Ini Penjelasan Sri Mulyani Soal Kondisi Utang Pemerintah, Kemiskinan, dan Rupiah

Bareksa • 18 Jul 2017

an image
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi keterangan pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

Rasio utang Indonesia masih lebih rendah dibandingkan Malaysia dan Thailand

Bareksa.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mewakili pemerintah dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dengan agenda tanggapan pemerintah terhadap sejumlah fraksi atas RUU pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran (TA) 2016. Pemerintah mengapresiasi pandangan itu.

Sri Mulyani mengungkapkan, rasio utang pemerintah pada APBN 2016 masih lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand. Dalam hal ini, rasio utang tersebut terbilang dalam kondisi yang aman. “Bahkan, pemerintah terus menjaga dan mengendalikan agar rasio utang tetap terkendali dan bergerak tidak liar,” kata Sri Mulyani, di Jakarta, Selasa 18 Juli 2017.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, jumlah utang pemerintah mencapai Rp 3.466,96 triliun pada akhir 2016 atau 27,9 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Adapun batas rasio utang yang ditetapkan Undang-Undang (UU) mencapai sebesar 60 persen dari PDB. "Pada 2016, posisi utang pemerintah masih cukup aman yang ditunjukan dengan rasio utang pemerintah terhadap PDB," ujarnya.

Menurut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, angka rasio utang itu masih lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara G20 dan beberapa negara di ASEAN seperti Malaysia yang berada di angka 53,2 persen dan Thailand sebesar 44,4 persen dari masing-masing PDB negara-negara tersebut.

Sri Mulyani menjelaskan masih amannya utang Indonesia lantaran adanya kebijakan pengelolaan defisit dan kebijakan pembiayaan pemerintah. Untuk diketahui, pada 2016, rasio defisit adalah 2,49 persen terhadap PDB dan pertumbuhan ekonomi mencapai sebesar 5,02 persen.

Hal ini, diklaim Sri Mulyani, merupakan kemampuan atau menunjukkan upaya pemerintah yang dapat mengendalikan tingkat defisit pada posisi yang mendukung momentum pertumbuhan ekonomi, dan tidak hanya sekadar meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kemiskinan dan Pengangguran

Di sisi lain, Sri Mulyani menyebut, tingkat kemiskinan dan pengangguran Indonesia pada 2016 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Bahkan, pendapatan per kapita mencapai sebesar Rp 47,96 juta per tahun atau lebih tinggi dibandingkan di 2015 yang sebesar Rp 45,14 juta per tahun.

Sri Mulyani menegaskan pemerintah tetap mampu menekan angka pengangguran dan kemiskinan. Tercatat dalam APBN 2016, tingkat pengangguran mencapai 5,6 persen, menurun dibandingkan dengan di 2015 yang sebesar 6,2 persen. Sedangkan tingkat kemiskinan mencapai 10,7 persen, menurun dibandingkan dengan di 2015 yang sebesar 11,2 persen.

Tingkat ketimpangan pengeluaran atau rasio gini membaik dari 2015 sebesar 0,402 menjadi sebesar 0,397. Sedangkan tingkat inflasi mencapai 3,02 persen, menurun dibandingkan dengan tingkat inflasi di 2015 sebesar 3,35 persen atau angka inflasi ini merupakan inflasi tahunan terendah sejak 2010.

Depresiasi Rupiah

Untuk nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada 2016 tercatat mengalami penguatan pada kisaran Rp 13.307 per dolar AS di tengah kecenderungan penguatan dolar AS karena isu keluarnya Inggris dari Uni Eropa dan terpilihnya Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Sementara itu, di APBN 2016, realisasi pendapatan negara menjadi Rp 1.555,7 triliun atau meningkat Rp 47,9 triliun (3,2 persen) dibandingkan dengan realisasi 2015. Realisasi yang sangat jauh dari target sempat membuat was-was pemerintah, untungnya dilakukan pemangkasan belanja lebih dulu sehingga defisit anggaran bisa di bawah tiga persen terhadap PDB.

Apabila dirinci maka total setoran negara Tahun Anggaran 2016 berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.284,9 triliun, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 261,9 triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp 8,9 triliun.

"Pemerintah menggunakan seluruh instrumen kebijakan agar kinerja perekonomian terus membaik dan fundamental ekonomi nasional dapat diperkuat. Demikian tanggapan pemerintah atas pandangan Fraksi-Fraksi DPR RI terhadap RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN TA 2016," pungkas Sri Mulyani. (K03)