Bareksa.com - Bank Dunia atau World Bank menyebut perekonomian Indonesia masih mengalami penguatan pada kuartal III-2017. Bahkan, tren positif akan terus berlanjut hingga tahun depan karena dua hal utama, yakni pemulihan konsumsi dan pertumbuhan investasi.
Untuk tahun ini, penguatan tersebut lantaran didukung kenaikan harga komoditas, pertumbuhan global yang lebih kuat, naiknya perdagangan internasional, serta kondisi moneter dan keuangan yang relatif akomodatif.
Mengutip laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia Desember 2017 dengan tema Mewujudkan hasil desentralisasi yang dikeluarkan Bank Dunia, Jumat, 15 Desember 2017, Pertumbuhan PDB riil menguat dari 5,0 persen tahun-ke-tahun di kuartal kedua menjadi 5,1 persen pada kuartal III-2017, sebagian akibat investasi yang kuat dan pertumbuhan ekspor.
Pertumbuhan investasi mencapai puncaknya dalam lebih dari empat tahun terakhir. Investasi asing langsung mencatat rekor arus masuk bersih dalam lebih dari tujuh tahun terakhir. Komoditas ekspor utama Indonesia dan ekspor barang manufaktur lainnya melonjak di kuartal ketiga. Volume ekspor dan impor mencatat pertumbuhan dua digit untuk pertama kalinya sejak 2012.
Pertumbuhan konsumsi swasta tetap rata dalam basis tahun-ke-tahun, namun ada indikasi mulai pulih. Penjualan barang tahan lama konsumen, seperti mobil penumpang dan sepeda motor, keduanya mengalami kenaikan –sepeda motor naik dua digit pada kuartal ketiga, setelah tiga tahun berturut-turut mengalami kontraksi.
Defisit transaksi berjalan turun dari 1,9 persen PDB pada kuartal kedua menjadi 1,7 persen dari PDB, akibat surplus perdagangan barang yang lebih besar dengan adanya ekspor yang lebih kuat pada kuartal ketiga.
Pertumbuhan PDB riil diproyeksikan 5,1 persen untuk 2017 dan menguat menjadi 5,3 persen pada 2018, didorong kelanjutan pertumbuhan investasi yang kuat dan pemulihan konsumsi secara berangsur. Risiko yang ada termasuk volatilitas pasar keuangan global serta pertumbuhan konsumsi swasta –sumber lebih dari separuh PDB– yang lebih lambat terutama pada kuartal keempat.
Mengingat harga pangan yang terus rendah dan tidak adanya rencana kenaikan harga energi pada tahun ini, inflasi harga konsumen diperkirakan rata-rata 3,8 persen pada 2017, kemudian menjadi 3,5 persen pada 2018.
Naiknya harga komoditas yang diikuti kejutan nilai tukar perdagangan yang positif, serta meningkatnya permintaan ekspor Indonesia karena ekonomi dan perdagangan global yang menguat, membuat defisit transaksi berjalan Indonesia diperkirakan akan turun menjadi 1,6 persen dari PDB pada 2017. Seiring turunnya nilai tukar perdagangan pada 2018 sementara investasi tetap kuat, defisit transaksi berjalan diperkirakan akan naik menjadi 1,8 persen dari PDB.
Target defisit fiskal 2018 dalam APBN sebesar 2,2 persen dari PDB lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya sehingga memberi tambahan ruang fiskal dalam jangka pendek. Sejalan dengan proyeksi makroekonomi yang lebih kuat untuk 2018 serta reformasi kebijakan dan administrasi pajak yang sedang berjalan, Bank Dunia juga memproyeksikan defisit fiskal sebesar 2,2 persen dari PDB, sama dengan target APBN 2018.
Edisi kali ini juga membahas bagaimana kinerja layanan pemerintah daerah telah berubah dari waktu ke waktu, juga bagaimana pemerintah pusat bisa mendorong dan mendukung kinerja yang lebih baik di masa depan.
Selama 15 tahun terakhir, secara umum telah terjadi peningkatan akses layanan dengan melalui desentralisasi, namun kualitas layanan masih rendah dan perbedaan antar daerah semakin melebar. Laporan ini memberi tiga rekomendasi kebijakan agar insentif bisa membantu meningkatkan layanan pemerintah daerah dan pejabat publik.
Pertama, melaksanakan praktik yang baik untuk mengevaluasi kinerja pemerintah daerah. Kedua, mengukur capaikan kerja sebagai dasar transfer fiskal antarpemerintah. Ketiga, gunakan data kinerja pemerintah yang transparan dan komparatif untuk merangsang keterlibatan warga. (K03)