Bareksa.com - Proses pemilihan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah selesai, dengan terpilihnya Wimboh Santoso sebagai Ketua dan enam anggota lainnya berdasarkan voting oleh Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat pada Kamis 8 Juni 2017 malam. Sederet tugas, terutama yang berkaitan dengan pasar modal, sudah menunggu para pejabat yang mengisi periode 2017-2022 ini.
Dari tujuh nama yang terpilih sebagai Ketua Dewan Komisioner dan Anggota Dewan Komisioner, mayoritas memiliki latar belakang di bidang perbankan. Dua di antaranya yakni Nurhaida dan Hoesen yang memiliki latar belakang di bidang pasar modal.
Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) berharap DK OJK yang terpilih bisa menjalankan fungsi dan tugasnya lebih maksimal. Salah satu yang perlu menjadi sorotan adalah kebijakan atau penerbitan aturan yang tidak menabrak antara industri jasa keuangan di dalamnya. Perlu ada sinergi yang lebih baik.
"Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah PT (perseroan terbatas) dan memiliki pemegang saham. Tapi yang menentukan segalanya OJK. Komisarisnya ditentukan OJK dan pemegang saham tidak ada kuasa. Ini salah satu contoh," kata Ketua AEI Franky Welirang.
Ia sangat berharap DK OJK yang baru nanti bisa memahami dan mengerti secara menyeluruh mengenai hal tersebut. Perlu ada upaya agar laju bisnis di industri jasa keuangan lebih kondusif dan terpacu lebih maksimal di masa mendatang, utamanya di tengah sengitnya persaingan bisnis sekarang ini.
"Jadi OJK lebih mengkondusifkan kondisi pasar modal dan mempermudah BEI melaksanakan promosi penarikan para investor dan para emiten baru. Saya kira itu yang kita harapkan," ungkapnya.
Lebih lanjut, dirinya berharap, DK OJK yang baru nanti bisa mengubah ketentuan mengenai pungutan. Perubahan itu diharapkan terjadi agar nantinya memberikan efek positif terhadap laju bisnis di masa mendatang.
"OJK memberikan pungutan ke perusahaan keuangan baik yang tercatat di bursa maupun tidak. Tapi pungutan itu juga berlaku pada emiten tercatat yang nonbank seperti properti, manufaktur, pertambangan, dan perhotelan," tuturnya.
Sementara itu, Senior Analyst Binaartha Sekuritas Reza Priyambada menyoroti bagaimana pejabat OJK yang baru dapat memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait investasi di pasar modal.
"Sosialisasi ini terkait dengan pendalaman pasar modal. Misal ada perusahaan ingin mencari modal, secara aset sudah mencukupi tetapi tidak mengetahui kalau bisa mencari dana di pasar modal. Ini karena tidak pernah diberi tahu, kurang sosialisasi," jelasnya.
Masalah sosialisasi dan edukasi ini penting karena bisa mencegah masyarakat terjebak dalam penipuan atau investasi bodong.
Selain itu, hal yang perlu diatur oleh DK OJK baru adalah terkait biaya transaksi di bursa. "Fee transaksi tiap sekuritas perlu dibenahi agar tidak banting-bantingan harga," katanya.
Kemudian, Ketua Umum Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Haryajid Ramelan punya harapan besar bagi Dewan Komisioner OJK yang baru. Ia juga ingin DK OJK Baru memperhatikan soal kepemilikan asing yang sudah cukup besar.
“Kalau kepemilikan asing bertambah, bagaimana dengan pertumbuhan pengusaha Indonesia, kemudian dengan praktisinya. Akhirnya beralih ke investornya. Jika pasar modal bisa menumbuhkembangkan jumlah investor atau pemodal lokal semakin besar, akan membuat pasar modal kita kuat,” terangnya.
Haryajid juga berharap, analis efek bisa dilibatkan lebih banyak dalam penentuan kebijakan dan menjadi ujung tombak di pasar modal. “Analis efek bisa berperan menjadi marketing yang akan membawa investor dengan pernyataan yang akan mempengaruhi pasar,” katanya. (K03)