BI Tetapkan Biaya Top Up e-Money Rp 1.500, YLKI Minta Konsumen Diberi Insentif

Bareksa • 22 Sep 2017

an image
Seorang petugas menawarkan kartu elektronik uang (e-toll) pada pengguna kendaraan roda empat yang melintas di Gerbang Tol Tandes Surabaya, Jawa Timur, Senin (18/9). (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Peraturan baru BI memberikan ruang bagi operator untuk membebankan biaya kepada konsumen

Bareksa.com – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) berharap konsumen tidak terbebani secara finansial dalam gerakan mengubah pola transaksi masyarakat menjadi cashless society. YLKI khawatir peraturan baru Bank Indonesia (BI) terkait transaksi nontunai menimbulkan biaya dari operator yang sebelumnya tidak membebankan biaya kepada konsumen.

Wakil Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Sudaryatmo, mengatakan pada prinsipnya YLKI mendukung gerakan nontunai. Hal itu akan membuat perputaran ekonomi di Indonesia lebih efisien.

“Tetapi kalo bisa dihilangkan barrier financialnya,” jelas dia di Jakarata, Jumat, 22 September 2017.

Dia menuturkan, ada dua barrier financial yang membebani kosumen. Pertama, adalah biaya pembelian kartu, kedua biaya isi ulang (top up) electronic money (e-money). Jika bisa, biaya untuk dua hal itu dihilangkan karena selayaknya konsumen mendapatkan insentif untuk mendorong gerakan nontunai.

Dalam peraturan baru, top up e-money dalam jaringan perbankan memang tidak dikenakan biaya. Akan tetapi, top up di luar jaringan diatur pengenaan biaya batas atas. Hal itu memberikan ruang bagi operator untuk mengenakan biaya top up kepada konsumen. (Baca : BI Tetapkan Biaya Top Up e-Money Rp 1.500, Ini Dampak ke BMRI, BBRI, BBNI, BBCA)

Top Up Kartu Tol

Dia memberikan contoh, saat ini PT Jasa Marga Tbk (JSMR) tidak mengenakan biaya top up kepada konsumen untuk kartu tol. Jangan sampai peraturan baru membuat Jasa Marga malah memberikan biaya top up bagi konsumen.  

Apabila pemerintah ingin meningkatkan frekuensi transaksi nontunai, jangan sampai ada barrier financial kepada konsumen. Bahkan, seharusnya masyarakat sebagai konsumen mendapatkan insentif seperti diskon tarif, karena masyarakat yang melakukan transaksi.

Menurut Sudaryatmo, semua kalangan akan diuntungkan dengan gerakan transaksi nontunai karena akan muncul efisiensi ekonomi. Industri perbankan juga akan sangat diuntungkan dengan spending konsumen. (Lihat : BI Tetapkan Biaya Isi Ulang Uang Elektronik Maksimal Rp 1.500 per Transaksi)

Mengurangi Risiko Beredarnya Uang Palsu

Sebagai ilustrasi, nilai transaksi di ruas tol Jakarta – Cikampek mencapai Rp 5 miliar per hari. Dengan jumlah sebesar itu serta dilakukan dengan transaksi nontunai, bank akan berlomba-lomba memperoleh dana transaksi tol untuk dikelola di sistem bank masing-masing.

“Sementara dari sisi operator jalan tolnya, transaksi nontunai akan lebih menguntungkan karena transaksi bisa lebih cepat dan biaya personel akan berkurang,” kata dia.

Transaksi nontunai juga akan mengurangi risiko semua pihak dalam mengelola uang tunai, seperti uang palsu.

Di luar negeri, konsumen sudah sangat aware dengan transaksi nontunai. Konsumen kritis dengan setiap biaya yang dikenakan pada e-money.

“Jika ada charging baru konsumen lebih cerewet. Beberapa negara bahkan sudah mengintegerasikan transaksi non-tunai dengan smartphone, jadi sudah tentu tidak ada biaya kartu,” jelasnya. (Baca : Menuai Protes Keras, Himbara Akhirnya Gratiskan Biaya Isi Ulang Uang Elektronik)