Bareksa.com – Dalam empat hari terakhir, saham-saham emiten badan usaha milik usaha (BUMN) konstruksi mulai kembali bangkit setelah hampir dua tahun terakhir menunjukkan performa kurang cemerlang (underperform). Namun jika ditarik mundur ke belakang, dalam empat hari terakhir secara berturut-turut saham emiten konstruksi sudah mencatatkan kenaikan 9 - 15 persen.
Puncak penurunan sektor konstruksi yang dalam hal ini masuk ke dalam kategori sektor properti telah dimulai dari sejak Agustus 2016. Alasan utama penurunan dari sektor ini adalah bahwa Investor khawatir akan arus kas (cashflow) perusahaan jika pemerintah tidak memiliki dana untuk membayar kontrak – kontrak kepada kontraktor pada waktu itu. (Baca : Melonjak 9 - 15 persen dalam 4 Hari, Saham Sektor Konstruksi Mulai Bangkit?)
Sempat anjlok hingga 20 persen, sejak berada di level tertingginya pada Agustus 2016 hingga Desember 2017, kini indeks properti telah menunjukkan adanya tanda-tanda bangkit. Dalam sebulan terakhir, indeks saham sektor properti perlahan merangkak naik dan telah bertumbuh 7,46 persen hingga 9 Januari 2018. (Lihat : Siapkan Belanja Modal Tahun ini Rp10 Triliun, Bagaimana Kinerja Saham ADHI?)
Historikal Pergerakan Indeks Properti Agustus 2016 – Januari 2018
Sumber : Bareksa.com
Perbedaan Skema Pembayaran Termin dan Turnkey di Sektor Konstruksi
Sejak Agustus 2016, emiten konstruksi memiliki kontrak dalam pengerjaan (order books) yang besar sehingga membuat euforia investor terhadap sektor ini terus meningkat. (Baca : Adhi Karya Siapkan Belanja Modal Rp10 Triliun Tahun Ini)
Detail Order Books
Sumber : Mandiri Sekuritas, diolah Bareksa
Namun, ada satu hal yang kurang diketahui oleh para investor terkait pembayaran proyek pada saat kontrak tersebut selesai. Sebab tidak semua perusahaan menerima pembayaran dengan sistem termin atau pembayaran bertahap sesuai dengan progress proyek itu sendiri. Namun pemerintah juga menerapkan sistem turnkey pembayaran oleh pemilik proyek (atau pemerintah) terhadap kontraktor pada saat pekerjaan telah selesai seluruhnya atau pada saat proyek serah terima dari pelaksana ke pemilik. (Lihat : Saham BUMN di Tiga Sektor Berpotensi Bukukan Kinerja Positif Tahun Ini)
Hal itu yang membuat cashflow beberapa emiten terganggu dikarenakan perlu modal yang terbilang besar untuk menggarap suatu proyek, namun tidak ada modal dari pemilik proyek sama sekali. (Baca : Besok PT KAI Dapat Pinjaman LRT, ADHI Segera Raih Pembayaran Rp4,5 Triliun)
Detail Order Books BUMN Konstruksi
Sumber : Mandiri Sekuritas, diolah Bareksa
Kondisi itu membuat kontraktor harus mencari alternatif sumber dana, seperti menerbitkan obligasi yang dilakukan oleh beberapa BUMN karya seperti PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), dan PT Hutama Karya untuk pembangunan jalan tol trans Sumatera dengan jaminan pemerintah (Government Guarantee). (Baca : Jokowi Resmikan Tol Surabaya-Mojokerto, Bagaimana Kinerja Saham JSMR dan WIKA?)
Atau pemerintah menyuntik modal melalui penyertaan modal negara (PMN) kepada emiten BUMN konstruksi terkait, sehingga akan memperkuat permodalan perusahaan. (Lihat : Proyek Tol Trans Sumatera Bukti Serius Pemerintah Himpun Dana di Pasar Modal)
Jadi, jangan heran jika rasio utang terhadap modal perusahaan (DER) di sektor ini pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan sektor lain di Bursa Efek Indonesia (BEI). Belum lagi jika ada potensi pembayaran cash tidak dapat dilakukan, maka tercatatlah pendapatan proyek tersebut sebagai piutang dan belum sebagai pendapatan. (AM) (Baca : BUMN Pemilik Lahan di Lintasan Proyek LRT akan Dilibatkan dalam Konsorsium)