham PADI ditransaksikan hingga Rp2,7 triliun di pasar negosiasi sementara di pasar reguler hanya ditransaksikan sebesar Rp296,6 miliar.
Meskipun nilai transaksi lebih besar, harga rata-rata per saham PADI justru lebih murah di pasar negosiasi dibandingkan di pasar reguler. Dalam periode 24 Juli 2017- 7 Februari 2018, rata-rata harga saham PADI di pasar negosiasi hanya Rp442per saham, hampir setengah dari rata-rata harga di reguler, yakni Rp1.181,6per saham.
Dhanawibawa Sekuritas (TX) tercatat sebagai pembeli sekaligus penjual terbesar saham PADI dalam periode tersebut. TX tercatat melakukan aksi tutup sendiri sebanyak 85,6 juta pada harga rata-rata Rp413,1 per saham senilai Rp3,53 triliun.
Sementara pembeli sekaligus penjual berikutnya adalah Minna Padi Investama (MU), alias perseroan sendiri, tercatat sebagai broker pembeli sekaligus penjual terbesar saham PADI pada periode tersebut. MU terpantau membeli sebanyak 60,8 juta lot saham PADI pada harga rata-rata Rp446,7 per saham senilai Rp2,7 triliun. (Baca juga Ingat Setiawan Ichlas Pemegang Saham PADI? Ternyata Begini Profilnya)
Sementara itu, MU juga tercatat menjual saham PADI sebanyak 863,4 juta lot saham pada harga rata-rataRp459,6 per saham senilai Rp2,9 triliun. (hm)