Laba Bersih Anjlok, Harga Saham PGAS Turun di Level Terendah Sejak 2009

Bareksa • 05 Sep 2017

an image
Petugas memeriksa tekanan gas di Pressure Reducing Station PT Perusahaan Gas Negara (PGN) di Semarang, Jawa Tengah. ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Pemangkasan harga gas sebesar US$ 1 per MMBTU bisa memotong margin EBITDA sebesar 18 persen dan EBT 20 persen

Bareksa.com – Pada Juni 2017 lalu, Pemerintah akhirnya memutuskan menurunkan harga jual gas untuk industri, sebagai bagian dari upaya pemerintah menurunkan biaya produksi bagi pelaku usaha nasional. Melalui Peraturan Presiden No. 40/2016, Presiden Joko Widodo memberikan mandat kepada Kementerian ESDM untuk mengatur harga di tujuh sektor industri utama dengan harga gas yang melampaui US$ 6 per MMBTU (Million British Thermal Unit). Hal ini berimbas pada menurunnya laba bersih di pembukuan laporan keuangan perusahaan tahun ini.

Di satu sisi, kebijakan pemerintah ini akan berdampak positif bagi para pengusaha yang menggunakan gas sebagai salah satu bahan bakar utama. Namun, di sisi lain, kebijakan tersebut menciptakan sentimen negatif bagi distributor gas nasional PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia. Margin laba perusahaan bakal terpenggal.

Riset Citi Group menilai pemangkasan harga gas sebesar US$ 1 per MMBTU bisa memotong margin EBITDA PGAS sebesar 18 persen dan laba sebelum pajak sebesar 20 persen. "Dampak dari pemangkasan tarif akan besar, menurut kami," demikian tertulis dalam laporan riset Citi yang sudah dibagikan kepada nasabah. (Baca Juga : Pemerintahan Jokowi Tekan Harga Gas, Bagaimana Nasib Saham PGAS?)

Salah satu langkah pemangkasan paling besar dilakukan di Medan, Sumatera Utara, wilayah dengan harga jual gas tertinggi di Indonesia. PGAS sudah sepakat untuk memangkas harga gas sekitar US$ 1,4 per MMBTU di Medan dan akan mengambil langkah serupa untuk lokasi lain di Jawa.

Grafik : Perbandingan Pertumbuhan Penjualan dan Laba Bersih PGAS (US$ Juta)

Sumber : Laporan Keuangan, diolah Bareksa

Investor merespons negatif terhadap rilis kinerja keuangan PGAS di kuartal II 2017 yang diterbitkan pada akhir Agustus lalu. Laba bersih yang hanya US$ 54,9 juta atau hanya 34,3 persen dibanding laba bersih kuartal II tahun lalu mengindikasikan adanya penurunan laba bersih di akhir 2017. Menurut perhitungan Bareksa, PGAS berpeluang hanya meraup laba bersih di kisaran US$ 110 juta mengacu pada laba bersih 6 bulan pertama.

Grafik : Pergerakan Harga Saham PGAS 8 Tahun Terakhir

Sumber : Bareksa.com

Harga saham PGAS bahkan jatuh hingga ke titik terendah hampir dalam delapan tahun terakhir. Turunnya saham distributor dan transmisi gas milik negara tersebut disebabkan rencana pemerintah yang akan menurunkan harga gas untuk industri.

Pada perdagangan pagi ini pukul 10.15 WIB, saham berkode PGAS tersebut dibuka turun 85 poin atau anjlok 4,3 persen ke Rp 1.900 per saham. Penurunan harga saham merupakan kelanjutan dari perdagangan hari sebelumnya yang turun hingga 6,4 persen ke Rp 1.985 per saham. Ini merupakan harga saham terendah emiten BUMN itu sejak 5 Januari 2009.