Sepanjang 2016, Laju Pertumbuhan Kredit Masih di Bawah Rata-rata 2 Tahun

Bareksa • 06 Feb 2017

an image
Muliaman Hadad, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan - (Antarafoto/Dhoni Setiawan)

Sepanjang bulan Januari hingga Desember 2016, pertumbuhan kredit perbankan tercatat sebesar 7,87 persen.

Bareksa.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan kinerja pertumbuhan kredit perbankan nasional sepanjang tahun 2016 belum terlalu menyenangkan, lebih rendah dibandingkan dengan rerata dua tahun terakhir. Hal ini pun bepengaruh terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun lalu.

Sepanjang bulan Januari hingga Desember 2016, pertumbuhan kredit perbankan tercatat sebesar 7,87 persen. Pertumbuhan kredit sepanjang 2016 ini masih di bawah rata-rata untuk dua tahun terakhir, yang sebesar 9,4 persen.

"Hingga akhir tahun 2016, kredit perbankan tidak tumbuh seperti yang diharapkan. Secara year to date (tahun kalender Januari-Desember), kredit tumbuh 7,87 persen," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad dalam konferensi pers rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Jumat 3 Februari 2017.

Muliaman menjelaskan, dari total pertumbuhan kredit pada 2016 tersebut, pertumbuhan kredit dalam mata uang rupiah mencapai 9,15 persen. Adapun pertumbuhan kredit dalam valuta asing mencapai 0,92 persen.

Grafik : Pertumbuhan Laju Kredit Indonesia 2015 - 2016

Sumber : Trading Economics

Meskipun belum menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan, Muliaman optimistis pertumbuhan kredit pada tahun 2017 akan menggeliat. Hal ini sejalan dengan optimisme pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan bakal membaik. (Baca Juga : Kredit Perbankan Indonesia Hanya Tumbuh Single Digit, Apa Penyebabnya?)

Untuk tahun 2017, Bank Indonesia menargetkan pertumbuhan kredit perbankan mencapai 11 persen. Tentu saja ini menjadi lompatan yang besar bila dibandingkan dengan realisasi yang telah dibukukan pada tahun lalu.

Adapun rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) perbankan nasional pada tahun 2016 juga masih dalam kisaran yang aman. Muliaman menyebut, rasio NPL gross pada tahun 2016 mencapai 2,93 persen dan nett mencapai 1,2 persen.

Kondisi tersebut pun berpengaruh terhadap return on asset (ROA) perbankan, yang tercatat sebesar 2,23 persen. Angka ini turun tipis dibandingkan tahun 2015 yang tercatat sebesar 2,32 persen. Semakin tinggi nilai ROA, artinya semakin baik karena semakin tinggi aset tersebut dapat memberikan keuntungan.

"Ini tidak terlalu drastis dan relatif stabil. ROA (perbankan nasional) masih relatif tinggi dibandingkan negara-negara tetangga," ungkap Muliaman.

Bareksa melihat, penurunan laju pertumbuhan kredit ini menggambarkan keadaan iklim investasi di Indonesia yang cenderung kurang bergairah, dimana para pelaku usaha cenderung menahan diri untuk mengambil pinjaman guna melebarkan ekspansi usahanya.

Pada saat yang sama, hal ini berdampak kepada penurunan produk domestik bruto (PDB/GDP) Indonesia di kuartal IV menjadi 4,94 persen. Hal ini juga sejalan dengan prediksi para pelaku pasar yang memang telah memperkirakan berada di bawah 5 persen khusus di kuartal IV. (hm)