Meski Keuangan Sulit, PLN Tidak Bisa Revisi Target Pembangkit 35 Ribu MW

Bareksa • 03 Oct 2017

an image
Petugas PLN area pelaksana pemeliharaan (APP) Duri Kosambi melakukan inspeksi harian berupa thermovisi atau pengukuran suhu panas pada paralatan kelistrikan yang ada di Gas Insulated System (GIS) Alam Sutera, Serpong, Tangerang, Banten, Rabu, 26 Juli 2017. (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

PLN perlu lakukan efisiensi dalam bauran energi

Bareksa.com – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menilai PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak bisa sepihak merevisi target pembangunan pembangkit listrik 10 ribu megawatt (MW) hingga 2019 meskipun menghadapi tantangan kebutuhan finansial cukup besar. PLN merupakan pelaksana tugas program pemerintah di bidang infastruktur ketenagalistrikan.

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN, Aloysius Kiik Ro menjelaskan, proyek 35 ribu MW merupakan program pemerintah. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang membagi penugasan pembangunan tersebut dengan komposisi 25 ribu MW dibangun swasta dan 10 ribu MW oleh PLN.

“Mau dikurangi atau tidak, itu domain Kementerian ESDM,” katanya di Jakarta, Selasa, 3 Oktober 2017.

Saat ini, jelasnya, PLN juga telah berpartner dengan berbagai perusahaan untuk melancarkan targetnya membangun 10 ribu MW hingga 2019. Hal itu sudah dilakukan PLN sejak awal.

Meskipun manajemen PLN belum lama ini menyatakan tidak akan merevisi target pembangunan pembangkit listrik hingga 2019, Aloysius menjelaskan bahwa pihaknya akan tetap melihat perkembangan kemampuan PLN nantinya.

Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro menuturkan, tantangan yang tengah dihadapi PLN saat ini sebenarnya dapat diatasi dengan meningkatkan partisipasi swasta dalam proyek pembangkit listrik.

“Pembangunan pembangkit dapat dilakukan oleh swasta, atau PLN meningkatkan kemitraan,” jelas Bambang.

Per Agustus 2017, jumlah pelanggan PLN naik dibanding akhir 2016 dengan besaran pertumbuhan mencapai 5,7 persen menjadi 66,6 juta pelanggan. Tak hanya itu, di tengah peningkatan jumlah pelanggan, PLN juga berencana melakukan efisiensi dalam jangka waktu 9 tahun ke depan hingga 2026. Efisiensi ini dilakukan dengan membuat perubahan dalam bauran energi (energy mix).

Satu hal yang mengalami penekanan paling besar ialah pemakaian batu bara yang akan ditekan sebesar 5,2 persen menjadi 50,4 persen. Pada saat yang sama, pemakaian gas, LNG, BBM, dan lainnya akan ditekan. Di sisi lain, PLN memproyeksikan adanya penambahan pemakaian air dan panas bumi. Selain itu, dengan adanya skema bauran energi yang baru ini, PLN memproyeksikan adanya peningkatan pendapatan sebelum pajak (EBT) dari 11,9 persen menjadi 22,5 persen. 

Dalam risetnya, Analis Trimegah menilai kondisi keuangan PLN akan sangat berpengaruh terhadap perusahaan-perusahaan rekananannya, termasuk yang bergerak di sektor konstruksi. Saat ini, ada dua perusahaan BUMN yang memiliki exposure kontrak dari PLN cukup besar, yakni PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT PP Tbk (PTPP).

“Kami pikir bakal ada peningkatan risiko tekanan terhadap harga saham WSKT dalam waktu dekat,” tuturnya. (hm)