Bareksa.com – Harga nikel global kembali menguat dan bangkit setelah tertekan sentimen negatif akibat pemerintah Indonesia membuka keran ekspor untuk barang mineral ini. Penguatan ini seiring dengan datangnya sentimen baru dari Filipina, yang merupakan produsen nikel terbesar di dunia. Dua saham produsen nikel Indonesia pun ikut terkerek sentimen ini.
Harga nikel pada pekan ini menguat 12 persen hingga US$10.475 per ton atau mampu bangkit dari US$9.365/ton, level terendahnya dalam tujuh bulan terakhir . (Baca Juga : Saham INCO & ANTM Merespon Berbeda Regulasi Tambang Baru, Ini Penjelasannya)
Harga nikel mampu bangkit hingga melewati $10.000/ton karena Regina Lopez, Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Filipina akan mengumumkan hasil audit yang telah lama dilakukan untuk menutup beberapa tambang di Filipina yang membahayakan lingkungan.
Gambar : Pergerakan Harga Nikel Global
Sumber : Investing.com
Sebelumnya, Asia Tenggara sebagai pemasok bijih nikel terbesar di dunia, tahun lalu menangguhkan operasi di 10 dari 41 tambang termasuk tambang emas dan tembaga serta produsen bijih nikel karena masalah lingkungan setelah diadakannya audit di sektor ini pada bulan Juli . Filipina mengatakan pada September bahwa 20 tambang lebih berisiko disuspensi.
Saat ini, 22 dari 30 tambang bijih nikel di Filipina sedang dalam pengawasan dan berpeluang ditutup. Hal tersebut tentunya akan berdampak pada berkurangnya suplai nikel secara global.
Mengapa Filipina Sangat Berpengaruh Terhadap Nikel Global?
Pada tahun 2015, Filipina merupakan negara dengan penyuplai terbesar di dunia. Setidaknya, Filipina mampu berkontribusi hingga 27 persen terhadap suplai global. Oleh sebab itu, adanya audit yang sedang dilakukan membuat para investor fokus terhadap konsekuensi apabila beberapa tambang di Filipina ditutup membuat suplai nikel berkurang, tetapi di sisi lain permintaan (demand) terhadap nikel stabil.
Grafik: Produsen Nikel berdasarkan wilayah (2015)
Sumber : CLSA Indonesia
Masih di tahun yang sama, negara China merupakan top buyer terhadap nikel global. Seperti yang kita ketahui bersama, meski pertumbuhan ekonomi China sedang melambat, keadaan ini tidak terlalu mengganggu demand China secara menyeluruh. Hanya saja tidak bisa dipungkiri juga bahwa perlambatan ekonomi China membawa harga komoditas ke arah bawah (Downtrend).
Grafik: Konsumen Nikel berdasarkan wilayah (2015)
Sumber : CLSA Indonesia
Pasar tentunya masih menunggu keputusan penyelidikan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Filipina. Regina Lopez kemudian memutuskan penangguhan izin lingkungan sejumlah perusahaan tambang seperti OceanaGold, Lepanto Mining, CitiNickel Mines and Development Corporation, serta Berong Nickel Corp. Mantan aktivis lingkungan ini juga memerintahkan penutupan operasi tambang di Pulau Homonhon dan Dinagat.
Seiring dengan peningkatan harga bahan tambang mineral itu, saham dua produsen nasional pun ikut terkerek. Harga saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mencatat return 21,37 persen selama sepekan terakhir dan saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) naik 4,35 persen.
Grafik: Pergerakan Harga Saham INCO dan ANTM Sepekan Terakhir
Sumber: Bareksa.com
Peningkatan saham INCO lebih besar karena produsen nikel ini sangat sensitif terhadap harga di pasar global tidak seperti ANTM yang memiliki diversifikasi produk. (hm)