Jelang 5 Tahun Menjabat Gubernur BI, Ini Kinerja Agus Martowardojo
Kebijakan yang diambil oleh Agus sebagai pemimpin bank sentral terus menyesuaikan dengan kondisi ekonomi
Kebijakan yang diambil oleh Agus sebagai pemimpin bank sentral terus menyesuaikan dengan kondisi ekonomi
Bareksa.com - Masa jabatan Agus Martowardojo sebagai Gubernur Bank Indonesia akan berakhir pada Mei tahun ini. Sejumlah nama calon penggantinya mulai diperbincangkan. Menjelang 5 tahun kepemimpinannya, bagaimana kinerja Agus sebagai pimpinan yang berwenang atas kebijakan moneter di Indonesia ini?
Mantan menteri keuangan periode 2010-2013 ini memiliki karir yang panjang sebagai bankir ternama di Indonesia. Di awal karirnya, Agus bekerja di Bank of America cabang Indonesia.
Kemudian, dia juga pernah menjadi Direktur Utama Bank Bumi Putera 1995-1998 dan Direktur Bank Ekspor Impor Indonesia pada 1998-1999. Selanjutnya, pada periode 2005-2010, Agus sempat menjabat sebagai Direktur Utama Bank Mandiri, yang merupakan bank terbesar milik negara.
Promo Terbaru di Bareksa
Diangkat sebagai gubernur bank sentral pada Mei 2013, Agus menggantikan Darmin Nasution saat itu. Pria kelahiran Amsterdam, Belanda ini sebelumnya pada 2008 juga sempat dicalonkan jadi Gubernur BI oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tetapi terganjal di parlemen karena alasan politis.
Kebijakan yang diambil oleh Agus sebagai pemimpin bank sentral terus menyesuaikan dengan kondisi ekonomi, termasuk tingkat inflasi Indonesia.
Agus menjabat sebagai Gubernur BI dalam dua kepemimpinan presiden, yakni SBY dan Joko Widodo (Jokowi). Dalam kedua pemerintahan tersebut, terjadi peningkatan inflasi akibat naiknya harga bahan bakar minyak bersubsidi.
Pada 2013, inflasi tahunan (year on year) mencapai 8,79 persen pada Agustus. Kenaikan inflasi ini merupakan dampak dari kebijakan pemerintahan SBY pada tanggal 21 Juni 2013 yang menetapkan harga BBM bersubsidi naik menjadi Rp6.500 per liter dari Rp4.500 per liter.
Sementara itu, pada 18 November 2014, pemerintahan Jokowi menaikkan harga BBM bersubsidi menjadi Rp8.500 per liter dari sebelumnya Rp6.500 per liter. Akibatnya, inflasi Desember 2014 pun meningkat hingga 8,36 persen (year on year). (Lihat Benarkah Ekonomi di Era Jokowi-JK Lebih Buruk Dibanding Masa SBY? Ini Datanya)
Tingkat Inflasi Tahunan Indonesia (year on year)
Sumber: Bareksa.com
Menanggapi keadaan tersebut, Bank Indonesia yang dipimpin Agus Martowardojo tidak tinggal diam. Pada 2013, BI terpantau menaikkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) hingga 7,5 persen per November 2013.
Suku bunga acuan pun ditahan di level tersebut hingga setahun berikutnya karena tingkat inflasi 2014 yang tertinggi sejak 2008. Pada November 2014, suku bunga kembali dinaikkan ke 7,75 persen.
Pada tahun 2015, suku bunga acuan BI Rate pun hanya diturunkan sekali yakni pada Februari menjadi 7,5 persen. Level suku bunga tersebut ditahan hingga akhir 2015.
Kemudian, memasuki tahun 2016, inflasi mulai terkendali dan hingga kini tetap terjaga di kisaran 4 persen. Dengan kondisi ini, BI menurunkan suku bunga acuan hingga empat kali dalam empat bulan berturut-turut menjadi 5,5 persen pada April 2016.
Tingkat Suku Bunga Acuan BI
Sumber: Bareksa.com
Sementara itu, Agus Marto memperkenalkan acuan suku bunga yang baru, yakni BI 7-day (Reverse) Repo Rate atau disingkat 7DRR. Berlaku efektif sejak 19 Agustus 2016, penggunaan 7DRR bertujuan untuk membuat kebijakan yang secara cepat memengaruhi pasar uang, perbankan dan sektor riil. Instrumen BI 7DRR sebagai acuan yang baru memiliki hubungan yang lebih kuat ke suku bunga pasar uang, sifatnya transaksional atau diperdagangkan di pasar, dan mendorong pendalaman pasar keuangan.
Terbaru, inflasi Januari 2018 pun mencapai titik terendah dalam 13 bulan. Sejak September 2017 hingga saat ini, suku bunga acuan BI 7DRR berada di level 4,25 persen. (Baca Ulasan Lengkap Kinerja Ekonomi 2017, Ini Catatan Pentingnya)
Meskipun suku bunga ditahan sejak lima bulan terakhir, Bank Indonesia tetap menjaga kondisi moneter. BI, dalam RDG Januari 2018, memutuskan untuk mempercepat implementasi Giro Wajib Minimum (GWM) rata-rata sebagai kelanjutan dari reformasi kerangka operasional kebijakan moneter. Sebagai informasi, GWM merupakan dana minimum bank yang disimpan di bank sentral.
Dalam kebijakan kali ini, bank sentral mengambil kebijakan untuk mengurangi uang yang beredar dengan meningkatkan dan menetapkan persediaan uang kas pada bank-bank. Dengan tujuan mengurangi jumlah uang beredar, agar nantinya inflasi dapat ditekan. (AM)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.