Jelang Perubahan Jadi Non Persero, Return Saham BUMN Tambang Masih Minus

Bareksa • 16 Nov 2017

an image
Serah terima jabatan Direktur Utama PT Inalum dari Winardi (tiga dari kanan) kepada Budi Gunadi Sadikin (empat dari kiri) di Kantor Kementerian BUMN Lt.7, Jalan Medan Merdeka Selatan No. 13 Jakarta Pusat. (14/09) (Sumber : www.inalum.id)

Padahal indeks sektor tambang masih tumbuh 14,09 persen

Bareksa.com – Keputusan pemerintah untuk mengumpulkan perusahaan tambang di bawah PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) atau Inalum dalam waktu dekat ini, memunculkan berbagai pro dan kontra. Apalagi, tiga perusahaan BUMN tambang yang akan berada di bawah Inalum, juga merupakan perusahaan publik.

Ketiga perusahaan itu adalah PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM), PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA), dan PT Timah (Persero) Tbk (TINS).

Alhasil, sempat muncul keharusan Inalum menggelar penawaran wajib atau tender offer meskipun akhirnya Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin langsung membantah hal itu. Karena, menurut Budi, pemegang saham pengendali (PSP) ketiga perusahaan itu tetap pemerintah.

Di sisi lain, pengalihan saham seri B pemerintah di tiga emiten itu akan membuat Antam, PTBA, dan Timah mengubah statusnya menjadi perusahaan non persero. Seperti yang disampaikan manajemen ANTM dan TINS melalui keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu, 15 November 2017.

Baik manajemen ANTM dan TINS menyampaikan, perseroan akan tetap diberlakukan sama dengan BUMN sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas.

“Terhadap perseroan, tetap berlaku kebijakan khusus negara dan/atau pemerintah, termasuk dalam pengelolaan sumbe daya alam dengan perlakuan tertentu sebagaimana diberlakukan bagi BUMN,” tulis manajemen ANTM dan TINS. Keduanya juga tetap dapat melaksanakan penugasan pemerintah atau pelayanan umum.

Saham PTBA, ANTM, dan TINS

Terlepas dari situ, tidak ada salahnya jika kita lihat lagi bagaimana kinerja saham tiga emiten tambang BUMN itu di sepanjang tahun ini hingga 15 November 2017. Berdasarkan catatan Bareksa, baik PTBA, ANTM, dan TINS mencatat return negatif.

ANTM misalnya. Hingga 15 November 2017, returnnya minus 26,26 persen akibat harga sahamnya turun menjadi Rp660 dibandingkan Rp895 pada penutupan 30 Desember 2016.

Begitu juga TINS dengan return minus 16,28 persen karena harganya turun menjadi Rp900 dari Rp1.075. Bahkan, saham TINS pernah berada pada level Rp700 per 10 Juli 2017.

Saham PTBA pun sama. Harga sahamnya turun menjadi Rp11.225 dari Rp12.500 dan memberi return negatif 10,2 persen.

Grafik: Stock Performance PTBA, ANTM, dan TINS Periode 30 Desember 2016 – 15 November 2017

Sumber: Bareksa.com

Dengan melihat pergerakan saham tiga emiten BUMN tambang ini, maka patut disimak bagaimana investor merespon pilihan pemerintah dalam membentuk holding BUMN tambang. Dan seperti diketahui, ketiga emiten itu akan menggelar RUPSLB serentak pada 29 November 2017 dengan agenda utama perubahan status persero menjadi non persero.

Grafik: Indeks Sektor Tambang Periode 30 Desember 2016 – 15 November 2017

Sumber: Bareksa.com

Pergerakan saham ketiga emiten tersebut berbeda dengan mayoritas di dalam sektornya, yang terlihat dari indeks saham sektor tambang (mining index). Mengacu data BEI, saham sektor tambang hingga 15 November 2017 masih tumbuh 14,09 persen menjadi 1.579,8 dibandingkan level 1.384,71 pada penutupan akhir tahun lalu. (hm)