Bareksa.com – Pemerintah mengaku tidak mengalami kendala dalam proses negosiasi dengan Freeport-McMoRan Inc, perusahaan tambang asal Amerika Serikat, terkait operasinya di tambang Papua, melalui anak usahanya PT Freeport Indonesia. Negosiasi itu termasuk soal izin usaha pertambangan khusus (IUPK) hingga divestasi 41,64 persen saham Freeport Indonesia. Saat ini pemerintah masih mematangkan negosiasi terkait empat poin perjanjian dengan Freeport-McMoRan.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyatakan pihaknya masih sesuai target dalam bernegosiasi empat hal dalam paket perjanjian dengan Freeport-McMoran. Baik itu soal divestasi, kemudian pembangunan smelter, kepastian investasi serta penerimaan perpajakan dan terakhir tentang perpanjangan masa operasi.
“Saat ini sudah dibahas sangat detail mengenai masalah masing-masing poin itu,” ujarnya di Jakarta, Selasa, 2 Januari 2018. (Baca : Demi Investor Publik, Inalum Pertahankan Kebijakan Dividen Holding Tambang)
Menurut Sri Mulyani, kemungkinan nantinya proses perpanjangan operasi tambang Freeport Indonesia akan dikaitkan dengan perpanjangan IUPK mencakup dan memasukkan seluruh item mengenai kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Freeport.
Dia memberikan contoh hal itu terkait dengan pembangunan smelter serta jangka waktunya dan bagaimana pemerintah mengukur progressnya. Dia juga menjelaskan tentang persoalan penerimaan negara dan kepastian investasi Freeport. (Lihat : Holding BUMN Industri Pertambangan Resmi Terbentuk)
Pemerintah akan menekankan bagaimana Freeport dapat meningkatkan pembayaran royalti, pajak daerah dan pajak kepada pemerintah pusat. “Kemudian mengenai divetasi, kita juga melakukan detial dan langkah-langkah sampai tahunnya dan kapan kita akan melakukan eksekusinya,” ujar dia.
Sri Mulyani mengaku tidak ada masalah dalam proses negosiasi dengan Freeport. (Baca : Berita Hari Ini : Holding BUMN Tambang Optimistis Mampu Akuisisi Saham Freeport)
BUMN Siap Akuisisi
Pemerintah menargetkan proses pembelian saham Freeport dapat dilakukan tahun ini. Sementara itu, badan usaha milik negara (BUMN) dikabarkan siap membeli saham Freeport Indonesia.
Kemampuan keuangan BUMN sektor tambang diklaim cukup untuk mengakuisisi mayoritas saham. Setelah pembentukan holding tuntas, PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), sebagai induk usaha BUMN tambang dapat meleverage keuangannya hingga mencapai Rp180 triliun. (Lihat : BEI : Pembentukan Holding BUMN Bakal Berimbas Positif ke Tiga Emiten Tambang)
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno, mengatakan, setelah menjadi holding perusahaan-perusahaan tambang negara dapat meleverage keuangannya jadi lebih besar lagi.
Usai holding terbentuk, Inalum akan memiliki aset Rp84 triliun dengan porsi ekuitas Rp64 triliun. Dengan jumlah ekuitas itu, perseroan bisa meleverage keuangannya 2-3 kali sehingga bisa menggalang dana sekitar Rp180 triliun. (Baca : Holding BUMN Tambang Ditargetkan Masuk 500 Fortune Global Company)
Saat ini Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih memproses pembelian saham Freeport Indonesia.
“Kalau ekuitas dileverage dua kali saja sudah dapat Rp120 triliun. Kita meleverage tiga kali masih aman. Tinggal kebutuhan untuk membeli Freeport berapa,” tuturnya, November tahun lalu. (Lihat : Bisa Leverage Dana Rp180 Triliun, Holding BUMN Tambang Sanggup Akuisisi Freeport)
Fajar mengatakan untuk meleverage keuangannya, Inalum akan dibantu oleh instiusi keuangan milik pemerintah. Dia yakin bank-bank BUMN akan ikut mensupport transaksi tersebut.
Dia melanjutkan, pembentukan holding BUMN sektor tambang dilakukan juga untuk mendorong penguasaan sumber daya batu bara dan mineral Indonesia oleh negara dan hilirisasi. (Baca : Berita Hari Ini: Freeport Klaim Harga PTFI US$13 Miliar, Bussan Obligasi Rp500 M)
Fajar mengatakan sumber daya alam yang dikuasai oleh negara melalui BUMN masih sangat kecil. Untuk batu bara, BUMN baru menguasai sekitar 10-12 persen dari total cadangan nasional, emas dan tembaga bahkan di bawah satu persen sedangkan nikel 9 persen dari total cadangan nasional.
Sementara timah sebagian besar cadangan sudah dikuasai negara. “Tetapi timah nilainya kecil,” terangnya. (AM) (Lihat : Divestasi Freeport Indonesia : Wacana IPO Hingga Pajak Atraktif)