Bareksa.com - PT Mandiri Manajemen Investasi berencana meluncurkan tiga produk alternatif investasi tahun depan. Perseroan membidik menangani peluncuran dana investasi real estate (DIRE) sebesar Rp500 miliar, reksa dana penyertaan terbatas (RDPT) Rp500 miliar - Rp1 triliun dan kontrak investasi kolektif (KIK) efek beragun aset (EBA).
Plt Direktur Utama Mandiri Manajemen Investasi, Endang Astharanti menjelaskan, sebagian besar aset dasar (underlying) untuk produk-produk tersebut merupakan milik badan usaha milik negara (BUMN). "Karena menjadi bagian BUMN, kita harus berpartisipasi untuk itu," kat Astharanti di Jakarta, Jumat, 27 Oktober 2017.
Dia menjelaskan bahwa perseroan memiliki kemampuan dan kapabilitas untuk ikut membantu BUMN memenuhi kebutuhan dana investasi infrastruktur. Sehingga, apabila ada kesempatan, manajer investasi ini akan mengambil kesempatan dan membuat struktur keuangan untuk proyek-proyek BUMN tersebut.
Saat ini, Mandiri Investasi tengah mengkaji meluncurkan DIRE dengan underlying properti milik induk usahanya, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Ada sejumlah properti milik Bank Mandiri yang sedang dikaji untuk dibuat struktur DIRE-nya.
Mandiri Investasi tengah mengkaji penerbitan DIRE dari sisi legal dan komersialnya. Ada dua hal yang perlu dikaji, katanya yaitu dari sisi pendapatan sewa dan valuasi propertinya.
"Kita bidik Rp500 miliar dari penerbitan DIRE," ujar dia.
Sementara itu, perseroan tengah mengkaji sejumlah proyek untuk disekuritisasi menjadi RDPT. Salah satu opsi proyek yang menjadi underlying asset RDPT adalah jalan tol.
Astharanti menuturkan bahwa banyak ruas tol yang sedang dikaji untuk menjadi underlying asset RDPT. Mandiri Investasi membidik produk RDPT senilai Rp500 miliar - Rp1 triliun.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa dari tiga produk alternatif investasi tersebut yang paling besar adalah produk KIK EBA infrastruktur. Namun, Astharanti masih belum mau mengungkapkan target dana dari produk tersebut.
"KIK EBA sedang menjajaki Jasa Marga, size-nya harusnya lebih besar," ujarnya.
Astharanti berpendapat perseroan lebih mudah menawarkan produk KIK EBA kepada investor karena strukturnya mirip dengan obligasi. Selain itu, demand institusi terhadap instrumen investasi yang berkaitan dengan infrastruktur masih cukup besar, karena institusi harus memenuhi ketentuan persentase surat utang dalam portofolionya sesuai peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dana Kelolaan
Hingga saat ini perseroan mencatatkan dana kelolaan (asset under management/ AUM) senilai Rp50,5 triliun. Dari jumlah tersebut, kompososisi AUM dari produk reksa dana sebesar Rp41,2 triliun.
Tahun depan perseroan menargetkan pertumbuhan dana kelolaan sebesar 25 persen menjadi sekitar Rp60 triliun. Produk terproteksi dan pasar uang diharapkan bakal mendorong pertumbuhan AUM perseroan tahun depan.
Saat ini banyak nasabah perbankan yang tengah mencari instrumen investasi konservatif untuk menyimpan dananya. Hal itu terjadi karena tingkat bunga deposito bank tengah menurun.
Dia menilai produk terproteksi sangat tepat untuk nasabah bank mengalihkan dananya karena karakter produk tersebut mirip dengan deposito, yakni memberikan bunga secara rutin.
"Meskipun terproteksi lebih berisiko dibandingkan dengan deposito," terang dia.
Selain dua produk tersebut, kinerja industri pasar modal tahun depan juga diharapkan ikut mendongkrak perolehan AUM perseroan tahun depan. Dia memperkirakan indeks harga saham gabungan (IHSG) tahun depan bisa tumbuh sekitar 10 persen.
"Kontribusi reksa dana saham terhadap total AUM kita sekitar 20 persen," lanjutnya. (hm)