Mengapa E-Commerce Kena Pajak?

Bareksa • 13 Dec 2017

an image
Ilustrasi belanja online di situs e-commerce. (pexels.com)

Perlakuan fiskal terhadap barang tak berwujud akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang E-Commerce

Bareksa.com - Pemerintah memastikan akan menerapkan aturan perpajakan terkait dengan perdagangan elektronik atau e-commerce termasuk perlakukan fiskal terhadap barang tak berwujud atau intangible goods. Barang tak berwujud ini mencakup piranti lunak, buku elektronik, film, dan beberapa jenis barang lainnya yang biasanya dijual di toko online atau melalui website.

Nantinya, perlakuan fiskal terhadap barang tak berwujud akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang E-Commerce atau Dagang Elektronik. Adapun selama ini pengenaan bea barang masuk tak berwujud seperti piranti lunak, buku elektronik, film, dan beberapa jenis barang lainnya tidak dikenakan karena terkendala moratorium dari WTO.

Hal itu sejalan dengan adanya declaration on global electronic commerce pada 1998 yang meminta negara berkembang tidak mengenakan bea masuk ke intangible goods. Meski demikian, moratorium ini akan segera berakhir pada 31 Desember 2017. Hal ini diharpakan bisa mendukung perekonomian Indonesia.

Dengan berakhirnnya moratorium itu maka pemerintah bisa melobi negara-negara di WTO untuk menyetujui pengenaan bea masuk untuk barang tak berwujud. Apalagi, perkembangan e-commerce di Indonesia temasuk barang tak berwujud berpotensi mendongkrak penerimaan negara yang nantinya bisa digunakan guna mendorong aktivitas ekonomi.

"Ada prinsip dasar di internasional yang diminta agar jangan dibuat kebijakan baru untuk mengubah atau menciptakan aturan baru di bidang ini sampai dengan Desember (2017). Setelah Desember (2017) maka secara prinsip semua bisa kena (barang tak berwujud kena bea cukai)," kata Menko Perekonomian Darmin Nasution, di Jakarta, Selasa, 12 Desember 2017.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Rudiantara siap memberikan dukungan terhadap pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait pengenaan pajak di industri e-commerce. Meski demikian, ia tengah menunggu kebijakan yang merinci hal tersebut agar dukungan yang diberikan bisa sesuai aturan.

Adapun Rudiantara menilai transaksi di industri e-commerce memang sangat potensial. Karenanya, dirinya memberikan dukungan untuk menjadikan transaksi e-commerce termasuk intangible goods sebagai obyek penerimaan negara. Optimalisasi penerimaan negara ini menjadi baik guna menyokong pertumbuhan ekonomi Indonesia. (Lihat VIDEOGRAFIK : Data Ini Tunjukan Lonjakan Transaksi e-Commerce)

"Tergantung bea cukai bagaimana mengambilnya. Beli buku online, misalnya, tidak susah secara teknis karena bisa diketahui. Sekarang tinggal masalah kebijakannya seperti apa. Saya menunggu teman-teman dari Kementerian Keuangan khususnya bea cukai. Saya sudah bicara dengan Pak Heru (Dirjen Bea Cukai) pokoknya saya dukung," pungkasnya.

Di sisi lain, pergeseran cara berbelanja yang sebelumnya lebih didominasi secara offline atau mendatangi pertokoan kini telah bergeser menjadi online atau melalui dunia maya. Bahkan, perkembangan belanja online juga mengalami pergeseran seiring dengan kecanggihan teknologi.

Hal tersebut diungkapkan oleh Haikal Bekti A. selaku Head of Online Marketing Lazada yang menyoroti perubahan gaya berbelanja, terutama generasi milenial. "Perubahan yang jelas terlihat adalah sarana dalam berbelanja, dari komputer ke ponsel," pungkasnya. (K03)