Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting pemberitaan ekonomi dan aksi korporasi, yang disarikan dari laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia dan berita media hari ini, Kamis, 26 Oktober 2017;
APBN 2018
Sidang Paripurna DPR mengesahkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2018 dengan anggaran belanja Rp2.220,6 triliun. Belanja tersebut terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp1.454,4 triliun yang meliputi Kementerian Lembaga (K/L) Rp847,4 triliun dan non K/L Rp607,05 triliun.
"Belanja negara Tahun 2018 senilai Rp2.220,6 triliun, terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp1.454,4 triliun," kata Ketua Banggar DPR RI Aziz Syamsuddin, Rabu, 25 Oktober 2017.
Di luar belanja pemerintah pusat, ada transfer daerah Rp 766,1 triliun dan dana desa Rp60 triliun.Sementara penerimaan negara dipatok Rp1.894,7 triliun atau lebih tinggi Rp 16,2 triliun dari yang diajukan. Terdiri dari penerimaan dalam negeri Rp1.893,5 triliun dan hibah Rp1,19 triliun.
Dengan postur tersebut, defisit anggaran pemerinntah tahun depan sebesar Rp325,9 triliun atau 2,19 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Defisit nantinya akan ditutup oleh penarikan utang oleh pemerintah.
PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA)
PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) berencana menerbitkan obligasi global (global bonds) senilai Rp2 triliun pada Juni 2018. Perseroan akan menggunakan dana hasil emisi global bond untuk membiayai kembali (refianncing) utangnya.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia, Helmi Imam Satriyono, mengatakan, Garuda memiliki obligasi yang akan jatuh tempo pada Juli 2018 senilai Rp2 triliun.
Perseroan memilih surat utang beredenominasi dolar Amerika Serikat (AS) karena pencatatan dalam laporan keuangan juga menggunakan mata uang dolar AS. "Kami lebih condong menerbitkan obligasi dalam bentuk dolar AS, ketimbang rupiah," ujar Helmi, Rabu, 25 Oktober 2017.
Penerbitan obligasi rupiah menjadi kurang efektif lantaran maskapai penerbangan pelat merah ini harus melakukan biaya lindung nilai (hedging). Penerbitan global bonds Garuda rencanannya akan menggunakan buku Desember 2017.
PT Royal Prima
PT Royal Prima, pengelola rumah sakit umum (RSU) Royal Prima, mengincar perolehan dana melalui penawaran umum perdana (initial public offering/ IPO) saham tahun ini lebih dari Rp1 triliun. Direktur PT Royal Prima, Michael Mok Siu Pen, mengatakan, perseroan bakal melepas sekitar 20 persen saham ke publik.
"Royal Prima mengincar perolehan dana IPO sekitar US$100 juta," terang Michael, Rabu, 25 Oktober 2017.
Dengan kurs saat ini di posisi Rp 13.550 per dolar AS, maka dana yang dibidik Royal Prima tak kurang dari Rp1,35 triliun. Royal Prima akan menggunakan dana hasil IPO saham untuk sejumlah proyek seperti pengembangan rumah sakit, pembelian alat kesehatan bagi pusat layanan jantung dan kanker serta akuisisi rumah sakit.
Dia menargetkan pencatatan (listing) saham perseroan di Bursa Efek Indonesia (BEI) akan berlangsung Desember 2017. Saat ini perseroan sudah mendaftar untuk melangsugkan IPO saham.
Lelang Frekuensi 2,1 GHz
Kementerian Komunikasi dan Informatika memastikan hanya tiga operator telekomunikasi yang mengikuti lelang spektrum frewuensi 2,1 GHz. Ketiga operator tersebut yakni, Indosat Ooredoo, XL Axiata dan Hutchison Tri Indonesia.
Kemkominfo mematok harga dasar penawaran sebesar Rp296,74 miliar dan bid bond 40 persen senilai Rp118,69 miliar.
Dua operator lainnya, yaitu PT Telekomunkasi Selular (Telkomsel) dan PT Smarfren tidak mengikuti lelang. Telkomsel telah menang tender 2,3 GHz yang telah tuntas dilaksanakan dengan membayar lebih dari Rp1 triliun. Sedangkan Smartfren menyatakan mundur karena ingin memberikan kesempatan lebih besar kepada tiga operator lain untuk memenangkan tender.
PT Paytren Aset Manajemen
PT Paytren Aset Manajemen, perusahaan manajer investasi milik Yusuf Mansur memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Perseroan memperoleh izin melalui keputusan Dewan Komisioner OJK nomor 49/D.04/2017.
Berdasarkan surat tersebut, OJK memberikan izin usai perseroan melalui beberapa proses, dimullai pemanggilan hingga pemeriksaan kantor perseroan. Pemegang saham mayoritas perseroan, Yusuf Mansur mengajukan izin operasional perusahaan di bidang manajer investasi syariah kepada OJK pada 10 Juli 2017. (AM)