Mewaspadai The Fed, Perbanas Prediksi BI Rate Tetap di Level 4,75 Persen

Bareksa • 22 Aug 2017

an image
Ketua Perhimpunan Bank Bank Nasional (Perbanas) Kartika Wirjoatmodjo (kiri), Ketua Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) Maryono (tengah) dan Ketua Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto mengikuti rapat dengan Komisi XI DPR terkait seleksi calon dewan komisioner OJK. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Ada peluang penurunan bunga kredit karena pertumbuhan dana pihak ketiga

Bareksa.com - Ketua Umum Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas), Kartika Wirjoatmodjo memproyeksi BI 7-day (Reverse) Repo Rate akan tetap berada di angka 4,75 persen. Sebab, kendati likuiditas sudah melonggar, namun BI tetap mewaspadai kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang belum menunjukkan arah yang jelas.

“Cadangan devisa kita saat ini sudah melebihi US$ 125 miliar dan inflasi juga terjaga rendah sehingga diprediksi BI Reverse Repo Rate akan tetap sampai akhir 2017,” kata dia di Jakarta, Senin, 21 Agustus 2017.

Senada Wakil Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), Herry Sidharta, mengungkapkan cadangan devisa saat ini sudah meningkat. Kendati dari sisi The Fed masih ada tekanan. “Kami prediksi BI Reverse Repo Rate masih tetap,” ungkap dia.

Chief Economist SKHA Institute of Global Competitiveness (SIGC), Eric Sugandi, juga memprediksi BI Reverse Repo Rate akan tetap di angka 4,75 persen sampai akhir 2017. Sentimen BI Reverse Repo Rate tersebut berasal dari risiko tekanan eksternal terhadap rupiah, di antaranya risiko perlambatan ekonomi Cina, risiko capital outflows dari kenaikan Fed Fund Rate (FFR) dan rencana penjualan US treasuries oleh The Fed untuk mengurangi porsi US treasuries di balance sheet.

”Pengaruh eksternal lainnya dari risiko geopolitik di semenanjung Eropa,”kata dia.

Meski begitu, Direktur Utama PT Bank Mayapada Internasional Tbk (MAYA), Hariyono Tjahjarijadi, memprediksi BI Reverse Repo Rate bisa menurun sebesar 25 basis poin (bps). Sebab tingkat inflasi yang terjaga rendah, kurs rupiah yang terjaga stabil dan kondisi ekonomi secara umum stabil.

Suku Bunga Kredit

Dari sisi suku bunga kredit, menurut Kartika melihat kondisi likuiditas enam bulan terakhir dan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) melebihi pertumbuhan kredit ada peluang untuk penurunan suku bunga deposito dan kredit. Namun perlambatan kredit yang terjadi saat ini tidak semata-mata karena suku bunga kredit, namun juga dipengaruhi permintaan kredit.

“Kalau permintaan kredit meningkat, pertumbuhan kredit bisa meningkat dari 7,7 persen ke angka 9 persen,” ungkapnya.

Lebih lanjut, dilihat dari tiga segmen kredit, segmen korporasi dalam setahun terakhir sudah mulai membaik. Hal ini dilihat dari harga kelapa sawit, mineral dan emas yang membaik. Selanjutnya, dari sisi kredit modal kerja (KMK), sektor konstruksi dan infrastruktur juga mulai membaik.

“Sementara dari sisi kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan mobil (KPM) juga mulai membaik, apalagi kami baru saja mensponsori GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS),” kata Kartika yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI).

Namun dari sisi kredit menengah dan UKM memang agak berat. Sebab dari Tahun 2014-2017, segmen tersebut terkena rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) akibat pengaruh siklus ekonomi.

“Kami sedang merapikan cashflow di segmen UKM dan menengah, tahun depan diharapkan bisa membaik sehingga kami bisa ekspansi lagi,” kata dia.

Sementara Hariyono berpendapat saat ini bank-bank besar maupun menengah rata-rata sudah menurunkan suku bunga kredit dan simpanan.”Kami akan selalu mengikuti pasar,” kata dia.

Eric juga berpendapat suku bunga kredit masih bisa turun karena BI Reverse Repo Rate yang menurun di periode sebelumnya. Sedangkan suku bunga simpanan juga masih bisa menurun walaupun tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya.(K09)