Top Up E-Money Dikenai Biaya? Pendapatan Komisi 4 Bank Ini Ternyata Cukup Besar
Tanpa biaya isi ulang e-money, empat bank besar sudah kumpulkan triliunan pendapatan berbasis komisi
Tanpa biaya isi ulang e-money, empat bank besar sudah kumpulkan triliunan pendapatan berbasis komisi
Bareksa.com – Rencana Bank Indonesia (BI) menerapkan pengenaan biaya isi ulang uang elektronik alias e-money, menjadi angin segar bagi kalangan perbankan. Bagaimana tidak, hal tersebut jelas menambah pundi-pundi pendapatan bank yang berbasis komisi.
Namun rencana BI bukan tanpa hambatan. Masyarakat merasa keberatan karena langkah BI dinilai cukup membebani dan tidak konsisten dengan program Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) dalam rangka less cash society.
Seperti dikutip dari detikFinance.com, Mega (27) yang merupakan pegawai swasta merasa terjebak dengan program GNNT. “Pemerintah bilang katanya biar enggak pakai uang cash budayakan pakai uang elektronik. Tapi ini malah kena biaya,” kata Mega.
Promo Terbaru di Bareksa
Hari ini, Senin, 18 September 2017, pengacara David Tobing dikabarkan akan mengadukan pembebanan biaya isi ulang e-money ke Ombudsman. Bahkan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun sudah ambil suara terkait isu ini.
"Sungguh tidak fair dan tidak pantas jika konsumen justru diberikan disinsentif berupa biaya top up. Justru dengan model e-money itulah konsumen layak mendapatkan insentif, bukan disinsentif," ujar Ketua Pengurus YLKI Tulus Abadi seperti ditulis Liputan6.com.
Sementara, bank yang memiliki produk e-money punya alasan kuat untuk mendukung rencana BI. Seperti yang dinyatakan Sekretaris Perusahaan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), Ryan Kiryanto kepada detikFinance.com.
Menurut Ryan, fee atau biaya yang dikenakan sebenarnya sebagai pengganti investasi yang dilakukan perbankan, untuk menyediakan infrastruktur mesin top up dan transaksi e-money nantinya. "Kalau fee top up itu sebenarnya kehendak dari industri, karena untuk menyediakan mesin-mesin untuk top up itu kan dibutuhkan investasi," tutur Ryan.
Pendapatan Komisi Bank
Dari beberapa persoalan itu, tidak ada salahnya jika kita lihat lagi bagaimana catatan pendapatan berbasis komisi alias fee based income bank pemilik produk e-money. Dari bank yang ada, nama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), dan BNI menjadi empat bank besar pemain produk e-money.
Kenyataannya, bank-bank tersebut sudah memiliki fee based income besar tanpa memungut biaya top up e-money. Untuk lebih jelas, mari tengok satu per satu catatan fee based income bank-bank tersebut .
Yang pertama adalah Bank Mandiri. Bank beraset terbesar ini bisa jadi pemain utama dalam produk e-money. Apalagi, Bank Mandiri pernah kena tegur regulator perbankan karena dianggap memonopoli sistem pembayaran e-money di gardu tol.
Hingga Juni 2017, Bank Mandiri mencatat perolehan fee based income sebesar Rp 5,64 triliun atau naik 13 persen dari periode yang sama Tahun 2016 yang sebesar Rp 5,26 triliun. Dari jumlah ini, sumber fee based Bank Mandiri paling besar berasal dari biaya administrasi yang nilainya mencapai Rp 975 miliar. Sementara, yang berasal dari kegiatan transfer maupun transaksi ritel berjumlah Rp 617 miliar.
Grafik: Fee Income from e-channel Bank Mandiri
Sumber: Bareksa.com
Hingga semester I 2017, e-money Bank Mandiri telah mencapai 2,37 juta dengan nilai transaksi Rp 290 miliar. Catatan ini belum termasuk e-toll, Gaz, dan Indomaret Card.
Pendapatan komisi BCA tidak kalah. Hingga Juni 2017, nilainya mencapai Rp 4,93 triliun atau naik 8,9 persen dari Rp 4,53 triliun di periode yang sama tahun lalu. Seperti Bank Mandiri, sumber pendapatan komisi terbesar BCA pun berasal dari biaya administrasi.
Mengutip kontan.co.id, e-money BCA yang bernama Flazz sudah mencapai 13,3 juta dengan jumlah frekuensi 78 juta transaksi dengan nilai nominal Rp 521 miliar. Tahun ini, BCA menargetkan penambahan jumlah kartu Flazz sebanyak 1 juta.
BRI tidak mau kalah. Hingga Juni 2017, pendapatan berbasis komisi bank spesialis kredit mikro ini tumbuh 19 persen dari Rp 4,14 triliun menjadi Rp 4,93 triliun.
Tabel: Fee Based Income Composition BRI
Sumber: Materi presentasi perseroan
Seperti Bank Mandiri dan BCA, sumber terbesar fee based income BRI juga berasal dari biaya admin. BRI mencatat, komisi dari biaya admin naik 103,5 persen dan membuatnya memberi porsi 17 persen terhadap total fee based income.
BRI juga punya produk uang elektronik bernama Brizzi. Hingga saat ini, BRI sudah mengedarkan lebih dari 6 juta kartu dan menargetkan penambah 1 juta kartu lagi.
Bank lainnya sebagai pemain besar produk e-money adalah BNI. Tanpa adanya biaya isi ulang e-money, BNI mencatat fee based income dalam enam bulan tahun ini mencapai Rp 4,65 triliun atau tumbuh 17,9 persen dari periode yang sama tahun lalu Rp 3,95 triliun.
Berdasarkan materi presentasi perseroan, sumber pendapatan berbasis komisi BNI berasal dari recurring fees seperti bancassurance, trade finance, card business, account maintenance dan ATM. BNI pun mencium potensi tambahan fee based dari keberadaan digital banking dan trade finance dari segmen korporasi dan UKM.
Rencana pengenaan biaya isi ulang e-money pun bisa dibayangkan terhadap perolehan fee based BNI. Apalagi, saat ini BNI telah menebar 1,5 juta kartu TapCash.
Catatan fee based income empat bank ini hanyalah contoh dari bagaimana potensi pengenaan biaya isi ulang e-money cukup berdampak pada kinerja bank. Terlebih, Bank Indonesia mencatat dari 69,46 juta e-money yang beredar, nilai transaksinya dalam periode Januari-Juli tahun ini telah mencapai Rp 5,9 triliun.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.