PGAS Pangkas Target Laba Bersih Tahun ini jadi US$ 150 juta, Apa Alasannya?

Bareksa • 06 Sep 2017

an image
Pekerja melakukan pengecekan tekanan gas di instalasi gas dryer Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) Perusahaan Gas Negara (PGN) Pondok Ungu, di Bekasi, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Risky Andrianto

Perseroan memperkirakan tidak akan mencapai mencapai target laba bersih US$ 280 juta

Bareksa.com – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) memperkirakan tidak dapat mencapai target laba bersih tahun ini yang sebesar Rp 3,7 triliun atau sekitar US$ 280 juta. Perseroan memperkirakan laba bersih tahun ini sekitar US$ 150 juta. Artinya perseroan memangkas target laba sekitar 46 persen.

Direktur Keuangan Perusahaan Gas Negara, Nusantara Suyono, menjelaskan bahwa perseroan merevisi target tahun ini setelah pada semester I-2017 tidak mencapai target kinerja keuangan.

Banyak kendala yang dialami perseroan tahun ini. Kendala tersebut di antaranya adalah volume gas yang diserap oleh pelanggan menurun sangat tajam.

“Harga penjualan kami juga sudah menurun atas permintaan berbagai institusi yang ada di Indonesia,” katanya di Jakarta, Selasa, 5 September 2017.

Selain itu, PGN memiliki tantangan lain ke depan yakni implementasi peraturan pemerintah (PP) nomor 11 tahun 2017 terkait pemanfaatan gas bumi untuk pembangkit listrik. Nantinya sharing profit preseroan ditakar, maksimal sebesar 8 persen untuk upstream dan 11 persen pembangkit non-mulut tambang.

Meski begitu, perseroan tetap berupaya mencapai target kinerja keuangan tahun ini. Bahkan, perseroan berharap dapat mencapai lebih tinggi dari target.

Awalnya, PGN menargetkan dapat membagikan dividen sebesar Rp 1,06 triliun atau sebesar 50 persen dari target laba bersih tahun ini. Apabila perolehan laba bersih tidak tercapai, maka PGN akan meningkatkan dividen payout ratio (DPR) lebih dari 50 persen agar nilainya tetap sekitar Rp 1,06 triliun. 

Penurunan Harga Jual Gas Industri

Untuk diketahui, pada Juni 2017 lalu, pemerintah akhirnya memutuskan menurunkan harga jual gas untuk industri, sebagai bagian dari upaya pemerintah menurunkan biaya produksi bagi pelaku usaha nasional. Melalui Peraturan Presiden No. 40/2016, Presiden Joko Widodo memberikan mandat kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mengatur harga di tujuh sektor industri utama dengan harga gas yang melampaui US$ 6 per MMBTU (Million British Thermal Unit).

Di satu sisi, kebijakan pemerintah ini akan berdampak positif bagi para pengusaha yang menggunakan gas sebagai salah satu bahan bakar utama. Namun, di sisi lain, kebijakan tersebut menciptakan sentimen negatif bagi distributor gas nasional PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia. Margin laba perusahaan bakal terpenggal.

Riset Citi Group menilai pemangkasan harga gas sebesar US$ 1 per MMBTU bisa memotong margin EBITDA PGAS sebesar 18 persen dan laba sebelum pajak sebesar 20 persen. "Dampak dari pemangkasan tarif akan besar, menurut kami," demikian tertulis dalam laporan riset Citi yang sudah dibagikan kepada nasabah. (Baca Juga : Pemerintahan Jokowi Tekan Harga Gas, Bagaimana Nasib Saham PGAS?)

Salah satu langkah pemangkasan paling besar dilakukan di Medan, Sumatera Utara, wilayah dengan harga jual gas tertinggi di Indonesia. PGAS sudah sepakat untuk memangkas harga gas sekitar US$ 1,4 per MMBTU di Medan dan akan mengambil langkah serupa untuk lokasi lain di Jawa.

Grafik : Perbandingan Pertumbuhan Penjualan dan Laba Bersih PGAS (US$ Juta)

Sumber : Laporan Keuangan, diolah Bareksa

Investor merespons negatif terhadap rilis kinerja keuangan PGAS di kuartal II 2017 yang diterbitkan pada akhir Agustus lalu. Laba bersih yang hanya US$ 54,9 juta atau hanya 34,3 persen dibanding laba bersih kuartal II tahun lalu mengindikasikan adanya penurunan laba bersih di akhir 2017. Menurut perhitungan Bareksa, PGAS berpeluang hanya meraup laba bersih di kisaran US$ 110 juta mengacu pada laba bersih 6 bulan pertama.

Grafik : Pergerakan Harga Saham PGAS 8 Tahun Terakhir

Sumber : Bareksa.com

Harga saham PGAS bahkan jatuh hingga ke titik terendah hampir dalam delapan tahun terakhir. Turunnya saham distributor dan transmisi gas milik negara tersebut disebabkan rencana pemerintah yang akan menurunkan harga gas untuk industri.

Pada perdagangan Selasa pagi, 5 September 2017 pukul 10.15 WIB, saham berkode PGAS tersebut dibuka turun 85 poin atau anjlok 4,3 persen ke Rp 1.900 per saham. Penurunan harga saham merupakan kelanjutan dari perdagangan hari sebelumnya yang turun hingga 6,4 persen ke Rp 1.985 per saham. Ini merupakan harga saham terendah emiten BUMN itu sejak 5 Januari 2009.