Kemenkeu Buru Rp31 Triliun dari 20 Obligor Kasus BLBI

Bareksa • 29 Apr 2017

an image
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan pencapaian realisasi dan evaluasi program pengampunan pajak periode pertama di Kementerian Keuangan, Jakarta. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Total dana talangan BLBI sebesar Rp144,5 triliun

Bareksa.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus memburu sebanyak 20 obligor yang menerima dana talangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Langkah Kemenkeu itu dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi dan tugasnya terutama menyelesaikan persoalan kerugian negara agar tidak memberikan beban secara berlarut-larut.

Setidaknya, sejumlah obligor tersebut harus membayar kerugian negara sebesar Rp31 triliun dari dari total dana talangan BLBI sebesar Rp144,5 triliun. "Sisanya Rp31 triliun. Ada beberapa obligor. Sekitar 20-an lebih," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sonny Loho, di Jakarta, Jumat 28 April 2017.

Ia secara tegas menyatakan bahwa Kemenkeu akan terus melakukan penagihan atas sisa utang dari kasus-kasus yang belum dilimpahkan ke penegak hukum. Nantinya, aset dari para obligor tersebut akan dilelang di Kantor Pelayanan Kekayaan Lelang Negara (KPKLN). 

"Kalau sudah jelas maka dikasih ke KPKLN. Ditagih dan dikejar terus," ungkap dia.

Bahkan, meski sejumlah obligor telah menerima Surat Keterangan Lunas (SKL), Kemenkeu tetap akan melakukan pendataan aset termasuk menagih sisa utang dari pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim sebesar Rp3,75 triliun. Penerbitan SKL itu bermasalah karena ternyata Sjamsul baru melunasi Rp1 triliun dari Rp4,75 triliun utang tersisa.

"Jika masih ada perkara hukum maka diselesaikan dulu. Ini masih diusahakan terus," tegasnya.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo memastikan kasus Pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI yang kembali diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berdampak terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia. BI dan otoritas terkait terus menjaga momentum pertumbuhan jasa keuangan Tanah Air.

"Saya tidak melihat ini sebagai suatu yang negatif pada stbilitas sistem keuangan kita (pengusutan kembali kasus BLBI)," kata Agus.

Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini menegaskan bahwa komitmen penyelesaian kasus tersebut oleh penegak hukum guna akan memberikan sentimen positif. Kondisi itu dinilai akan sama ketika terjadi gelaran Pilkada DKI Jakarta putaran kedua yang berakhir damai dan memberi efek positif bagi bisnis.

"Tentu ini menunjukkan komitmen para penegak hukum. Bahkan ketika kemarin Pilkada DKI Jakarta putaran kedua bisa selesai dengan damai maka itu menunjukkan kematangan Indonesia dalam berdemokrasi," kata Agus.

Sayangnya, Agus tidak memberikan rincian lebih dalam dan memberikan komentar mengenai kerugian negara ketika kasus tersebut terjadi. Agus mengklaim perlu mempelajari lebih mendalam dan matang atas data dari pemerintah yang selama ini mengelola BLBI.

"Saya belum bisa komentar. Nanti biar kita pelajari dulu," kata Agus, yang pernah menjabat sebagai orang nomor satu di PT Bank Mandiri Tbk (Persero) (BMRI) atau Bank Mandiri.

Sekadar diketahui, KPK kembali mengusut kasus dugaan megakorupsi BLBI. Setelah melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan selama tiga tahun, KPK akhirnya menetapkan tersangka dalam kasus ini. Langkah ini diharapkan bisa membantu upaya penyelesaian persoalan dimaksud.

KPK pada Selasa 25 April 2017 mengumumkan telah menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsjad Temanggung sebagai tersangka kasus BLBI. Peran Syafruddin berkaitan dengan penerbitan SKL untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang dimiliki oleh Sjamsul Nursalim. Penyelewengan SKL oleh BDNI dan Syafruddin disebut merugikan negara sekitar Rp3,7 triliun. (K02)