Regio Aviasi Milik Habibie Cari Partner Kembangkan Pesawat Senilai US$1 Miliar

Bareksa • 11 Oct 2017

an image
Pesawat ATR 72-600 milik maskapai Garuda Indonesia (ANTARA FOTO/Saptono)

Pesawat R80 diharapkan menjadi pesaing ATR72 di pasar Asia

Bareksa.com - Perusahaan perakitan pesawat swasta PT Regio Aviasi Industri (RAI) sedang mencari mitra untuk mengembangkan model pesawat penumpang untuk pasar Asia. Perusahaan milik keluarga Habibie ini sedang mendekati industri produsen pesawat nasional, termasuk yang dimiliki oleh negara, untuk pengembangan pesawat senilai US$1 miliar (setara Rp13,5 triliun).

Komisaris Regio Aviasi Industri, Ilham Akbar Habibie mengatakan masih mencari partner pengembangan pesawat karena sektor ini membutuhkan dana yang tidak sedikit. Untuk saat ini, perseroan belum mempertimbangkan langkah pencarian dana publik melalui pasar modal.

Biaya mendesain pesawat, lanjut Ilham, sangat mahal. Desain pesawat itu tidak hanya dalam bentuk gambar, tetapi juga perlu diuji. Desain satu pesawat rata-rata terdiri atas satu juta bagian, yang setiap bagiannya pasti dihitung dan diuji. 

"US$1 miliar itu untuk kebutuhan insinyur, pengujian, membuat purwarupa dan biaya sertifikasi," terang Ilham di Jakarta, Rabu, 11 Oktober 2017.

Ilham, yang merupakan anak dari BJ Habibie, Presiden RI ke tiga, menjelaskan dalam industri pengembangan pesawat terbang, hampir tidak ada institusi finansial yang tertarik menjadi partner karena pengembalian investasinya cukup lama. Hanya untuk pengembangan saja, perusahaan penerbangan membutuhkan waktu empat hingga lima tahun. Waktu tersebut belum termasuk sertifikasi pesawat dan pembuatan pesawat untuk dijual. 

Biaya pembuatan desain dan produksi pesawat mahal, tetapi komponen pembuatan pesawat seperti alumunium dan besi harganya rata-rata sama karena mengikuti harga dunia. Indonesia diuntungkan karena memiliki daya saing dari biaya orang. 

Hingga sekarang Regio Aviasi tengah menjajaki partnership dengan sejumlah perusahaan penerbangan. Meski enggan memberikan rincian lebih lanjut, salah satu produsen pesawat nasional adalah PT Dirgantara Indonesia, perusahaan milik negara yang sebelumnya dikembangkan ayahnya waktu menjadi kepala negara.

Pesawat R80

RAI saat ini sedang mengembangkan model pesawat komersial R80, yang diproyeksikan menjadi pesaing utama pesawat ATR72 di pasar Asia. Pesawat R80 bakal memiiki jumlah tempat duduk lebih banyak, harga lebih murah dan lebih cocok bagi penumpang di wilayah Asia. 

Ilham mengatakan, pesawat R80 nantinya dapat memuat 80-90 penumpang, lebih banyak sekitar 10 persen dari kapasitas penumpang pabrikan pesawat asal Perancis, ATR72. Sementara harganya akan dibuat 10 persen lebih murah dibandingkan harga pesawat ATR. 

"Bisa lebih murah karena biaya development-nya lebih murah," ujar Ilham.

Ilham menjelaskan, perseroan membutuhkan total dana sekitar US$1-1,5 miliar untuk mengembangkan R80. Jumlah tersebut tergolong murah karena perusahaan produsen pesawat global rata-rata membutuhkan dana jauh lebih besar untuk mengembangkan pesawat. 

Dia membagi pengalamannya saat bekerja di Boeing untuk mengembangkan generasi terbaru pesawat Boeing 737. Produsen pesawat asal Amerika Serikat (AS) tersebut menghabiskan dana US$2 miliar untuk mengganti model kokpit dan sayap tipe Boeing 737. 

"Hanya untuk mengembangkan generasi baru kokpit dan sayap, yang lainnya tetap sama," katanya. 

Ilham mengungkapkan bahwa biaya teknisi di Indonesia itu hanya satu pertiga dari biaya teknisi di global. Nilai tersebut menciptakan daya saing bagi Indonesia karena dapat membuat produk yang sama dengan pesawat lain dengan biaya yang lebih murah. 

Rencananya, pesawat R80 akan uji terbang pada 2021 atau paling lambat 2022, setelah itu pesawat akan disertifikasi. Sudah ada empat maskapai penerbangan yang menyatakan serius berminat dengan total pesanan sebanyak 155 pesawat. 

Dia mengakui bahwa pembanding pesawat model R80 adalah ATR72. Saat ini hampir semua maskapai di Indonesia menggunakan pesawat ATR. 

"Pesawat ATR itu bagus, saya respek. Tetapi janganlah semuanya pakai ATR, masa kita tidak dapat," lanjutnya. 

Ilham menuturkan, dimensi pesawat R-80 nantinya akan dibuat lebih rendah, menyesuaikan dengan postur tumbuh orang Asia. Dia mengatakan bahwa pesawat untuk orang Asia seharusnya dibangun oleh orang-orang dari Asia karena dimensi pesawat yang dibuat oleh orang Eropa sangat bebeda. (hm)