Faisal Basri : Pertumbuhan Ekonomi Stagnan, Shortfall Pajak Berpeluang Terjadi

Bareksa • 08 Aug 2017

an image
Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menjawab pertanyaan wartawan di sela-sela Diskusi Panel SARA, Radikalisme, dan Prospek Ekonomi Indonesia 2017 di Graha CIMB Niaga Jakarta, 23 Januari 2017.

Yang cukup menggembirakan adalah peningkatan pertumbuhan investasi dari 4,78 persen menjadi 5,35 persen

Bareksa.com – Badan Pusat Statistik meliris data produk domestik bruto (PDB) terbaru untuk triwulan II 2017. Ternyata pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 sama sekali tidak beranjak dari capaian kuartal sebelumnya yaitu 5,01 persen.

Dari segi pengeluaran, penyumbang utama pertumbuhan ekonomi triwulan I 2017 masih ditopang oleh konsumsi non pemerintah sebesar 55 persen di mana terdiri dari konsumsi rumah tangga (private consumption) sebesar 53 persen dan konsumsi lembaga non profit melayani rumah tangga (LNPRT) sebesar 2 persen. Konsumsi rumah tangga naik sangat tipis, dari 4,94 persen pada triwulan I 2017 menjadi 4,95 persen pada triwulan II 2017.

Ekonom Faisal Basri, dalam blognya mengatakan walaupun mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 8,49 persen, konsumsi LNPRT tidak membantu akselerasi pertumbuhan ekonomi karena peranannya dalam PDB sangat kecil pada semester I 2017. (Baca Juga : Konsumsi Rumah Tangga Terus Melemah, Bagaimana Kontribusinya Terhadap PDB?)

Tabel : Kontribusi Komponen terhadap PDB

Sumber : BPS, diolah Bareksa

Yang cukup menggembirakan adalah peningkatan pertumbuhan investasi, dari 4,78 persen pada triwulan I 2017 menjadi 5,35 persen pada triwulan II 2017. Dalam empat tahun terakhir, pertumbuhan investasi tidak pernah setinggi triwulan II 2017.

Gambar : Pertumbuhan PDB Dari Sisi Pengeluaran

Sumber : Faisal Basri, BPS, diolah Bareksa

Meski begitu, pertumbuhan investasi sebesar itu belum memadai untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi agar mendekati target RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) 2014-2019. Apalagi investasi didominasi oleh bangunan (sekitar 75 persen) sedangkan investasi dalam bentuk mesin hanya sekitar 10 persen.

Antisipasi Penerimaan Pajak Jika Tak Sesuai Target

Faisal basri mengatakan tiga komponen pengeluaran lainnya mengalami penurunan pertumbuhan pada triwulan II 2017. Bahkan konsumsi pemerintah mengalami penurunan alias pertumbuhan negatif.

Boleh jadi penurunan itu disebabkan oleh pemotongan anggaran untuk mengantisipasi shortfall penerimaan pajak. Pada APBN-P 2017, penerimaan pajak dipangkas sebesar Rp 71 triliun dari Rp 1.499 triliun.

Kunci untuk menjaga agar paruh kedua 2017 tidak mengalami penurunan pertumbuhan adalah menjaga APBN. Tantangan terbesar ialah mencapai target penerimaan pajak pada APBN-P 2017 yang sudah terpangkas Rp 71 triliun dari yang tercantum pada APBN 2017. Pemangkasan ini lebih besar ketimbang perkiraan pemerintah sebelumnya sebesar Rp 60 triliun.

Kemungkinan shorfall  dari target yang sudah dipangkas masih cukup besar jika mengacu pada realisasi penerimaan pajak Januari-Mei. (Baca Juga : Mei 2017 Realisasi Pajak baru 33,4 Persen, Bakal Shortfall pada Akhir Tahun?)

Ditambah lagi hari kerja efektif Juni sangat pendek sehingga kemungkinan besar penerimaan pajak pada bulan itu semakin jauh dari target. Perlu diingat, pada Januari-Mei masih ada amnesti pajak tahap terakhir dan bulan Maret yang secara alamiah menghasilkan penerimaan pajak realtif tinggi. Kedua faktor itu tidak ada lagi sampai akhir 2017. (Baca Juga : Defisit Anggaran Bisa Melebar 2,92 Persen, Ini Analisis Lengkapnya)