Bareksa.com - Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) di bank mengalami lonjakan yang cukup signifikan. Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), DPK yang terdiri dari giro, tabungan, dan deposito terus tumbuh sejak akhir 2016.
Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, alias year on year (yoy), pertumbuhan giro di bank mencapai 15 persen, tabungan sekitar 9 persen, dan deposito sekitar 10 persen.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI) dan OJK, total dana pihak ketiga (DPK) perbankan nasional per Mei 2017 tercatat Rp 5.012 triliun, atau tumbuh 11,18 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 4.508 triliun.
Berdasarkan grafik tersebut, total dana pihak ketiga (DPK) perbankan konvensional di Indonesia tembus Rp 5 ribu triliun. Angka tersebut merupakan sejarah tertinggi bagi perbankan di Indonesia di mana total penyimpanan terus bertumbuh dari Rp 3 ribu triliun di 2012 menjadi Rp 5 ribu triliun di pertengahan Tahun 2017 atau secara rata-rata dalam 5 tahun terakhir, DPK Indonesia bertumbuh 8,44 persen.
Namun, sayangnya pertumbuhan DPK yang cukup besar belum diikuti pertumbuhan kredit dari bank kepada nasabah. Per Juni 2017, penyaluran kredit perbankan tercatat 7,6 persen lebih rendah dibandingkan periode Mei 2017 yang sebesar 8,6 persen. Penyaluran ini terus menurun jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.
"DPK tumbuh besar sayangnya untuk pertumbuhan kredit belum terlalu besar," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Agusman, dalam seminar Nasional 'Apakah Perekonomian Indonesia Melambat' di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Senin, 14 Agustus 2017.
DPK merupakan salah satu sumber pendanaan perbankan untuk kemudian disalurkan dalam bentuk kredit. Namun, pertumbuhan likuiditas DPK ini tidak diikuti oleh membaiknya pertumbuhan penyaluran kredit yang terbilang lebih rendah pertumbuhannya dibanding dengan pertumbuhan DPK.
Melansir DetikFinance, Agusman menambahkan, suku bunga kredit saat ini berada dalam posisi paling rendah dalam 10 tahun terakhir. Meski demikian, suku bunga kredit masih berada di atas 10 persen, yaitu 11,83 persen.
"Suku bunga kredit 11,83 persen dan terendah dalam 10 tahun terakhir. Bunga kredit murah namun timbul pertanyaan kenapa belum bisa genjot pertumbuhan kredit lebih baik," kata Agusman.
Di sisi lain, besaran inflasi saat ini masih terjaga pada kisaran 4 persen plus minus 1 persen. Sedangkan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) masih berada di bawah batas aman, yaitu 2,5 persen dari PDB.
Beberapa risiko dari dalam dan luar negeri juga perlu diwaspadai. Risiko dari dalam negeri yaitu masih belum kuatnya permintaan domestik seiring masih berlanjutnya konsolidasi korporasi dan perbankan.
Sedangkan, risiko eksternal yang diwaspadai adalah kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) atau Fed Fund Rate (FFR), pengurangan neraca bank sentral AS, dan ketidakpastian kebijakan fiskal di AS.